Senin, 02 Agustus 2010

Penelitian Rumput Laut Primadona Kurang Berkembang

Pengembangan penelitian dan pemanfaatan rumput laut (mi-kroalga) masih sedikit. Dari 682 jenis algae yang ditemukan di Indonesia, baru sekitar 20 spesies yang dikembangkan. Dari jumlah itu, ada tiga jenis saja yang menjadi primadona industri.

Ketua ikatan Fikologi Indonesia (IFI), Rachmaniar Rachmat mengatakan, pemanfaatan dan penelitian rumput laut dan jenisnya di Indonesia, belum mencapai 10 persen. "Penelitian yang ada diawali dari jenis-jenis yang sudah umum saja. Penelitian ke jenis lainnya masih belum berkembang, padahal potensinya besar," ujar Rachmaniar yang juga peneliti di Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), di Jakarta belum lama ini.

Menurutnya, ada beberapa jenis rumput laut yang sudah menjadi primadona, yaitu Eucheuma cottonii dan Gracillaria verucosa yang sering dipakai untukpembuatan agar-agar. Kedua jenis ini menjadi rumput laut primadona komoditas ekspor maupun bahan baku industri pengolahan dalam negeri.Ia mengatakan, para ilmuan peneliti rumput laut menyadari bahwa rumput laut dan mikroalga harus terus diteliti dan dikembangkan sehingga jumlah dan jenis yang dimanfaatkan semakin meningkat. Dengan demikian, pemanfaatan kedua sumber daya alam tersebut lebih optimal tercapai. Selama ini, menurutnya, pemanfaatannya lebih sebagai sumber fikokoloid atau sebagai sayuran.

Kurangnya penelitian dalam mikroalga juga disampaikan oleh Peneliti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jana Anggadiredja. Menurutnya, penelitian soal rumput laut baru berkembang pada 1980-an. Ia mengatakan, penelitian rumput laut kurang diminati karena dananya kecil, perhatian pemerintahrendah, industri belum berkembang pesat.

Ironisnya, permintaan rumput laut cukup besar. Jana yang bergabung dalam Indonesian Seaweed Society (ISS) menegaskan, pemerintah saat itu tak menjadikan rumput laut sebagai target untuk menjadi komoditas unggulan. Padahal, pihaknya berpikir bahwa pengembangan rumput lauat merupakan salah satu solusi peningkatan perekonomian masyarakat di wilayah pesisir yang umumnya rakyat kurang mampu.

Menurutnya, bidang yang bergerak dalam rumput laut hanyalah peneliti dan industri. Indonesia sendiri, menurutnya, hanya mengembangkan dan membudidayakan beberapa jenis yang menjadi primadona saja. "Padahal, masih banyak jenis alga lain yang sangat potensial untuk dikembangkan," ujarnya.Saat ini, penelitian rumput laut diharapkan bisa mengembangkan jenis pri-madona lain dan potensi baru. Jenis-jenis lain yang potensial menjadi primadona adalah spesies untuk bioe-thanol, alternatif pangan, dan lain-lain. "Hanya, ada beberapa jenis seperti sargo-. sum yang terkendala dalam hal budi dayanya," ujarnya.

Awalnya, penelitian soal mikroalga dilakukan di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara, dengan dukungan dari industri. Setelah itu, penelitian dan pengembangan rumput laut pun berkembang di Bali dan Sulawesi Selatan, dan menyebar ke beberapa daerah.Benih untuk jenis Coto-nii, tadinya berasal dari Filipina. "Waktu itu kita membawa sebanyak 1.950 gram. Jumlah itu cukup untuk dikembangkan dan menjadi primadona hingga sekarang, termasuk rumput laut genus Glacillaria yang berasal dari Taiwan. Saat ini, kita tak perlu impor benih. Kita bisa kuasai benih sendiri," ujarnya.dewi mardiani. *d andina



Sumber: Republika, 29 Juni 2010

Kolam Bekas Timah Menjadi Kolam Ikan

Lubang bekas galian tambang timah yang menyerupai kubangan di Provinsi Bangka Belitung yang selama ini tidak menghasilkan apa-apa, tampaknya akan segera berubah. Kementerian Kelautan dan Perikanan ingin memanfaatkan lubang bekas tambang yang menyerupai kolam-kolam raksasa tersebut untuk budidaya ikan konsumsi.

