Minggu, 25 September 2011

Menuju Kawasan Konservasi lestari

Program pelestarian Kawasan Konservasi Perairan (KKP) sebenarnya sudah lama menjadi perhatian pemerintah. Bekerjasama dengan beberapa lembaga seperti NOAA, CTI (Coral Triangle Initiative), KKJI (Kawasan Konservasi dan Jenis Ikan), pemerintah melaksanakan program-program pelatihan baik bagi masyarakat maupun petugas2 dengan harapan dengan semakin bertambahnya ilmu maka akan semakin besar pula harapan untuk dapat melestarikan wilayah-wilayah konservasi.

Dalam rangka mendukung program ini, BPPP Aertembaga melaksanakan pelatihan MPA (Marine Protected Area) bagi para nelayan yang berlokasi di kawasan konservasi, pelatihan yang berlangsung selama 6 (enam) hari kalender terhitung dari tanggal 8 s.d 13 Agustus 2011 ini di hadiri oleh Bpk. Drs. Riyanto Basuki., M.Si selaku wakil dari KKJI (Ditjen KP3K), Kepala BPPP Aertembaga, Bpk. Pola S.T. Panjaitan., A.Pi., MM yang sekaligus membuka pelatihan ini, serta para fasilitator dari IPB, Bpk. DR. Ir. M. Fedi. A.Sondita., M.Sc, dari Unsrat, Bpk. Ir. Hermanto W.K. Manengkey., M.Si, serta dari APB ,Bpk. Daniel Heintje Ndahwali., S.Pi., M.Si.dan dari Balai Diklat Perikanan Aertembaga.

Dalam sambutannya Bpk. Drs. Riyanto Basuki., M.Si mengatakan bahwa Area Kawasan Konservasi Perairan yang kita miliki merupakan area berkembangbiaknya ikan-ikan. Jadi jika kita memanfaatkan daerah tersebut,kita harus menata daerah tersebut agar tetap lestari dan ikan –ikan bias berkembangbiak dengan baik. Dalam konservasi pengelolaan yang baik adalah menjadi fungsi utama, dimana kita mengetahui bersama bahwa dulunya kita pernah mengalami mencari ikan dengan mengunakan racun atau bom. Hal itu sangatlah fatal akibatnya untuk kelanjutan kehidupan laut, berangkat dari
Hal itu, maka muncullah opini kenapa Konservasi itu perlu. Di akhir sambutannya Beliau menambahkan bahwa Konservasi memiliki konsepsi atau pemikiran bagaimana kita bias mengembangkan daerah atau kawasan kita dengan baik.Jadi marilah kita jaga kawasan konservasi kita. Ditambahkan pula oleh Kepala Balai Diklat Perikanan Aertembaga bahwa harapan kedepan dari pemerintah dengan adanya pelatihan MPA Tingkat Dasar semacam ini bias bermanfaaat dalam mendukung usaha peserta dalam rangka mendukung program pemerintah dengan memberikan kontribusi nyata dari hasil usahanya.

Beliau juga mengatakan bahwa pemerintah selalu mencanangkan program bagaimana membuat masyarakat menjadi sejahtera. Hal ini juga tertuang dalam misi Kementerian Kelautan dan Perikanan yaitu mensejahterakan masyarakat perikanan, yang menunjang visi untuk menjadikan Indonesia sebagai penghasil perikanan terbesar tahun 2015, dimana didalamnya melibatkan masyarakat. Oleh karena itu di perlukan persiapan SDM yang terampil karena program dan anggaran saja tidak akan berjalan baik tanpa di dukung SDM yang berkualitas. Pelatihan ini sekaligus merupakan kesempatan yg diberikan kepada peserta untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikapnya.

Di akhir sambutannya kepala Balai Diklat Perikanan Aertembaga menyampaikan harapannya agar kesempatan ini dimanfaatkan sebaik-baiknya guna mendukung misi Kementerian Kelautan dan Perikanan sehingga apa yang diberikan benar- benar bias terealisasi dengan memberikan kontribusi secara nyata kepada pemerintah dan masyarakat.
Partisipasi peserta sangat besar selama pelatihan berlangsung, dari setiap sesi pembelajaran selalu mendapatkan respon yang cukup baik dari peserta, bahkan salah seorang peserta Bapak. Benyamin dari Kab. Bolaangan Mongondow Utara sempat mengatakan bahwa beliau sangat senang dan bangga sekali dapat ikut pelatihan semacam ini karena melalui pelatihan ini banyak hal-hal baru yang membuka mata mereka, dimana selama ini mereka benar-benar buta akan masalah konservasi.

