Minggu, 21 Agustus 2011

Petani Garam Butuh Insentif Revitalisasi Tambak

Oleh Amrozi Amenan

MADURA - Petani garam di wilayah Madura yakni Sampang, Pamekasan, dan Sumenep mendesak pemerintah segera menggulirkan program revitalisasi tambak untuk meningkatkan kualitas produk garam rakyat. Bila program ini digulirkan, petani yakin kualitas produk garam mereka akan sepadan dengan garam kualitas premium yang kini diimpor dari India.

Hal itu disampaikan Pimpinan Presidium Aliansi Petani Garam Rakyat Indonesia HM Hisyam, Ketua Asosiasi Petani Garam Pamekasan Faishal Baidlawi, Ketua Asosiasi Petani Garam Sampang M Jakfar Sodikin di Madura, Kamis (18/8).

Menurut Hisyam, petani akan siap meningkatkan kualitas produk garam pascakebijakan yang digulirkan pemerintah. Kebijakan pemerintah yang pro-petani terutama terkait harga garam. Pemerintah diminta memberi insentif revitalisasi tambak. Revitalisasi mencakup perbaikan tambak, penambahan dan perbaikan infrastruktur jalan dan logistik pergudangan. "Bahkan, tak hanya peningkatan jumlah produksi, petani juga siap menjamin kualitas produksi garam mereka kalau ada dukungan dari pemerintah terhadap upaya-upaya ke arah revitalisasi," tandas Hisyam.

Ketua Asosiasi Petani Garam Sampang M Jakfar Sodikin menegaskan, revitalisasi tambak menjadi sesuatu yang mendesak bila produksi garam rakyat ingin dipacu. Fakta di lapangan memperlihatkan kebutuhan garam dalam negeri masih dipenuhi dari impor. Revitalisasi tambak di Madura bisa difokuskan pada pembuatan tanggul yang lebih tinggi serta perbaikan saluran air baik primer maupun sekunder. "Kami yakin dengan perbaikan sarana tambak tersebut, petani di Madura akan bisa meningkatkan kualitas produknya," ujar dia.

Petani, sambung dia, tidak mungkin bisa sendirian menjalankan revitalisasi tambak dalam kerangka perbaikan kualitas produksi. Sebab, selain membutuhkan dana dalam jumlah besar dan memakan waktu lama. "Dengan demikian perlu kerja sama semua pemangku kepentingan terkait upaya memajukan garam rakyat," katanya.

Ketua Asosiasi Petani Garam Pamekasan Faishal Baidlawi mengemukakan optimisme petani akan adanya perbaikan kualitas dan volume garam rakyat pascarevitalisasi tambak tidak berlebihan. Dalam kondisi terbatas namun didukung cuaca yang bagus tahun ini saja, petani Sampang bisa menghasilkan garamkualitas (K) 1. Meskipun volume garam yang dihasilkan tergolong kecil. "Kami perkirakan dengan revitalisasi serta didukung cuaca yang normal sama seperti 2009, produksi garam di Madura bisa ditingkatkan dari sekarang. Bisa menghasilkan 480 ribu ton dengan kualitas lebih baik, minimal sama dengan garam premium dari India," tandasnya.

Faishal menambahkan, sembari menunggu respon pemerintah terkait revitalisasi, dirinya bersama petani lain di Pamekasan berencana membuat satu mrnia ture pilot projectatau miniatur proyek percontohan terkait revitalisasi. "Bagaimanapun kami memiliki tanggungjawab moral pascaperbaikan harga garam saat ini untuk meningkatkan kualitas garam rakyat yang selama ini selalu menjadi kambing hitam bagi impor garam," katanya.

Jakfar mengakui, kebijakan pemerintah yang menaikkan harga garam belum lama ini berdampak positif bagi petani. Diketahui, pemerintah mematok harga garam untuk Kl (kualitas satu) sebesar Rp 750 per kg, dan K2 (kualitas dua) Rp 550 ribu kg.

Pugar KKP Tak Efektif Menurut Jakfar, petani di Madura juga menyambut positif program Pugar (Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat) yang digulirkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Namun, saat ini Pugar tidak efektif lagi karena program tersebut hanya mencakup pengadaan peralatan yang dibutuhkan di lahan tambak garam, misalnya kincir angin.

Sebaliknya, dana-tersebut tidak diperkenankan untuk perbaikan sarana. "Pugar hanya cocok untuk petani yang tidak punya tambak dan ingin memiliki tambak baru. Padahal saat ini petani sudah memiliki tambak. Yang diperlukan saat ini bukan peralatan tapi perbaikan sarana. Jadi ada Pugar atau tidak, tidak akan berpengaruh pada petani garam," tukasnya.

Menurut Hisyam, jika Pugar bertujuan mendukung peningkatan produktivitas petani garam di Madura, dana program tersebut harus bisa dipergunakan untuk perbaikan sarana tambak. "Hingga saat ini beberapa daerah juga belum menerima pencairan dana

Pugar, padahal dana itu dijanjikan akan direalisasikan sebelum April 2011," kata Hisyam.

Hisyam menegaskan, pihaknya yakin didukung cuaca cerah saat ini produksi garam Madura bisa mencapai 70% dari total konsumsi nasional. Produksi garam di Madura hingga hingga 8 Agustus 2011 telah mencapai 28.000 ribu ton atau 6% dari kapasitas produksi dengan sisa stok sekitar 7.500 ton. Kapasitas produksi garam rakyat di wilayah Madura bisa mencapai sekitar 480.000 ton.