Adapun, beberapa jenis ikan yang akan dibudidayakan di kolam-kolam tersebut, antara lain ikan nila, bawal, gurame dan ikan mas. Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad bilang, saat ini di Bangka Belitung terdapat sekitar 100 hektare (ha) lahan bekas galian tambang yang berpotensi untuk budidaya ikan. Lokasinya tersebar di beberapa wila-yah. "Secara bertahap, kita akan sebarkan benih di lokasi tersebut," ujar Fadel usai melepas benih ikan di Sungai Liat, Bangka Belitung, Rabu (7/7).

Gubernur Bangka Belitung, Eko Maulana Ali bilang, selama ini Pemerintah Daerah Bangka Belitung mengabaikan potensi perikanan darat tersebut. Pasalnya, selama ini, mereka menganggap lubang bekas galian tersebut tidak punya manfaat Namun kini, lubang-lubang bekas galian timah tersebut bisa menjadi lahan bagi para pembudidaya ikan. Mereka tidak perlu lagi investasi untuk membuat kolam atau tambak sendiri.

Ketika kolong tersebut dijadikan kolam ikan, maka masyarakat tinggal melakukan perawatan saja dan memberi makan ikan saja. "Ikan budidaya dan rumput laut kinimenjadi fokus pembangunan kami," kata Eko.

Fadel mengatakan, tahun 2010 ini Pemerintah Provinsi Bangka Belitung hanya kebagian dana pengembangan perikanan sebesar Rp 7,3 miliar dari KKP. Namun, KKP akan menambah anggaran tersebut menjadi Rp 17 miliar sampai Rp 20 miliar. Karena, "Saya melihat ada kesempatan pertumbuhan produksi untuk rumput laut dan perikanan," jelasnya

Tak semua aman

Namun, tidak semua bekas galian tambang bisa dijadikan kolam budidaya. "Karena tidak semuanya aman," kata Yulistio, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bangka Belitung.

Menurutnya, ada syarat khusus agar sebuah lubang galian bisa dijadikan kolam budidaya. Yaitu, umur lubang galian tersebut harus di atas 10 tahun bahkan di atas 15 tahun. Pasalnya, jika sudah mencapai usia tersebut, maka kadar PH (keasaman) tanah di sekitar lubang galian sudah mulai turun, sehingga aman bagi perkembangbiakan ikan.

Sementara rti kolam-kolam bekas tambang timah yang umurnya muda, kadar PH tanahnya masih sangat tinggi. Selain itu, bekas tambang galian baru juga masih memiliki kandungan mineral yang cukup tinggi. Kandungan mineral tersebut berbahaya bagi ikan, termasuk bagi orang yang mengkonsumsi ikan tersebut.

Yulistio menambahkan, di antara sekian banyak lubang-lubang bekas tambang timah yang tersebar hingga pelosok-pelosok tersebut, tidak banyak yang memenuhi syarat aman untuk budidaya ikan.

Dari pengamatan KONTAN, cara pemanfaatan kolam bekas tambang timah tersebut belum tersosialisasikan dengan baik sehingga belum banyak yang mengetahuinya.
Asnil Bambani Amri



Sumber : Harian Kontan 9 Juli 2010,hal.15

Pola Budidaya Udang Dibenahi

Pola budidaya udang vaname mulai diperbaiki untuk mengatasi serangan penyakit udang. Langkah yang ditempuh di antaranya mengurangi kepadatan tebar benih udang (benur) dari 200 ekor per meter persegi menjadi maksimum 100 ekor per m2.

Direktur Produksi Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Iskandar Isma-nadji kepada pers di Jakarta, Kamis (8/7), mengemukakan, upaya pengurangan padat penebaran benur sudah disepakati dengan asosiasi petambak udang intensif yang tergabung dalam Shrimp Club Indonesia (SCT)."Pengurangan padat tebar benur dalam tambak diharapkan menekan serangan penyakit," ujar Iskandar.

Upaya lain yang dilakukan adalah menerapkan teknik penyaringan ganda dalam pengelolaan air tambak. Sisa air tambak udang dipakai sementara untuk budidaya ikan nila dan mujair sebelum dimanfaatkan kembali untuk budidaya udang.Lendir ikan nila dan mujair, ujar Iskandar, diperkirakan mampu mematikan virus udang. Sejak tahun 2009, serangan virusudang vaname yang marak meliputi virus myo {infectious myo necrosis virus) dan bintik putih (white spot syndrome virus).Uji coba budidaya nila di tambak udang, antara lain, mulai diterapkan di Jawa Timur (Banyuwangi dan Situbondo). Nila itu ditebar di tambak dengan kepadatan benih nila berkisar 10-25 ekor per meter persegi.