Sistem atau metode pembelajaran tidak hanya didalam kelas, namun juga terjadi diluar kelas dengan adanya kegiatan Field Trip ke Bunaken. Kegiatan kunjungan lapangan ini dimaksudkan untuk menambah wawasan serta untuk membandingkan dan mempraktekkan secara langsung ilmu-ilmu atau pengetahuan yang didapat selama proses pembelajaran.

Pelatihan ditutup pada hari Sabtu tanggal 13 Agustus 2011 oleh yang mewakili Kepala Balai Diklat Perikanan Aertembaga Kasi Program, Dra.Elsye S.Roring, yang dalam sambutannya Beliau mengucapkan rasa syukurnya karena pelatihan selama 6 (enam) hari ini dapat berjalan lancar, dan berharap walaupun pelatihan ini sudah selesai, peserta tetap terus berusaha dan mempraktekkan apa yang sudah didapat, karena materi-materi yang sudah diberikan oleh para fasilitator sangatlah bermanfaat bagi peserta. Diakhir sambutannya beliau mengharapkan agar pelatihan ini juga dapat membentuk sikap dari para peserta untuk lebih peduli terhadap kelestarian Kawasan Konservasi Perairan. Jadi setelah ilmu dan keterampilan didapat, diharapkan pula adanya perubahan sikap dari para peserta untuk menjadi lebih baik lagi kedepannya.

sumber: Humas BPPP Aertembaga

Pengolahan Pindang Bangkitkan Usaha Kecil

Pemerintah akan terus mendorong pengembangan industri pengolahan ikan pindang. Komoditas perikanan ini terbukti berhasil menggerakkan usaha kecil di seluruh Indonesia. Ikan pindang khas produk dalam negeri. Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Victor PH Nikiju-luw menyajikan, produk ikan pindang perlu mendapatkan apresiasi yang lebih besar.

Pemindangan ikan adalah teknik pengolahan dan pengawetan ikan dengan cara direbus dan diberi sedikit garam. Victor menjelaskan, ikan asap dan ikan asin banyak juga dimiliki negara lain. Di Eropa, misalnya, ada yang namanya smoke salmon. Sama halnya garam tidak hanya ditemukan di Indonesia, tetapi di Timur Tengah. "Hanya pindang yang tidak ada di negara lain, murni milik Indonesia. Terlebih hampir seluruh industri pengolahan pindang adalah usaha kecil menengah," ungkap Victor disela Pameran Produk Bahari 2011dan Pengukuhan Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengusaha Pindang Dean Indonesia (Appikando) di Surabaya, Rabu (21/9). Saat ini, sambung dia. dari total produksi ikan secara nasional yang mencapai 11 juta ton per tahun, 15% dikelola menjadi ikan pindang. Dari jumlah itu, yang dikelola menjadi pindang mencapai 15% hingga 20%-nya, atau sekitar 2 juta ton per tahun, baik dari ikan tongkol, bandeng, ataupun cakalang. Adapun produksinya sejauh ini mencapai sekitar 18.000 ton per bulan.

Dengan asumsi jumlah pemindang di seluruh Indonesia mencapai 60.000 orang. Selain itu, jumlah pelaku usaha pemindangan secara nasional juga terus bertambah hingga mencapai sekitar 60.000 unit dari 100.000 unit usaha kecil pengolahan ikan. Sedangkan sisanya adalah pembuatan kerupuk, bakso ikan, abon ikan, dan lain sebagainya. "Pindang ini mempunyai kekuatan di UKM. Sehingga peningkatan taraf kerja industri pengolahan ikan pindang sama hal-nya mendorong UKM untuk bisa meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi agar bisa menembus pasar ekspor," tandasnya. Ke depan, Victor berharap pengolahan pindang perlu ditingkatkan. Karena selama ini proses produksinya dengan cara tradisional yang kurang efektif.

Padahal jika dikembangkan menjadi lebih baik, hal itu sangat terbuka lebar. Mengingat pasarnya juga sangat luas sementara potensi juga sangat besar. "Kami berharap pemindangan akan semakin besar dengan adanya peningkatan teknologi tepat guna. Sebab, selama ini proses pemindangan dilakukan dengan cara tradisional," tekannya. Saat ini. kata Victor, sedang dikembangkan proses pemindangan yang lebih baik dan lebih higienis. Yaitu dengan mengasapkan ikan yang sudah direbus tersebut. Hasilnya, pindang akan lebih lama bertahan dan akan menjadi lebih bagus. "Dengan peningkatan kualitas, saya yakin kinerjanya akan menjadi semakin membaik," pungkasnya, (ros)