Dia merinci produksi garam di Sampang dengan luas areal pegaram-an 4.200 ha menghasilkan garam sekitar 16.000 ton dengan sisa stok sekitar 4.000 ton. Di Pamekasan dengan luas areal pegaraman 900 ha menghasilkan garam sekitar 5.000 ton dengan sisa stok sekitar 1.500 ton. Sedangkan di Sumenep dengan luas areal pegaraman 1.400 ha menghasilkan garam sekitar 7.000 ton dengan sisa stok sekitar 2.000 ton.

Polemik Garam Impor

Faishal mengemukakan petani tidak keberatan dengan kebijakan importasi garam sepanjang impor tersebut untuk menutupi kekurangan stok. Namun demikian, dirinya masih menyayangkan adanya perbedaan pola penghitungan konsumsi dan stok garam nasional yang sangat menentukan jumlah garam yang akan diimpor. Dia berpendapat polemik antara Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan Kementerian Perdagangan terkait persoalan impor garam bertumpu pada ketidakakuratan data yang disuplai ke kedua kementerian tersebut

"Semuanya dimulai dari data yang tidak sesuai dengan fakta lapangan," ujar Fasihal.

Diketahui, Asosiasi Petani Garam Seluruh Indonesia (Apgasi) menyebut total produksi panen garam di Madura per Agustus 2011 mencapai 100.000 ton per musim. Volume stok tersebut meliputi Sampang 60.000 ton, Pamekasan 25.000 ton, Sumenep 15.000 ton. "Data Apgasi inilah yang dipegang KKP untuk menghitung jumlah kapasitas garam nasional," tegas Faishal.

Menurut Jakfar, data yang dimiliki asosiasi-asosiasi di Madura seperti Apegar, Aspag, dan A2PGRJ mencatat total produksi lebih rendah dibanding data yang dimiliki Apgasi. Untuk Sampang misalnya, data Aspag mencatat produksi garam 14.000 ton dengan stoknya hanya 4.000 ton. Pamekasan 4.000 ton dengan stoknya 1.000 ton, dan Sumenep 6.000 ton dengan stok 1.500 ton. Sehingga total produksi untuk Madura hanya mencapai 20.000 ton dengan stok garam mencapai 5.500 ton. Kapasitas produksi di tiga kabupaten di Madura bisa mencapai 480.000 ton dengan asumsi musim kemarau berlangsung 4-5 bulan.

sumber : http://www.kkp.go.id

Kamis, 04 Agustus 2011

Makanan Pencegah Rambut Rontok

Makanan bergizi untuk mengembalikan kekuatan akar rambut.

1. Ikan, telur dan kacang
Pada dasarnya rambut kita terdiri dari protein, karena itulah makanan tinggi protein sangat disarankan untuk menjaga kesehatan rambut. Pilih protein tanpa lemak, seperti ikan, daging ayam, telur, kacang almond, yogurt, atau tahu. Makanan tinggi lemak akan membuat kadar hormon testoteron pada pria menurun yang berdampak pada rambut rontok.

2. Zat besi
Zat besi memegang peran penting dalam pembuatan hemoglobin, bagian darah yang bertugas mengangkut oksigen ke seluruh organ dan jaringan tubuh. Bila kadar hemoglobin kita bagus, oksigen pun bisa didistribusi sempurna. Ini berarti, sirkulasi darah bisa sampai ke akar rambut, yang akan merangsang pertumbuhan rambut.
Tambahkan makanan mengandung zat besi dalam menu diet Anda sehari-hari. Makanan seperti telur, sayuran hijau, kismis, serta sereal gandum utuh, merupakan sumber zat besi yang baik. Selain itu konsumsi pula vitamin C karena vitamin ini meningkatkan kemampuan tubuh dalam menyerap zat besi.

3. Seafood
Pria yang mengalami kebotakan diketahui memiliki kekurangan zinc dalam tubuhnya. Zinc berperan dalam berbagai fungsi tubuh, mulai dari produksi sel hingga keseimbangan hormon, dan fungsi-fungsi ini memengaruhi pertumbuhan rambut. Selain itu, zinc berperan dalam kelenjar rambut yang "mengikat" akar rambut.
Bila kita kekurangan zinc, folikel rambut jadi lemah sehingga rambut mudah terlepas dari akarnya. Untuk mengatasinya, konsumsi makanan mengandung zinc tinggi, seperti daging merah, daging unggas, kacang, kerang, atau udang.

sumber : http://www.kompas.com/

PEMANFAATAN IKAN PEMAKAN PLANKTON (PLANKTON FEEDER) UNTUK MENGATASI BLOOMING ALGA DI DANAU/WADUK

Danau berfungsi sebagai pembangkit listrik tenaga air, perikanan dan pariwisata, sumber air irigasi untuk pertanian sehingga menyebabkan berbagai komponen masyarakat menggantungkan kehidupannya dari danau. Danau dimanfaatkan sebagai tempat pembudidayaan ikan karamba jaring terapung (KJA). Kegiatan budidaya ikan sistem KJA mengalami perkembangan pesat hingga mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi bagi masyarakat setempat. Tetapi kegiatan ini mulai berkurang karena sering terjadi kematian massal ikan yang menyebabkan kerugian usaha. Hal ini menyebabkan kerugian secara ekonomi bagi masyarakat ataupun Pemerintah Daerah setempat baik dari kegiatan usaha budidaya ikan dan pariwisata.