Revitalisasi tersendat

Sementara itu, program revitalisasi tambak udang telantar seluas 1.000 hektar (ha) yang dicanangkan pemerintah hingga kini belum bisa terlaksana. Program" itu sedang diuji coba di Jawa Timur.Iskandar mengungkapkan, hingga kini revitalisasi tambak terganjal akses permodalan. Bank Jatim, yang diharapkan memberikan kredit, nyatanya sulit menyalurkan pinjaman ke petambak dengan alasan tidak ada penjaminan.

"Kepercayaan bank terhadap petambak udang, khususnya skala kecil, masih sulit. Padahal, petambak ini yang seharusnya dibantu," ujar Iskandar.Ia menambahkan, pemerintah tidak memiliki alokasi anggaranuntuk memberikan jaminan kredit revitalisasi. Sementara itu, perusahaan dan eksportir mitra petambak juga masih sulit diharapkan untuk memberikan jaminan kredit petambak ke perbankan. (LKT)




Sumber : Kompas 09 Juli 2010

Wajib Tebar Benih di Laut

Mulai Agustus 2010, pengusaha penangkapan ikan wajib menerapkan sistem restocking
Asnil Bambani Amri


PANGKALPINANG. Pemerintah mulai mengurai masalah perikanan nasional. Kali ini. giliran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berencana membikin kesepakatan untuk mengatur kuota produksi ikan. Tujuannya, agar tidak terjadi overfishing dan penangkapan ikan secara besar-besaran.

Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad menyatakan, bila produksi perikanan tidak diatur, ia khawatir akan terjadi penurunan produksi ikan dalam skala besar. Itu sebabnya, ia berharap ada kesepakatan untuk menyusun angka produksi di setiap daerah.

Selanjutnya, angka tersebut akan menjadi acuan kuota penangkapan ikan di wilayah masing-masing. "Penetapan kuotanya nanti akan dikuatkan dengan peraturan menteri," jelas Fadel di Pangkal Pinang, Bangka Belitung usai membuka acara Forum Koordinasi Pengelolaan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan (FPPKS), Rabu (7/7).

Saat ini, Indonesia memiliki 11 wilayah pengembangan perikanan (WPP). Setiap WPP terdiri dari tiga provinsi yang pengelolaanya dilakukan secara bersama-sama. Sayangnya, model pengelolaan seperti itu rawan konflik. Contohnya, konflik antarnelayan di Larantuka "Konflik terjadi kare.na adanya nelayan andon (berpindah-pindah)," jelas Fadel. .

Masalah konflik nelayan antardaerah itu akan menjadi fokus bersama dalam pembahasan FKPPS kali ini. Selain itu, FKPPS diharapkan membuat rencana aksi untuk menjaga agar tidak terjadi over fishing. "Termasuk juga pengawasan yang harus dilakukan untuk mengurangi illegal fishing," terang Fadel.

Abdullah Habibi, Capture Fisheries Coordinator WWF Indonesia mendukung upayapemerintah ini. Menurutnya, Indonesia harus membuat kebijakan penangkapan ikan yang ramah lingkungan dan memiliki asas keberlangsungan. "Pengusaha perikanan jangan memikirkan menangkap saja, tetapi juga harus memikirkan juga keberlangsungannya," tandas Abdullah.

Abdullah juga mengingatkan, pasar ikan di Amerika Serikat dan Eropa sudah mulai sadar untuk membeli ikan yang ramah lingkungan dan memperhatikan faktor keberlangsungan hayatinya. "Wal-mart, ritel modern AS, sekarang mensyaratkan ikan yang masuk merupakan ikan yang sudah memiliki sertifikat ramah lingkungan," katanya.