Sumber: InvestorDailyIndonesia

Macrobranchium White Tail Disease (Penyakit Ekor Putih Pada Udang Galah)

Penyebab : Macrobrachium rosenbergii nodavirus (MrNV) dan extra small virus (XSV)

Bio – Ekologi Patogen :
• Inang penyakit sangat species spesifik yaitu udang galah (Macrobrachium rosenbergii)
• Keganasan: tinggi, dalam tempo 2-3 hari mematikan 100% populasi di perbenihan.
• Melalui infeksi buatan pada PL, gejala klinis dan mortalitas yang terjadi sama dengan infeksi alamiah; sedangkan pada udang dewasa, bagian sepalotorak lembek diikuti munculnya struktur dua kantung yang menggembung berisi cairan di kanan-kiri hepatopancreas.
• Gejala klinis yang sama, menyerupai branchiostegite blister disease (BBD) yang diikuti dengan kematian dilaporkan terjadi pada kolam pembesaran udang galah.
• Distribusi: India dan Asia Tenggara (Thailand).

Gejala Klinis
• Lemah, anorexia dan memutih pada otot abdominal pada PL.
• Kondisi tersebut secara bertahap meluas ke dua sisi sehingga mengakibatkan degenerasi telson dan uropod.
• Warna keputihan pada ekor merupakan gejala klinis yang definitif, sehingga disebut penyakit ekor putih.
• Warna kehitaman (melanisasi) akan mengembang ke 2 sisi (anterior & posterior) dan menunjukkan degenerasi dari telson dan uropod

Diagnosa :
• Polymerase Chain Reaction (PCR)
• In situ hybridization

Pengendalian
• Tindakan karantina terhadap calon induk dan larva udang galah yang baru
• Hanya menggunakan induk dan benih yang bebas MrNV dan XSV.
• Menjaga status kesehatan udang agar selalu prima melalui pemberian pakan yang tepat jumlah dan mute
• Menjaga kualitas lingkungan budidaya agar tidak menimbulkan stress bagi udang

sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan

persyaratan dalam membudidayakan ikan air tawar

Dalam membudidayakan ikan di kolam atau empang ada beberapa persyaratan yang perlu diketahui, diantaranya antara lain :

1. Sumber Air
Dalam pemilihan tempat untuk budidaya ikan perlu memperhatikan sumber air. sumber air ini harus cukup dan memadai. sumber air ini bisa berasal dari sungai, aliran irigasi, maupun mata air. sumber air sedapat mungkin tersedia sepanjang tahun dengan debit yang memadai. salah satu contoh dalam memelihara ikan mas memerlukan suplai air dengan debit 10 - 16 liter/detik/ha.

2. Jenis tanah dan kemiringan
dalam membangun kolam harus memperhatikan jenis tanah dan kemiringan. kolam yang dibangun sebaiknya memiliki jenis tanah yang liat atau lempung berpasir (sandy clay) sehingga tidak porus. Kemiringan lahan yang digunakan untuk budidaya ikan sebaiknya memiliki kemiringan 5 - 10 derajat karena kondisi air demikian akan memudahkan pengaliran air secara gravitasi.

3. Kualitas Air
Air yang digunakan untuk budidaya ikan harus memenuhi kualitas yang disyaratkan. air yang digunakan tidak berbahaya, tidak mengandung racun berbahaya dan bisa menumbuhkan pakan alami.
secara umum parameter kualitas air untuk melakukan budidaya ikan yang baik adalah :
a. Suhu : 25 - 30 derajat celcius
b. pH air : 6,5 - 8,5
c. DO (oksigen terlarut) : minimal 3 ppm
d. Kadar Amonia (NH3) : maksimal 0,5 ppm

4. Jauh dari tempat pembuangan limbah
lokasi yang digunakan untuk budidaya ikan harus jauh dari limbah industri maupun dari limbah rumah tangga

Rumah Rumput Laut

Biaya operasional di bagian hilir budidaya rumput laut bisa dipangkas.

Kantong berkarbon akan segera menggeser aplikasi metode penanaman dan penanganan pasca panen rumput laut yang dikembangkan sejak tahun 70-an hingga kini. Teknologi baru ini akan melindungi rumput laut dari serangan predator dan menjaga tanaman agar tetap bersih.

Sorot mata Agus Cahyadi tertuju ke perempuan baya yang duduk di pinggir pantai. Pria berkacamata itu penasaran dengan apa yang sedang dilakukan si ibu sehingga tidak bergeming dari tempat duduknya. Dengan langkah ringan, ia menghampiri perempuan berkulit sawo matang yang duduk di depan seonggok rumput laut segar.