Dampak dari kegiatan budidaya ikan KJA yaitu terjadinya kasus kematian massal ikan dan ledakan alga diduga disebabkan oleh pelet/pakan ikan yang tidak termakan oleh ikan yang jatuh ke dasar danau kemudian meningkatkan unsur hara. Peningkatan unsur hara ini akan memacu pertumbuhan fitoplankton yang cepat. Unsur N dan P biasanya menjadi unsur utama dalam produktivitas primer (fitoplankton). Kondisi ini sangat memungkinkan alga untuk tumbuh berkembang dengan pesat (blooming) akibat ketersediaan fosfor yang berlebihan. Akibatnya eutrofikasi menjadi masalah bagi perairan danau/waduk yang dikenal dengan algal bloom. Algal bloom menyebabkan warna air yang menjadi kehijauan, berbau tidak sedap dan kekeruhannya menjadi semakin meningkat serta banyak enceng gondok, kualitas air menjadi sangat rendah yang diikuti oleh rendahnya konsentrasi oksigen terlarut. Hal ini menyebabkan ikan dan spesies lainnya tidak bisa tumbuh dengan baik pada akhirnya terjadi kematian massal ikan. Untuk memperbaiki kualitas perairan danau/waduk diperlukan suatu cara salah satunya dengan penggunaan bio-cleaning agent yaitu ikan yang memanfaatkan plankton (plankton feeder) yang blooming di danau. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas maka tujuan penulisan ini untuk mengetahui pemanfaatan ikan pemakan plankton (plankton feeder) untuk mengatasi blooming alga di danau/waduk.

Perairan dikatakan blooming fitoplankton jika kelimpahan fitoplanktonnya mencapai 5 x 106 sel/l (Goldman dan Horne, 1983). Akibatnya eutrofikasi menjadi masalah bagi perairan danau/waduk yang dikenal dengan algal bloom. Hal ini dikenali dengan warna air yang menjadi kehijauan, berbau tidak sedap dan kekeruhannya menjadi semakin meningkat serta banyak enceng gondok yang bertebaran di danau/waduk. Kualitas air di perairan danau/waduk menjadi sangat rendah yang diikuti oleh rendahnya konsentrasi oksigen terlarut, bahkan sampai batas nol. Hal ini menyebabkan ikan dan spesies lainnya tidak bisa tumbuh dengan baik pada akhirnya terjadi kematian massal ikan. Algal bloom juga menyebabkan hilangnya nilai konservasi, estetika, rekreasional dan pariwisata. Untuk menjaga agar kondisi waduk tidak terus menurun maka upaya pengelolaan yang perlu dilakukan di bidang perikanan budidaya yaitu salah satunya pemanfaatan ikan pemakan plankton (plankton feeder). Pemanfaatan ikan pemakan plankton (plankton feeder) merupakan pengendalian pencemaran biologis. Pengendalian secara biologis adalah pengendalian dengan menggunakan mahluk hidup secara alami, misalnya ikan sebagai sarana pengendalian. Pengendalian secara biologis berarti pengrusakan atau penghambatan terhadap suatu organisme oleh organisme lain. Cara yang dilakukan sebagai pengendalian secara biologis adalah dengan penebaran/budidaya ikan-ikan penting ke perairan danau/waduk. Beberapa jenis ikan pemakan tumbuhan dapat memakan alga atau fitoplankton sehingga kandungan-kandungan pencemar penyebab eutrrofikasi dapat dikendalikan. Manfaat lain dari penanaman ikan-ikan tersebut adalah masyarakat dapat memanennya dari waduk sebagai sumber pendapatan tambahan. Jenis ikan yang sangat efektif untuk pengendalian pencemaran adalah ikan mola, bandeng, nila, nilem, tawes dan oskar.