Menebar ikan

Pemerintah tampaknya tidak tinggal diam dengan tuntutan keberlangsungan hayatidan ketersediaan ikan. Ditjen Perikanan Tangkap KKP membikin kebyakan yang mewajibkan pengusaha melakukan restocking ikan untuk mendapatkan izin tangkap. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Dedi Sutisna menyatakan, aturan itu akan berlaku efektif mulai bulan Agustus 2010 mendatang. "Setiap perusahaan yang mengurus izin harus melakukan restocking ikan 1.000 ekor untuk ditebarkan di laut," kata Dedi. Perusahaan yang ingin memperpanjang izin pun harus melakukan restocking lagi sebanyak 1.000 ekor.

Nantinya, benih ikan yang akan dijadikan restocking itu akan disediakan oleh balai pembenihan ikan milik KKP di Bali, Situbondo, Lombok, Lampung, dan Batam. Adapun jenis benih ikan untuk restocking itu adalah kerapu, udang, bawal, dankakap.. Benih tersebut akan ditebar di lokasi laut yang sesuai habitat jenis ikannya.

Restocking ini harus dilakukan agar, produksi ikan di 44 titik dari 11 wilayah laut bisa meningkat. Maklum, dari 44titik tersebut, papar Dedi, hanya delapan titik yang keterangan yang mencukupi. "Sisanya masuk kategori merah atau mengalami kelebihan penangkapan dan ikannya sudah berkurang," jelas Dedi.

Dedi menegaskan, restocking ikan ini sudah disosiali-sasikan dengan kepala dinas kelautan dan perikanan seluruh provinsi. Pemerintah juga sudah meminta masukan dari kalangan pengusaha penangkapan ikan. Dedi berharap, asosiasi pengusaha penangkapan ikan akan mengumpulkan anggotanya dan secara serentak mela-kukan restocking. "Fungsi asosiasi sangat penting dalam program ini," jelasnya

Namun, Abdullah tetap mengkhawatirkan ketersediaan benih untuk restocking ini. Menurutnya, produksi benih ikan laut dari balai pembenihan milik KKP tidak mencukupi kebutuhan dari pelaku usaha perikanan tangkap. Seban, jika pengusaha perikanan tangkap diwajibkan menebar benih ikan, tentu akan terjadi kenaikan permintaan benih ikan laut. "Saya khawatir, benih yang dibutuhkan itu tidak tersedia," terangnya.



Sumber : Harian Kontan 08 Juli 2010

Perbankan Dukung Usaha Rumput Laut

JAKARTA - Perbankan nasional siap mendukung pengembangan industri rumput laut menyusul besarnya potensi komoditas kelautan itu menghasilkan keuntungan. Dukungan perbankan berupa kredit usaha mikro, kecil, dan menengah siap digelontorkan dengan syarat pembudidaya rumput laut segera membuka peluang usaha.

Analis Muda Senior Bank lndo-nesia (BI) Cabang Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) Jacob Dos Amaral yang berbicara di hadapan pembudidaya rumput laut asal Waingapu, NTT belum lama ini menegaskan dukungan nyata perbankan bisa melalui Koperasi Unit Desa. Bank Indonesia melalui perbankan BUMN dan swasta nasional, kata Amaral, siap menggelontorkan kredit mikro ke kelompok budidaya yang tergabung dalam sentra mina-politan rumput laut

Sementara itu, di Manado, Sulawesi Utara, pekan lalu Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah menegaskan BI memfasilitasi pengembangan rumput laut di provinsi itu dengan menggandeng pakar rumput laut Prancis untuk peningkatan riset dan pengembangan kualitas.

"Kunjungan ke pusat penelitian dan pengembangan rumput laut Center for Study and Promotion of Algae Perancis telah dilakukan, dan apa yang didapat di negara tersebut saat ini sedang dilakukan penelitian bagaimana kualitas dihasilkan terbaik," kata Halim dikutip Antara.

Maksud kerja sama Prancis tersebut, kata Alamsyah, agar rumput laut yang dibudidayakan petani berproduksi maksimal serta kemudian diolah menjadi produk bernilai ekonomis tinggi.

"Selain Manado, beberapa daerah lain di Indonesia yang menjadi penghasil rumput laut tropis, menjadi fokus perhatian BI untuk dikembangkan lebih lanjut," kata Alamsyah.

Menurut Alamsyah, bantuan fasilitasi dan teknis terhadap pengembangan rumput laut merupakan wujud dukungan BI terhadap pengembangan sektor riil.

"Undang-Undang BI Nomor 23 tahun 1999 dan telah diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2009, maka BI tidak lagi memberikan fasilitas pembiayaan tetapi hanya "boleh memberikan fasilitasi dan bantuan teknis," kata Alamsyah.