Dari dekat ia bisa menyaksikan secara jelas bagaimana ketelatenan jemari si ibu menyortasi kotoran (sampah) yang menempel di rumput laut. Lalu, Agus bertanya, "Apa yang menjadi kendala menyortasi rumput laut sehingga harus bela-ma-lama duduk di sini?"

Perempuan yang rambutnya mulai dipenuhi uban itu memaparkan ihwal kesulitannya mengurai benang pancing yang tersangkut di tali pengikat rumput laut. Pasalnya, dibutuhkan kehati-hatian ekstra agar batang rumput laut yang ringkih itu tidak banyak terputus (fragmentanon). Perempuan itu juga mengeluhkan terkadang feses yang terbawa bersamaan dengan sampah menempel pada rumput laut. Adapun penanganan pasca panen rumput laut im butuh waktu lama karena jumlahnya memang sangat banyak.

Maklum, nenek itu bekerja di sebuah sentra pengembangan budidaya rumput laut di kepulauan Wakatobi. Sulawesi Tenggara. Menurut Agus yang notabene peneliti dari Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan, kepulauan Wakatobi merupakan penghasil rumput laut yang menyumbangkan rumput laut secara nasional. Dengan luas lautnya yang mencapai 1,4 juta hektar, 40 persen merupakan habitat rumput laut. 1 Liliit.ii itu terpusat di Kecamatan Wangi-wangi, Kaledupa, dan Tomia.

Sayangnya, potensi rumput laut yang begitu besar di Wakatobi itu hingga saat ini masih menerapkan pendekatan teknologi penanaman danpascapanenera70-an.Teknolo-gi penanaman masih menggunakan metode mengikatkan bibit rumput laut pada tali-tali dengan botol-botol bekas sebagai pelampungnya dan dipatok secara berjajar-jajar di daerah perairan laut di kedalaman antara 30-60 sentimeter.

Penerapan teknologi tersebut butuh perawatan secara teratur. Sebagai contoh pengawasan secara kontinu untuk mengontrol posisi rumput laut yang ditebar setelah ombak laut ke arah pantai meng-gesernya. Biasanya faktor angin juga mempengaruhi posisi bibit mengumpul di areal tertentu sehingga perlu dipisahkan dan ditebar merata lagi.

Belum lagi permasalahan kotoran atau sampah yang acap kali melekat di rumput laut. Kotoran ini akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Cara mengatasinya dengan menggoyang-goyang tanaman agar selalu bersih dari kotoran. Selain kotoran, organisme yang menumpang hidup dan tumbuh pada inangnya seperti gulma, lumut, atau rumput laut lainnya harus disingkirkan supaya tidak menurunkan produktivitas kualitas hasil.

Ada pula organisme yang mengganggu, merusak, bahkan memangsa rumput laut berupa ikan baronang, penyu, dan bulu babi. Hewan herbivora itu harus dicegah masuk ke tempat budidaya. Caranya memasang jaring di sekeliling daerah budidaya.

"Penerapan teknologi konvensional di bagian hilir budidaya rumput laut itu membutuhkan biaya operasional cukup besar. Sebab, petani pembudidaya harus bolak-balik dari daratan ke perairan dengan menggunakan perahu berbahan bakar bensin," ujar Agus yang mulai melakukan riset pengembangan teknologi bahan budidaya rumput laut sejak 2009.

Pelbagai permasalahan perawatan tesebut juga menyebabkan kuota panen rumput laut bisa berubah-mbah, kadang stabil atau bahkan anjlok. Pun pendekatan teknologi pasca panen konvensional me-nyebabkan biaya produksi cukup mahal, karena harus memperkerjakan orang untuk menyortasi dan membersihkan rumput laut dengan menggunakan air tawar.

Solusi

Berangkat dari permasalahan tersebut, Agus putar otak untuk mencari solusi memakas biaya operasional di bagian hilir budidaya rumput laut. Tercetus metode yang lazim digunakan para petani buah melindungi mangga atau sejenisnya dari serangan lalat dengan cara membungkusnya. "Metode yang biasa diterapkan di darat itu kenapa tidak dicoba di perairan," cetus Agus yang tiga tahun lalu belum sepenuhnya yakin gagasannya akan berhasil.