Berdasarkan jenis pakannya, ikan pemakan plankton termasuk jenis ikan herbivora. Golongan herbivora adalah spesies dengan makanan utamanya berupa tanaman (nabati) contoh gurami sebagai pemakan daun (makrovita), kowan (Ctenopharyngodon idella) dan tawes (Puntius javanicus) sebagai pemakan rumput, ikan mola (Hypophthalmichthys molitrix) dan tambakan sebagai pemakan fitoplanton (mikrofita), bandeng sebagai pemakan klekap serta sepat ( Trichogaster sp) sebagai pemakan fitoplanton atau perifiton.
a. Ikan nilem dan tawes
Penelitian Syandri (2004), ikan nilem (Osteochilus hasselti) dan tawes (Puntius Javanicus. Blkr) dapat memanfaatkan berbagai jenis phytoplankton yang dominan di perairan Danau Maninjau terutama genus Cyanophyceae dan Chlorophyceae. Cyanophycea merupakan jenis yang dapat menghasilkan toksin pada ikan. Dari analisis saluran pencernaan yang dilakukan pada kedua jenis ikan uji ditemukan empat jenis genus Cyanophyceae terdiri dari Ocillatoria, Mycrocystis, Spirullina dan Nostoc. Ikan nilem di Wanaraja Kabupaten Garut pakan utamanya adalah fitoplankton (Bacillariophycae, Cyanophycae, Chlorophycae, Cyanophycae dan Desmidiacae) (Taofiqurohman dkk, 2007).
Ikan nilem di Waduk Cirata ternyata mengkonsumsi makanan berupa perifiton dalam jumlah yang banyak sekali. Perifiton yaitu mikorflora dan mikrofauna yang hidup menempel pada substrat di bawah air. Seekor ikan nilem seberat 5 gram memerlukan 6.373 gram perifiton yang menempel di 19 m2 substrat jaring untuk tumbuh menjadi 100 gram karena perifiton ternyata mengandung protein 0,46% dan air 97,06% (Harris, 2005). Ikan nilem dan tawes sebagai alternatif untuk mengatasi blooming phytoplankton.
b. Ikan mola
Selain ikan nilem dan tawes, untuk memperbaiki kualitas perairan danau/waduk yang telah tercemar, diperlukan cara yang tidak berisiko, mudah dan murah yaitu budidaya ikan mola yang merupakan ikan asli Cina. Ikan mola (Hypophtalmichthys molitrix) berasal dari China dan didatangkan ke Indonesia sekitar tahun 1960-an dengan tujuan untuk di budidayakan. Ikan mola termasuk jenis ikan pemakan plankton,sehingga ikan jenis ini dapat dipakai sebagai ikan pengendali kesuburan perairan umum terutama jenis plankton. Ikan mola memberikan dampak positif baik bagi usaha pembersihan maupun bagi usaha pemerintah untuk meningkatkan konsumsi protein masyarakat yang bersumber dari ikan segar.
Penggunaan biocleaning agent seperti yang telah dicobakan di Waduk Saguling dengan menggunakan ikan mola sebagai ikan uji (Danakusumah 1999). Menurutnya, 500 ekor ikan mola (50-100 gram/ekor) yang telah dipelihara di dalam keramba jaring apung selama satu tahun tanpa diberi pakan, menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik. Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa ikan mola mampu memanfaatkan fitoplankton sebagai makanannya. Ikan tersebut tumbuh menjadi rata-rata 2.000 gram/ekor. Dari hasil analisa isi usus ikan mola, ternyata menunjukkan bahwa jenis plankton yang dominan adalah Saurastrum, Synedra, Microystis, Melosira dan Anabaena. Ikan mola di dalam keramba, mampu memanfaatkan 72 persen dari fitoplankton yang ada di perairan.
c. Ikan bandeng, nila dan tambakan
Jenis ikan pemakan plankton lainnya yang mempunyai nilai ekonomis penting dan efektif dalam pengendalian blooming plankton adalah ikan bandeng dan ikan nila. Ikan bandeng (Chanos chanos Forskal) termasuk jenis ikan herbivora dengan makanan utama berupa plankton dan lumut-lumutan. Penelitian Wijayanta (2008), bandeng yang di budidayakan pada tambak polikultur bahwa dalam lambung bandeng ditemukan plankton yang terdiri dari phylum Cyanophyta (18%), Diatomae (30%), Chlorophyta (8%), Pyrophyta (6%), Desmidiacae (18%), Rotifera (12%) dan Protozoa (10%). Sedangkan jenis makanan ikan bandeng di Waduk Ir. H. Djuanda yaitu Chlorophyceae, Cyanophyceae, Bacillariophiceae, Dinophyceae dan potongan tumbuhan (Nurnaningsih dkk, 2005)
Ikan nila (Oreochromis niloticus) sebagai pemakan segala (omnivora), plankton, sampai aneka tumbuhan sehingga ikan ini dimanfaatkan sebagai pengendali gulma air. Menurut Susanto (1987), di perairan alam ikan nila memakan plankton, perifiton ataupun tumbuhan air yang lunak bahkan cacingpun dimakan. Jenis makanan ikan nila di Waduk Ir. H. Djuanda terdiri atas Diatoma sp., Synedra sp., Coelastrum sp., Scenedesmus., Micrococcus sp., Anabaena sp., Oscilatoria sp. dan Lyngbya sp (Nurnaningsih dkk, 2005).
Ikan tambakan (Helostoma temminckii) adalah ikan omnivora yang mau memakan hampir segala jenis makanan. Makanannya bervariasi, mulai dari lumut, tanaman air, zooplankton, hingga serangga air. Ikan tambakan memiliki tapis insang (gill raker) yang membantunya menyaring partikel plankton dari air. Menurut Ong (1961) dalam Rifai (1973), makanan alami ikan tambakan yang didapat dari hasil analisa usus ikan tambakan pada kolam di daerah Nyangseret Bandung adalah Oscillatoria, Phascus, Euglena, Pleurococcus, Kirchneriella, Pediastrum, Polyodon, Scenedesmus, Rhapidium, Selestastrum, Navicula, Cyclotella, Chlamydomonas, Perinidium, Gonium, Chlorella, Dynobryon, Staurastrum, Cocconeis, Eutotia, Pelurosigma dan Cymbllea.
Hasil penelitian Ambardi (1990) menunjukkan bahwa ikan nila dan ikan tambakan memberikan pengaruh terhadap penurunan kelimpahan fitoplankton. Untuk mengendalikan pertumbuhan jenis Micrsopora yang melimpah dapat digunakan ikan nila dan ikan tambakan sebagai control biologis. Sedangkan pada melimpahnya jenis Oscillatoria menggunakan ikan nila lebih baik dari ikan tambakan.
d. Ikan oskar
Ikan oskar (Amphilophus citrinellus) yang merupakan ikan introduksi di Waduk Jatiluhur merupakan ikan pemakan segala (omnivora) tetapi cenderung karnivora dengan menu makanan berupa plankton, larva, serasah, dan ikan (Nurnaningsih et al. 2003). Makanan ikan oskar terdiri atas empat kelompok yaitu fitoplankton, zooplankton, ikan dan bryophyte. Fitoplankton yang teramati pada pengamatan isi lambung terdiri dari Chlorophyceae, Cyanophyceae, Bacillariophyceae, Desmidiaceae dan Dinophyceae. Jumlah jenis fitoplankton yang paling banyak ditemukan adalah kelas Chlorophyceae dengan jumlah tujuh jenis, sedangkan zooplankton yang ditemukan hanya berasal dari kelas Copepoda. Keberadaan fitoplankton yang melimpah yang disebabkan oleh pengayaan unsur hara dari aktifitas KJA akan menjadi habitat yang cocok bagi pertumbuhan fitoplankton. Kondisi tersebut di atas ditengarai menjadi penyebab ikan oskar di Stasiun Pasir Jangkung memanfaatkan fitoplankton sebagai makanan utamanya (Anggita, 2011).

