Senin, 01 Agustus 2011

KAWASAN MANGROVE DI JAKARTA DAN TINGKAT DEGRADASINYA

Perambahan dan perombakan kawasan mangrove oleh masyarakat sebagai wahana pertambakan masyarakat, merupakan salah satu faktor penyebab hilangnya kawasan mangrove. Salah satu bukti yang cukup menonjol hasil inventarisasi kawasan mangrove di sekitar Cagar Budaya Pitung Jakarta Utara pada tahun 1998 tercatat 8,5 ha, dengan kondisi kawasan yang masih relatif baik ditinjau dari habitat dan kehadiran jenisnya. Namun demikian hasil evaluasi tahun 2000, kawasan seluas tersebut di atas kini telah berubah total menjadi hamparan pertambakan.

Mencermati uraian di atas serta rendahnya pengetahuan masyarakat awam terhadap makna konservasi sumber daya mangrove, maka kondisi dan keberadaan kawasan mangrove secara alamiah di DKI Jakarta dihadapkan pada tiga tantangan strategis yaitu :
(a). Pengelolaan secara profesional untuk tujuan pelestarian, penyelamatan (pengamanan), dan pemanfaatan secara terbatas berdasarkan peranan fungsinya.
(b). Meningkatkan kualitas baik terhadap habitat dan jenis, untuk mempertahankan keberadaan sebagai akibat terdegradasinya kawasan, baik karena ulah aktivitas manusia yang tidak bertanggung jawab, maupun secara alami (abrasi), sedimentasi dan pencemaran limbah padat (sampah).
(c). Pengembangan kawasan-kawasan berhabitat mangrove, untuk dijadikan kawasan hijau hutan kota berbasis mangrove.

Mencermati atas semakin menurunnya kawasan konservasi mangrove di wilayah DKI Jakart, serta munculnya kiprah koordinasi pemulihan yang diprakarsai oleh Badan Penglolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta , nampaknya merupakan langkah awal yang cukup strategis dalam arti peyelamatan dan pelestariannya. Hal ini mengingat bahwa tujuan yang hendak dicapai , berupaya untuk memulihkan kembali melalui penyelamatan dan pelestarian kawasan mangrove.

Adapun dasar pertimbangan perlunya pemulihan antara lain mencakup hal-hal sebagai berikut:
(1). Pembinaan dan penanganan kawasan pelestarian alam, di wilayah DKI Jakarta , kini sebagaian telah menjadi tanggung jawab Pemda DKI Jakarta.
(2). Kawasan mngrove di DKI Jakarta, merupakan bagian dari RTH lindung DKI Jakarta, yang perlu dipertahankan karena peranan fungsinya sebagai koridor hijau pengendali lingkungan fisik kritis perkotaan, dan habitat serta sangtuari kehidupan satwa liar.
(3). Dimanfaatkannya kawasan-kawasan pelestarian alam, sebagai hutan wisata dengan kombinasi sebagai wahana rekreasi dn laboratorium alam, nampaknya kini dinantikan oleh masyarakat luas.

Mengacu terhadap Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati, bahwa pengertian konservasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk mengelola sumber daya alam hayati yang pemanfatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya denga tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya . Dalam pada itu, tindakan konservasi yang dilakukan mencakup tiga kegiatan yaitu :
(1) perlindungan sistem penyangga kehidupan,
(2) pengawetan keragaman jenis baik flora maupun fauna termasuk ekosistemnya,
(3) pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara optimal dan berkelanjutan.

Dalam pada itu, konservasi ragaman hayati (biodiversity), merupakan bagian tak terpisahkan dari pengertian sumber daya alam hayati, dimana kawasan jalur penyangga wilayah pantai, termasuk di dalamnya. Hal ini mengingat ada tiga komponen konservasi yang harus ditangani yaitu :
(1) degradasi kawasan penyangga,
(2) tatanan kehidupan sosial masyarakat,
(3) keikutsertaan masyarakat dalam hal pemanfaatan sumber daya secara optimal berkelanjutan.

Di DKI Jakarta , keanekaragaman hayati (ragam hayati) mrupakan sumber daya vital, sebagai penyangga dan penyeimbang lingkungan hidup wilayah perkotaan yang diperankan oleh tabiat ekosistemnya. Pengaruh aktivitas manusia sejak dekade abad XVII telah berlangsung, namun demikian pada abad terakhir ini pengaruh tersebut meningkat secara dramatis. Berkurang dan berubahnya kawasan mangrove di jalur penyangga sempadanpantai bukan saja kibat pengaruh alam, akan tetapi lebih nyata akiba desakan alih fungsi kawasan. Sebagai akibat yang ditimbulkannya, hilangnya jenis-jenis satwa liar karena daya dukung habitatnya yang tidak memadai lagi.

Demikian halnya dengan semakin berkurang dan berubahnya kawaan-kawasan hijau penyangga sempadan sungai, hingga menyebabkan kurang nyamannya mintakat kehidupan masyarakat di sekitarnya. Secara umum ada tiga alasan mendasar mengapa konservasi ragam hayati perlu dilakukan :
(1). Ragam hayati, pada dasarnya sebagai bagian dari prinsip hidup hakiki. Pengertian tersebut memberikan gambaran bahwa setiap jenis kehidupan liar (flora dan fauna) mempunyai hak untuk hidup. Hal ini mengingat bahwa dalam Piagam PBB tentang sumber daya alam, menegaskan bahwa setiap bentuk kehidupan wajib dihormati tanpa mempedulikan nilainya bagi manusia.
(2). Ragam hayati, pada dasarnya sebagai bagian dari daya hidup manusia. Pengertian tersebut memberikan gambaran bahwa ragam hayati membantu planet bumi untuk tetap hidup, karena memainkan peranan penting dalam halsistem penunjang kehidupan, mulai dari mempertahankan keseimbangan materi kimiawi ( melelui siklus biogeokimia), dan mempertahankan kondisi iklim, daerah aliran sungi (DAS) serta berfungsi untuk memperbarui tanah dan komponennya.
(3). Ragam hayati menghasilkan manfaat ekonomi. Pengertian tersebut memberikan gambaran bahwa ragam hayati merupakan sumber dari seluruh kekayaan sumber daya biologis yang memilki nilai ekonomis. Dari ragam hayati, manusia memperoleh makanan, kesehatan karena mampu menyediakan oksigen (O2) bebas, serta memiliki nilai budaya yang spesifik bagi kepentingan hidup manusia.

Dari tiga uraian alasan di atas, memberikan gambaran bahwa keragaman hayati merupakan bagian tak terpisahkan dari konsep pengembangan pemulihan kawasan (hutan) mangrove yang dinilai telah terdegradasi.
Dalam Kepres 32 tahun 1990, tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, dijelaskan bahwa kawasan penyangga pada dasarnya merupakan buffer yang berfungsi sebagai perlidungan terhadap kawasan yang dilindungi (protected area). Dalam kontek kawasan penyangga pantai, dimaksudkan sebagai kawasan (jalur) yang berfungsi sebagai perlindungan terhadap keutuhan pantai dan atau pesisir. Jalur penyangga ini dapat berupa komunitas vegetasi atau (formasi) pantai dan atau mangrove.