Untuk itu, ia menggunakan biaya pribadi untuk melakukan riset pembuatan kantong pelindung rumput laut. Awalnya ia membuat kantong pelindung dari jaring ber-lapis satu berbentuk silinder agar kotoran tidak bisa masuk. Jaring tersebut dilapisi dengan karbon aktif dan bahan organik layaknya sebagai .11 ii iti 11iiin agar organisme seperti gulma, lumut, atau rumput laut lainnya tidak menumpang hidup di dalam silinder. Karbon aktif tersebut dilekatkan dengan menggunakan getah suatu tanaman melalui proses destilasi.

Selanjutnya, proses uji coba dilakukan dengan membuat beberapa kantong pelindung yang telah dilapisi karbon untuk melindungi rumput laut jenis kotoni dari gangguan hama, epifit, dan kotoran di tempat budidaya rumput laut. Kantong itu diikat pada tali-tali yang dipatok secara berjajar-jajar di daerah perairan laut dan diapungkan menggunakan botol.

"Apa pun hasil rumput laut yang telah dilindungi kantong berlapis karbon, saya harus membeli kepada petani yang memiliki tempatbudidaya," kata Agus dengan perasaan harap-harap cemas menanti panen rumput kurang lebih 25 hari lamanya.

Tak dinyana, riset awal yang menelan biaya sekitar dua juta rupiah itu membuahkan hasil cukup memuaskan. Rumput laut bisa tumbuh secara normal di dalam kantong berkarbon iikiI.ii dari awal pemasangan tunas hingga pemanenan. Lebih dari itu, hasil rumput laut di dalam kantong ketika dipanen sudah bersih. Hanya saja, karena jaring berlapis satu muka maka ada sebagian yang rusak, mungkin karena serangan hewan herbivora.

Untuk menutup kelemahan tersebut maka dalam riset lanjutan didesain kantong rumput laut dengan jaring berlapis dua muka, taring lapis pertama berfungsi melindungi rumput laut dari gangguan hewan predator dan sampah laut, dan jaring lapis kedua yang me-ngandung karbon aktif berperan mencegah gangguan organisme parasit.

Kantong rumput laut berkarbon ini memiliki tinggi 40 sentimeter dan berdiameter 30 sentimeter. Spesifikasi tersebut bisa digunakan untuk menanam bibit minimal 200 gram. Adapun perkiraan isi kantong berkarbon pada masa panen sekitar kurang lebih tiga kilogram. "Dengan demikian kuota hasil panen rumput laut bisa diperkirakan," kata Agus. Imbuh Agus, produk perdana Kantong Rumput Laut berkarbon ini juga akan dipamerkan di pameran Teknologi Tepat Guna pada bulan Oktober di Kota Kendari Sulawesi Tenggara.

Lebih penting dari itu, biaya operasional di bagian hilir budidaya rumput laut bisa dipangkas. Pasalnya, setelah proses penanaman hingga panen tidak perlu perawatan yang berarti. Penanganan pasca panen seperti penyortiran dan pembersihan bisa diminimalisir karena hasil rumput laut di dalam kantong berkarbon sudah bersih.ladi hasil panen rumput laut bisa langsung dijemur dan diproses lebih lanjut sebagai bahan baku (tepung) untuk industri pangan, kosmetik, tekstil, dan lainnya. Pangsa pasar rumput laut di manca negera pun dari tahun ke tahun semakin cerah. Negara di dunia yang siap menampung produk rumput laut mentah atau setengah jadi (tepung) di antaranya Hongkong, Korea Selatan, Prancis, Inggris, Kanada, Amerika Serikat, dan lepang.

Dengan demikian Indonesia bisa menjadikan rumput laut sebagai komoditas andalan penghasil devisa negara. Hal itu bukan lagi perkara mustahil jika melihat hasil penelitian kantong rumput laut berkarbon di Wakatobi sangat memuaskan. Tunas rumput laut bisa leluasa tumbuh sehingga produktivitas meningkat. agung wredho

Sumber: KoranJakarta

Budidayakan Kepiting Ekspor

Permintaan dari Jepang Mengalir

Demi keberlanjutan kegiatan ekspor daging rajungan ke Jepang, warga pesisir Galesong, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, didorong membudidayakan kepiting laut tersebut. Langkah itu sekaligus menjawab fenomena menyusutnya populasi rajungan di perairan Galesong dua tahun terakhir.