Upaya dalam melestarikan sumberdaya perikanan di danau/waduk diantaranya yaitu budidaya ikan dan penebaran ikan (introduksi dan restoking). Tujuan penebaran ikan untuk memanfaatkan relung makanan yang belum dimanfaatkan oleh jenis ikan. Tidak sedikit kegiatan penebaran mengalami kegagalan yang disebabkan (Syafei, 2005):
a. Jumlah ikan tebaran di tiap perairan pada satu waktu terlalu sedikit;
b. Ukuran ikan tebaran terlalu kecil sehingga pemangsa mudah memakannya;
c. Kualitas ikan tebaran tidak baik;
d. Tidak ada pakan alamu yang cocok dan tersedia dalam jumlah yang cukup sehingga ikan tidak dapat tumbuh;
e. Tidak ada stimuli lingkungan dan kondisi ilmiah yang mendukung proses pemijahan sehingga tidak dapat berkembang biak.

Pemanfaatan ikan pemakan plankton (plankton feeder) merupakan pengendalian pencemaran biologis tanpa merusak atau menghambat terhadap suatu organisme oleh organisme lain. Cara yang dilakukan sebagai pengendalian secara biologis adalah dengan penebaran/budidaya ikan-ikan penting ke perairan danau/waduk. Beberapa jenis ikan pemakan tumbuhan dapat memakan alga atau fitoplankton yaitu ikan nilem, tawes, mola, bandeng, nila, tambakan dan oskar. Manfaat lain dari penanaman ikan-ikan tersebut adalah masyarakat dapat memanennya sebagai sumber pendapatan tambahan.
Saran-saran untuk pembudidaya :
- Padat penebaran ikan pemakan plankton harus diperhatikan jangan sampai merebut atau menjadi pesaing bagi ikan dalam memperoleh makanan, ruang dan kebutuhan oksigen.
- Perlu pemilihan jenis ikan untuk mengendalikan kelimpahan fitoplankton sangat tergantung dari jenis fitoplankton yang melimpah.
- Jenis ikan dipilih yang berkualitas baik dan tidak mengandung penyakit.

sumber : http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id

Tips Menjaga Agar Rambut Anda Tidak Mudah Rontok

Tips Menjaga Agar Rambut Anda Tidak Mudah Rontok:

1) Kurangi atau hindari pemakaian shampoo dengan busa yang terlalu banyak. Karena shampoo yang memiliki busa banyak mengandung pH 7 sampai 8 yang dapat merusak asam alamiah kulit kepala yang pH-nya sekitar 5,5. Ketidakseimbangan pH dapat mengganggu pertumbuhan rambut yang sehat dan menyebabkan rambut rontok. Cobalah mengganti shampoo dengan formula rendah busa, atau gunakan shampoo bayi karena umumnya tidak mengandung detergen.

2) Conditioner bermanfaat untuk melawan sifat rambut yang alkalis. Sifat asam dalam conditioner akan menutup kutikula rambut seperti semula. Conditioner juga memberi minyak pada rambut dan membuatnya lebih bercahaya. Walau sebetulnya rambut memproduksi minyak, tetapi pada rambut yang panjang, minyak tidak sampai pada ujung rambut, dan inilah salah satu guna conditioner.

3) Sering-seringlah memijat kulit kepala. Memijat kulit kepala berfungsi untuk membantu memperlancar peredaran darah. Darah akan menuju pembuluh kapiler untuk mengantarkan makanan bagi akar-akar rambut. Tundukkan kepala ketika men-shampoo sambil memijat kulit kepala. Cara ini dapat membantu otak Anda mendapat asupan oksigen lebih baik yang dapat membantu Anda berkonsentrasi dengan lebih baik lagi.

4) Minumlah suplemen yang mengandung vitamin B6 dan Zinc, terutama jika Anda memang kurang mendapatkan asupan nutrisi tersebut dari makanan. Vitamin B5 dan B6 mengatur produksi sebum, minyak yang melumaskan folikel rambut sehingga menghasilkan batang rambut yang sehat.