Upaya yang telah dilakukan BI dalam hal ini, di antaranya membentuk kelompok-kelompok kerja (Pokja) sektor perikanan budidaya, untuk membahas berbagai kendala serta meningkatkan intermediasi bank.

Pelatihan UM KM

Selain itu, BI telah melaksanakan pelatihan Business Development Service Provider, yang tujuannya membantu menghubungkan kapabilitas sektor Usaha Mikro Kecil Menengah(UMKM) dengan perbankan.

Dos Amaral menambahkan, Koperasi Unit Desa (KUD) bisa menjadi perantara atau specialpurpouse vehicle (SPV) pengkreditan mikro tersebut ke bank BUMN dan bank swasta nasional lainnya.

"Karena aktivitas bisnis rumput laut sudah berjalan, otomatis perbankan akan mudah membiayai. Kredit mikro bisa diajukan melalui koperasi. Pembiayaan bermaksud meningkatkan kapasitas produksi," Dos Amaral.

BI Cabang Kupang, lanjut Amaral, sudah memprioritaskan pengembangan rumput laut sejak tahun 2007. Dia mengakui, melalui gugus tugas (task force), pemda provinsi NTT sudah menandatangani kontrak dengan BI guna mendukung pengembangan industri rumput laut melalui pembiayaan usaha mikro.

Direktur Utama Bank Sulut Jeffry Wurangian mengakui, perhatian BI terhadap pengembangan rumput laut Sulut merupakan langkah positif mengingat rumput laut masuk program revitalisasi daerah ini.


Sumber: Investor Daily 21 juli 2010

Perhatikan Nelayan dan Investasi Semen

Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo meminta Pemerintah Kabupaten Rembang memikirkan investasi bagi para nelayan kecil dan membuka peluang investasi bagi PT Semen Gresik Hal itu penting karena Kabupaten Rembang memiliki sumber daya laut dan bahan baku mineral atau pertambangan.

Gubernur menyampaikan permintaan tersebut saat pelantikan Bupati Rembang Moch Salim dan Wakil Bupati Rembang Abdul Hafidz untuk periode 2010-2015 di Gedung DPRD Kabupaten Rembang, Selasa (20/7).

Menurut Bibit, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah mengusulkan pembuatan 1.000 .kapal berbobot mati 30 gross ton (GT) secara nasional. Dari jumlah itu, Jateng meminta 100 kapal yang nantinya akan dibagikansecara merata di daerah-daerah pesisir, salah satunya adalah Rembang.

Kapal-kapal itu diberikan kepada nelayan-nelayan kecil yang mencari ikan di dalam batas 12 mil dari pantai. Tujuannya untuk memberi peluang bagi nelayan kecil berlayar lebih jauh lagi sehingga dapat menangkap ikan-ikan besar. "Selama ini mereka hanya mendapat ikan-ikan kecil yang jumlahnya sangat ter-batas dan kerap kali harus berebut tangkapan dengan nelayan-nelayan lain. Pada tahun ini secara nasional baru terealisasi 60 kapal dan Jateng hanya mendapat enam kapal," kata Bibit Waluyo.

Menyangkut Semen Gresik, Bibit berharap segenap kalangan di Kabupaten Rembang membuka peluang masuknya investasi PT Semen Gresik ke daerah tersebut karena investasi itu akanmenciptakan lapangan kerja baru dan mengurangi pengangguran. "Saya berharap masyarakat tidak menolak dan menghambat rencana tersebut Namun, syaratnya pembangunan itu tidak merusak lingkungan," kata Bibit

Secara terpisah, mantan Wakil Bupati Rembang Yaqut Cholil Quomas mengemukakan, Bupati dan Wakil Bupati Rembang baru perlu meningkatkan ekonomi nelayan kecil yang saat ini kesulitan mendapatkan ikan. Ban-tuan-bantuan modal jangan melulu diberikan kepada para juragan kapal.

"Terkait dengan masuknya PT Semen Gresik di Rembang perlu didahului dengan penelitian layak atau tidaknya kawasan itu untuk penambangan skala besar. Jika layak dan tidak merugikan, silakan direalisasi. Namun, jika tidak, harus ditolak," kata Yaqut Cholil Quomas.


sumber: Kompas 21 Juli 2010 hal.22