HiTiu.iw-.iti (32). pengusaha di Desa Bontosunggu. Kecamatan Galesong Utara. Kamis (8/9), mengatakan, pengusaha daging rajungan di Desa Bontosunggu mengaku sudah tidak mampu memenuhi pesanan eksportir setiap hari. Suplai ke sejumlah eksportir daging rajungan ke Jepang kini dilakukan seminggu sekali

Persediaan yang kian menipis akibat eksploitasi menyebabkan pengusaha sulit memenuhi permintaan ekspor daging rajungan ke Jepang yang terus meningkat dari 584 ton pada tahun 2007 menjadi 774 ton tahun lala

"Dulu, nelayan mampu mendapatkan 15-20 kilogram (kg) rajungan dengan berlayar sejauh 1 kilometer, tetapi kini rata-rata hanya dapat 1-2 ekor," katanya.

Kini nelayan harus berlayar hingga Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep) dan Barru untuk mendapatkan rajungan.

Kondisi serupa dialami Hos-mah (38), pengusaha lainnya Minimnya pasokan dari nelayan membuat dia beralih menekuni usaha telur ikan terbang. Ia pernah memodali nelayan Rp 5 juta agar mencari rajungan ke Pangkep dan Barru, tetapi rugi karena umumnya rajungan sudah tidak segar lagi.

Bontosunggu dikenal sebagai sentra usaha daging rajungan. Di desa ini terdapat 10 pengusaha kepiting dengan 200 nelayan. Namun, merosotnya bahan baku rajungan membuat satu per satu usaha gulung tikar. Kini tinggal tersisa tiga UMKM. Mereka masih menyuplai daging kepiting ke sejumlah eksportir, seperti PT Nuansa Cipta Magello, PT Phillips Seafood Indonesia, dan PT Makmur Hasil Bahari seharga Rp 125.000 per kg.

Agar usaha itu kembali menggeliat, pengusaha dan nelayan membenihkan rajungan. Di bawah bimbingan tim dari Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Hasanuddin (Unhas), warga memanfaatkan bak-bak bekas pembenihan udang di belakang rumah masing-masing.

Guru Besar Perikanan dan Kelautan Unhas Yushinta Fujaya mengatakan, pembenihan yang telah diuji coba sejak dua bulan lalu berhasil mengembangbiak-kan induk rajungan. Apalagi, pembibitan menggunakan bak-bak bekas pembenihan udang berukuran 2x5 metermampu memacu tingkat kehidupan anakan rajungan. Satu ekor induk berbobot 100 gram bisa menuai 150.000 anakan.

Tambak mendangkal

Kontras dengan geliat ekonomi di Galesong, kehidupan warga di pesisir Teritip Mangkrak, Balikpapan, Kalimantan Timur, justru murung. Sekitar 150 hektar tambak milik warga setempat tidak terurus dan tak ditebari benur ikan dan udang. Pendangkalan tambak yang tidak terkendali menjadi penyebab. Selain itu, petambak menduga air tambak mengandung minyak. Siduriyani. petambak warga Pantai Empang RT 7 Teritip, mengatakan, sudah 10 tahun tambaknya tidak aktif. Halwin. warga RT 20 Gunung Tembak, Teritip, mengutarakan, tahun 2005 ia pernah menekuni usaha tambak. Ia gulung tikar karena lahan tidak produktif.

Sumber : Kompas

Penyakit Udang : Penyakit Yellowhead

Penyebab : Yellow Head Virus (YHD), corona-like RNA virus (genus Okavirus, family Ronaviridae dan ordo Nidovirales)

Bio – Ekoloi Patogen :
• Krustase yang sensitif terhadap infeksi virus ini antara lain: Penaeus monodon, P. merguensis, P. semisulcatus, Metapenaeus ensis, Litopenaeus vannamei, dll.
• Udang windu merupakan jenis udang yang sangat sensitif, pada kasus akut dapat mengakibatkan kematian hingga 100% dalam tempo 3.5 hari sejak pertama kali gejala klinis muncul.
• Penularan terjadi secara horizontal melalui air atau kanibalisme terhadap udang yang sedang sakit atau pakan yang terinfeksi virus.
• Post larvae (PL) udang windu berumur < 15 hari relatif resisters terhadap infeksi virus ini dibandingkan dengan PL yang berumur 20-25 hari atau juvenil.
• Secara molekuler (sequencing DNA) dari produk reverse-transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) virus yellow head memiliki kemiripan dengan gill-associated virus (GAV), meskipun berbeda jenis atau strain.