5) Kurangi mengkonsumsi kopi dan soda, gantilah dengan minum smoothie buah yang kaya akan vitamin B, seperti pisang, stroberi, mangga dan buah kiwi sehingga asupan vitamin B akan bertambah banyak. Selain itu kelebihan kafein dalam tubuh malah akan menghilangkan cadangan vitamin B5 dan B6. Kacang-kacangan dan wholegrain yang kaya akan zinc juga mutlak dikonsumsi untuk mengatasi kerontokan rambut.

6) Batasi penggunaan zat kimia ataupun perlakuan fisik berlebihan pada rambut. Rambut yang diwarnai, di-rebonding, dicatok, atau diikat maupun dikeringkan dengan menggunakan hair dryer telah menyiksa rambut Anda sehingga rambut menjadi stres dan lebih rapuh.

7) Hindari stres, karena stres dapat memicu kerontokan rambut. Usahakan tidur cukup agar tubuh Anda mendapatkan cukup istirahat. Hindari rokok dan alcohol. Serta hindari diet terlalu ketat atau diet yang tak seimbang, karena kurangnya asupan protein akan mengurangi pula jatah nutrisi protein untuk pertumbuhan rambut.

sumber : http://fathur-net.blogspot.com

Bakteri Simbion Pada Lamun Berpotensi Sebagai Penghambat Biofouling di Laut

Biofouling adalah penempelan dan pertumbuhan organisme pada permukaan benda atau material yang terbenam di laut. Kejadian ini sangat merugikan industri maritim seperti perkapalan, bangunan atau struktur pelabuhan, dan pipa penyalur air pendingin pada Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Untuk penanggulangannya, banyak digunakan cat antifouling yang mengandung logam berat dan TBT (tributyltin) sebagai bahan aktif yang efektif. Penggunaan zat ini meningkat sangat cepat sejak tahun 1970. Aplikasi TBT ini ternyata menyebabkan timbulnya pencemaran lingkungan karena merusak banyak kehidupan biota non-target yang mempunyai nilai ekonomi.

TBT bukan hanya dikenal sebagai bahan antifoulant yang paling efektif, tetapi juga merupakan biosida yang paling toksik dan tidak mudah terdegradasi di lingkungan alami. Oganisasi Maritim Internasional (IMO) melarang pemakaian bahan tersebut untuk cat kapal yang secara efektif dimulai 17 September 2008. Oleh karena itu pencaharian alternatif bahan anti foulant non-toksik yang ramah lingkungan sangat dibutuhkan saat ini.

Bintang Marhaeni, staf pengajar di Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto telah meneliti bakteri simbion pada daun lamun yang berpotensi sebagai penghambat terjadinya biofouling di laut. Penelitian tersebut merupakan bahan disertasinya dalam menyelesaikan studi S3 di Program Studi Ilmu Kelautan, Sekolah Pasca Sarjana IPB (Institut Pertanian Bogor), dibimbing oleh Prof. Dr. Ir Dietriech G. Bengen, DEA, selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Dr. Ir. Richardus Kaswadji, M.Sc serta Drs. Ocky Karna Rajasa, Ph.D selaku anggota.

Bintang mengambil contoh daun lamun di Teluk Awur, Jepara, Jawa Tengah. Isolasi, kultur dan uji hambat bakteri, baik isolat murni bakteri maupun bakteri yang telah diekstrak di lakukan di Laboratorium Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Diponegoro, Semarang. Kajian tentang penempelan organisme fouling pada substrat yang dicat dengan mencampurkan ekstrak bakteri lamun dilakukan di Kamal Muara, Jakarta Utara. Identifikasi bakteri dilakukan di Laboratorium Bioteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Serangkaian penelitian yang dilakukan memperlihatkan bahwa terjadinya peristiwa makrofouling selalu diawali dengan terbentuknya mikrofouling atau biofilm bakteri. Maka, berdasarkan hal tersebut, penghambatan terhadap terjadinya mikrofouling atau biofilm bakteri merupakan salah satu cara panghambatan terhadap terjadinya makrofouling atau lebih dikenal sebagai biofouling. Zona hambat bakteri endofit pada uji coba hambat terhadap bakteri biofilm memperlihatkan ukuran zona hambat lebih besar dibandingkan bakteri epifit. Zona hambat isolat bakteri paling besar pada bakteri biofilm adalah bakteri epifit Enhalus acoroides.

Bakteri endofit Syringodium isoetifolium merupakan bakteri yang memiliki zona hambat paling besar di antara bakteri yang diisolasi dari jenis lamun yang lain. Ekstrak bakteri epifit Thalassia hemprichii memiliki zona hambat paling besar di antara bakteri epifit pada jenis lamun yang lain.
Pada aplikasi lapang, balok kayu yang dicat dengan cat tanpa antifoulant sintetis yang dicampur ekstrak bakteri lamun dengan perbandingan 50% : 50% tidak dijumpai makroorganisme yang menempel. Bakteri tersebut teridentifikasi sebagai genus Virgibacillus.