Gejala Klinis
• Juvenil udang berukuran antara 5-15 gram memiliki nafsu makan yang tinggi (abnormal) selama beberapa hari, untuk selanjutnya berhenti (menolak) makan secara tiba-tiba.
• Sekitar 3 hari setelah menolak makan, mulai terjadi kematian massal
• Udang yang sekarat berkumpul di dekat permukaan air atau ke sisi pematang kolam/tambak
• Insang berwarna putih, kuning atau coklat
• Cephalothorax berwarna kekuningan, sedangkan bagian tubuh lain berwarna pucat

Penyakit ini dapat menimbulkan kematian massal dalam waktu 2-4 hari

Diagnosa :
Polymerase Chain Reaction (PCR)

Pengendalian :
• Gunakan benur yang benar-benar bebas YHV/SPF
• Menjaga status kesehatan udang agar selalu prima melalui pemberian pakan yang tepat jumlah dan mutu
• Menjaga kualitas lingkungan budidaya agar tidak menimbulkan stress bagi udang
• Lakukan pemanenan di tambak/kolam pada saat terjadinya serangan penyakit, pemanenan dini tidak dapat mengurangi tetapi hanya mengeliminasi kerugian ekonomi.

sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan

Beberapa potensi lahan untuk budidaya ikan air tawar

Ada 2 potensi lahan untuk budidaya ikan air tawaar yaitu potensi untuk kolam serta potensi lahan perairan umum.

1. Kolam
Ketersediaan air dan lahan untuk budidaya ikan merupakan suatu kebutuhan, air dan lahan merupakan media hidup ikan dan sumber daya perikanan. Tempat media hidup untuk budidaya ikan yang cocok yaitu lahan yang memiliki sumber air. Sumber air itu bisa berasal dari sungai, irigasi ataupun sumber mata air.
Daerah dataran rendah maupun dataran tinggi bisa dilakukan tempat untuk budidaya ikan asal ketersediaan air untuk budidaya ikan cukup. Kolam dapat dibuat dipekarangan rumah sedangkan untuk balong atau empang bisa dibangun di luar pekarangan rumah. Budidaya ikan ini juga dapat dilakukan di sawah sebagai minapadi.

Potensi lahan budidaya ikan :
1. Danau : 1.800.000 Ha
2. Waduk : 50.000 Ha
3. Lahan yang sesuai untuk kolam dan minapadi : 650.000 Ha
(Kartamiharja, et.al.,2007)


2. Perairan umum ( Danau, waduk, sungai, saluran irigasi)
perairan umum yang meliputi danau, rawa, waduk, sungai kesemuanya merupakan potensi bagi budidaya ikan.
budidaya ikan di perairan umum dapat dilakukan dengan cara karamba, karamba jaring apung, maupun dengan hampang.

sumber: http://hobiikan.blogspot.com

Penyerapan Karbon Bisa Sebabkan Kerusakan Biota Laut

Peneliti pada Museum Nasional Sejarah Alam Smithsonian Institution Washington Amerika, Nancy Knowlton mengatakan potensi penyerapan karbon (carbon sink) oleh laut memang besar akan tetapi hal tersebut dapat mengakibatkan rusaknya kehidupan biota laut. Hal tersebut dijelaskan Nancy dalam diskusi tentang keanekaragaman terumbu karang di Komunitas Utan Kayu, Jakarta, Kamis. “Laut memang menyimpan potensi penyerapan karbon besar tetapi dampaknya bisa mengakibatkan kadar air laut menjadi asam (asidifikasi) yang bisa menyebabkan kerusakan biota laut,” kata Nancy yang datang ke Indonesia sebagai salah satu peneliti dari Amerika Serikat pada Konferensi Kelautan Dunia (WOC) di Manado. Kerusakan biota laut seperti karang karena asidifikasi antara lain pemutihan karang (bleaching), osteoporosis terumbu karang dan sedimentasi.

Nancy mengatakan kerusakan terumbu karang memang telah berlangsung sejak lama, misalnya sekitar 80 persen terumbu karang di Karibia telah hilang selama 30 tahun sejak 1977. Dia juga menyebutkan terumbu karang di Indonesia Timur dan Papua Nugini tinggal 68 persen, sedangkan kawasan Indonesia Barat tinggal 29 persen.Kerusakan pada terumbu karang, katanya, bisa merusak simbiosis antara terumbu karang dan alga simbiotik yang terjadi karena suhu air laut yang meningkat dan kadar mineral yang tinggi (eutropic). Kematian massal biota laut juga bisa terjadi apabila suhu air laut meningkat secara mendadak atau meningkat sampai diatas suhu yang bisa ditoleransi oleh biot laut. Nancy mengatakan peningkatan suhu laut juga mengikuti peningkatan kadar karbondioksida yaitu bila suhu meningkat satu derajat maka kadar Co2 mencapai 375 ppm (part per milion), bila meningkat dua derajat maka kadar bisa menjadi 450 - 500 ppm, dan bila meningkat tiga derajat maka kadar meningkat menjadi diatas 500 ppm. Usaha konservasi terhadap biota laut termasuk terumbu karang, katanya, bisa berhasil dilakukan apabila memang terkait langsung dengan ekonomi masyarakat di daerah tersebut. Misalnya dia mencontohkan di Negara Palau, konservasi terumbu karang bisa berhasil karena masyarakat mengandalkan wisata bahari seperti menyelam pada terumbu karang di daerah tersebut. Nancy juga menyebutkan bahwa nilai ekonomis terumbu karang di dunia seperti dari makanan, perikanan, keanekaragaman dan wisata bahari secara global mencapi 29,8 miliar dolar AS per tahunnya. Sedangkan di Hawai, nilai ekonomis terumbu karang bisa mencapai mencapai 361 juta dolar AS untuk non ekstraktif dan 3 juta dolar AS untuk perikanan pesisir. “Sedangkan di Indonesia bisa mencapai 1,6 miliar dolar AS per tahunnya,” tambah Nancy.