Hasil penelitian ini membuka peluang pengembangan teknologi industri cat antifouling yang ramah lingkungan, meskipun jalan ke situ masih panjang dan memerlukan penelitian-penelitian lanjutan lain. Meskipun demikian, hasil penelitian ini telah menambah pengertian potensi manfaat padang lamun dan mendorong pentingnya perlindungan ekosistem ini.

sumber : http://seagrass-indonesia.oseanografi.lipi.go.id

Senin, 01 Agustus 2011

Areal kumpulan kerang mutiara di dunia

Setidaknya ada tiga kawasan yang memiliki kumpulan kerang mutiara laut dan menjadi areal pencarian mutiara alami. Mereka adalah, daerah Teluk Persia, Selat Manaar di Srilanka dan perairan Australia utara. Namun, sebaran kumpulan kerang mutiara laut mulai dari Laut Merah ke arah timur sampai ke Pasifik. Selain ketiga tempat yang terkenal, kawasan kumpulan kerang mutiara juga ditemukan ada di daerah perairan Burma, Selat Malaka, Laut Arafura, Laut Sulu sampai ke perairan Jepang, dan di negara-negara pasifik selatan. Beberapa tempat juga ditemukan di Amerika tengah dan utara seperti di Panama, kepulauan Margarita Venezuela sampai ke perairan Mexico.

Teluk Persia
Kawasan kumpulan mutiara di daerah ini telah dikenal sejak 2000 tahun sebelum masehi. Areal yang paling terkenal adalah di sekitar Bahrain. Areal ini menjadi daerah ekonomis penting bagi masyarakat sekitar sebelum adanya tambang minyak. Jenis kerang mutiara yang tersebar di kawasan ini adalah Pinctada radiata. Perbandingan mutiara yang ditemukan dan jumlah kerang mutiara yang adalah sekitar 1 : 500. Ukuran mutiara yang ditemukan biasanya kurang dari 1 grain (=50 mg), sangat jarang ditemukan mutiara dengan ukuran lebih dari 12 grain. Metode pengumpulan kerang mutiara dilakukan secara tradisional dengan melilitkan tali sebagai penahan dan mereka menyelam dengan tubuh telanjang. Diperkirakan, tradisi menyelam ini tidak memiliki banyak perubahan sejak areal kumpulan kerang mutiara ditemukan. Mereka hanya dibekali penjepit hidung dan tas tali yang digantung di lehernya. Kegiatan penyelaman ini berangsur-angsur menghilang sejak sebelum perang dunia kedua dan berakhir di tahun 1950-an. Kegiatan ini berhenti sejak ladang-ladang minyak ditemukan.

Selat Manar, Srilanka
Tempat ini dikenal kira kira 500 tahun sebelum kawasan di Teluk Persia ditemukan. Selat ini memisahkan antara Dataran India dan Srilanka. Kelompok kerang mutiara di kawasan ini adalah Pinctada radiata. Sejak zaman penjajahan Inggris kontribusi kawasan ini cukup tinggi. Metode penyelaman juga dilakukan secara tradisional dan dalam keadaan telanjang. Sayang sekali, kegiatan penyelaman ini makin berkurang apalagi sejak terjadi pemberontakan di awal tahun 1980 an.

Australia Utara & Indonesia
Kawasan ini merupakan areal tempat hidup kerang mutiara. Sepanjang pantai utara Australia, ke utara di perairan Arafura, Indonesia (Dobo) dan ke arah timur melewati Selat Torres, selat yang memisahkan Australia dan pulau Papua. Titik-titik kumpulan kerang mutiara di daerah ini ditemukan sekitar pertengahan abad ke 19 sampai awal abad ke 20. Jenis kerang pada umumnya adalah Pinctada maxima. Kawasan Dobo adalah kawasan terkenal sehingga mutiara yang dihasilkan dari daerah ini disebut mutiara Dobo. Sementara di kawasan Australia, beberapa titik merupakan areal kumpulan kerang mutiara yang banyak seperti di Shark Bay dan Thursday Island. Jumlah penyelam yang mati di kawasan ini termasuk tinggi, umumnya akibat serangan hiu.


sumber : N. Gustaf F. Mamangkey

Budidaya kerang mutiara

Sebagaimana namanya, mutiara hasil budidaya melewati serangkaian proses dengan campur tangan manusia. Walaupun sebagian besar waktu pembentukan mutiara budidaya berada di dalam kerang, namun manusia berperan penting dalam meyakinkan bahwa mutiara di dalam kerang itu terbentuk sesuai keinginannya. Sejak proses penyisipan bahkan jauh sebelum proses ini berlangsung, untuk meyakinkan bahwa mutiara budidaya terbentuk dengan baik, kerang-kerang yang layak disisip telah diseleksi dengan baik. Walaupun toh pada akhirnya, sampai saat ini, produksi mutiara hasil budidaya kelas terbaik masih sangat minim dibandingkan dengan kelas di bawahnya.