sumber: ANTARA News

KKP Kembangkan Pengolahan Air Laut

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengembangkan pengolahan air laut khususnya air laut dalam (deep sea water) untuk dapat dimanfaatkan bagi kebutuhan manusia dalam mengatasi krisis air di masa depan.

"Air laut dalam dikemas dan dipasarkan dalam botol sebagai air mineral setelah melalui proses desalinasi." kata Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad yang disampaikan Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi KKP Yulistyo Mudho dalam siaran persnya di Padang.

Menurut dia, air laut dalam dengan kandungan mineralnya setelah diolah dengan proses desalinasi, sangat penting dan bermanfaat untuk suplai air bersih bagi kelangsungan hidup dan kesehatan tubuh manusia.

Proses desalinasi itu. kata Fadel,juga akan menghasilkan garam berkualitas tinggi dan dapat diaplikasikan untuk berbagai kegunaan yaitu untuk budidaya perikanan, budidaya pertanian, bahan kosmetik, obat-obatan, serta sebagai pendingin ruangan.

"Dalam pembangunan industri air laut dalam, Indonesia memulai dengan kapasitas produksi air mineral laut dalam skala kecil, yaitu mulai dari kapasitas sedot air laut dalam 10-15 ton/hari dengan aplikasi sistem bergerak," ujarnya.

Kini, kata Fadel, kegiatan industri air laut dalam meningkat kapasitas sedotnya menjadi 40-60 ton/hari dengan menggunakan dua kapal berukuran 60-100 GT.

"Sedangkan investasi yang digunakan untuk mengembangkan industri air laut dalam pada tahap awal dengan kapasitas kecil dibutuh-kan dana Rp 15 miliar," tuturnya.

Fadel menambahkan, berdasarkan hasil penelitian KKP bahwa ada beberapa lokasi di perairan Indonesia yang sangat baik digunakan sebagai sumber air mineral dari air laut dalam, seperti di Nusa Penida dan Gondol Provinsi Bali. Selat Lombok, dan perairan sekitar Pulau Biak.

Selain itu juga di perairan di sekitar Pelabuhan Ratu, Provinsi Jawa Barat, perairan sekitar Ujung Pandang, Provinsi Sulawesi Selatan, Perairan Bima dan Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan Perairan Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Dia menambahkan, penyediaan air mineral dari air laut dalam merupakan suatu kegiatan yang bersifat strategis untuk mengantisipasi kemungkinan krisis air bersih di masa mendatang,

Sumber : Investor Daily

Alasan Kenapa Ikan dibudidayakan

Ikan merupakan jenis hewan yang menyediakan makanan bagi manusia. Manusia dalam kehidupan sehari-harinya membutuhkan karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan protein. Disamping Protein dari hewan darat ikan juga menyediakan protein yang tinggi bagi manusia. Nilai giji yang dimiliki oleh daging ikan sangat baik hal ini dikarenakan bahwa daging ikan memiliki nilai cerna dan nilai biologis yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan hewan lainnya.

Protein pada ikan mengandung asam amino esensial sempurna. semua jenis asam amino essensial yang ada pada ikan yaitu : Leusin, Lisin, Iso Leusin, tripthophan dan lain-lain.

daging ikan terdiri :
1. Protein 15-24%
2. Glikogen / karbohidrat 1-3%
3. Lemak 1 - 22%
4. Air 66 - 84%
5. dan bahan organik lain sebesar 0,8-2%
6. omega 3
7. EPA
8. DHA

omega 3, EPA, DHA bermanfaat untuk kecerdasan otak