Alam menyediakan bibit kerang mutiara budidaya. Bibit kerang mutiara ini dikumpulkan dengan menggunakan perangkap-perangkap larva (kolektor) yang diletakkan di laut. Material dan model kolektor ini bervariasi. Material kolektor bisa berasal dari alam seperti sabut kelapa dan ijuk maupun buatan seperti kain dan plastik. Sementara modelnya bervariasi dari bentuk sapu sampai ke bentuk panel. Prinsipnya adalah menyediakan substrat atau tempat untuk menempel bagi larva kerang mutiara yang bermetamorfosis menjadi spat. Namun demikian, bukan hanya spat kerang mutiara saja yang menempel di koletor ini, namun bisa saja organisme lainnya. Kolektor-kolektor ini digantung pada longline atau sarana apung lainnya. Lamanya perendaman sebenarnya tergantung dari tingkat pertumbuhan spat yang mencapai ukuran yang bisa dikenal sehingga bisa dibedakan dengan spat kerang jenis lain. Secara teoritis, perendaman bisa lebih dari 2 bulan tergantung jenis kerang yang akan dibudidayakan. Kolektor kemudian dibersihkan dari jenis kerang lain dan organisme pengotor lainnya (biofouling) sehingga memungkinkan spat bertumbuh dengan leluasa.

Setelah itu, jenis yang akan dibudidayakan diambil dengan hati-hati karena kondisi mereka sangat rentan. Mengingat mereka menempel dengan bysus sehingga pengambilan spat adalah dengan memotong bysusnya bukan dengan menarik keluar spat itu dengan paksa. Mereka juga rentan terhadap perubahan suhu dan lamanya mereka terekspos di luar air. Kerang muda ini dipindahkan ke kotak panel yang memiliki ruang leluasa bagi mereka untuk bertumbuh. Lewat pemahaman ini, pengetahuan akan sebaran jenis atau spesies kerang mutiara di perairan sangat dibutuhkan sebelum memutuskan untuk membuat usaha budidaya kerang mutiara yang membutuhkan suplai bibit dari alam.

Seiring dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi, kerang mutiara budidaya saat ini mengalami pergeseran dari mencari bibit di alam ke bibit hasil hatchery. Beberapa negara mulai mengembangkan program selektive breeding yaitu pada prinsipnya menyeleksi kerang yang memiliki karakter bagus untuk dijadikan induk. Karakter bagus dalam hal ini dititik beratkan pada melihat pertumbuhan kerang dibandingkan kerang seusianya, morfologi dari cangkang dan warna nacre (MoP) kerang. Mengingat tujuan kebanyakan budidaya komersial dari kerang mutiara adalah memproduksi mutiara bulat, sehingga bentuk morfologi sepasang cangkang yang menciptakan ruang yang besar dan leluasa pada bagian internalnya, menjadi salah satu pertimbangan untuk memproduksi anakan kerang host (kerang yang akan disisipkan inti mutiara). Sementara kerang yang memiliki warna dan kondisi MoP terbaik dijadikan sebagai induk untuk memproduksi saibo, mengingat saibo sangat menentukan kualitas mutiara yang dihasilkan.

Dalam proses perbanyakan dengan sistem hatchery. Induk kerang mutiara biasanya diseleksi apabila kondisinya sudah mencapai matang gonad. Caranya adalah dengan membuka cangkang dengan shell opener dan memeriksa bagian gonad dengan terlebih dahulu mengibaskan insang yang menutupi areal bagian dalam kerang. Gonad biasanya langsung terlihat pada kerang matang gonad saat insang dikibaskan karena bagian gonad ini memakan tempat yang cukup besar dengan warnah cerah mencolok. Untuk kerang betina biasanya warna gonadnya adalah krim cerah sedangkan jantan adalah putih. Untuk membedakan gonad kedua kelamin kerang memang diperlukan latihan yang berulang-ulang mengingat kadangkala warna gonad jantan terlihat menyerupai warna betina, atau sebaliknya.


sumber : N. Gustaf F. Mamangkey

Modifikasi Sederhana Metode RFLP-PCR

Informasi tentang jenis SNP diperoleh dari pembelajaran tentang gen kumpulan penyakit dan menganalisis struktur gen populasinya. Untuk beberapa tahun RFLP-PCR merupakan metode yang relatif sederhana dibandingkan dengan metode lain, seperti reaksi deteksi ligase dan D-HPLC. Tetapi metode asli dari RFLP-PCR mempunyai keterbatasan, dimana kenyataannya sisi daerah sebagian besar loci SNP tidak mempunyai kecocokan dengan tapak pengenalan endonuklease retriksi (RER). Metode tersebut diperbarui dengan mengubah satu atau dua basa pada sequence yang berdekatan pada SNP dengan primer yang tidak sesuai untuk membentuk tapak RER, tapi penambahan satu atau dua basa tidak cukup kompeten untuk mengenali sequence RER, biasanya dengan panjang 4-6 bp.
Pada metode ini digunakan model khusus primer PCR yang tidak sepadan, umumnya Hind III, EcoR I atau Bam I untuk mengenali tapak RER pada sisi daerah loci SNP dengan merubah 4-5 basa setelah dua siklus amplifikasi PCR. Sistem reaksi pada siklus pertama terdiri atas 1-5 ng genom DNA dengan mengisolasi dari sekeliling leukosit yang diperoleh dari populasi orang Cina dengan menggunakan metode phenol-chloroform.
Dalam metode ini dilakukan dengan mencampur 200µM dNTPs, 2.0 mM MgCl2, 1.0µM dari tiap primer forward dan reserve, dan 0.5 u Tag polimerase dan diperoleh volume akhir 5µL dari reaksi pencampuran. Siklus pertama reaksi PCR menggunakan inisiasi denaturasi pada suhu 94C selama 5 menit yang dilanjutkan dengan siklus denaturasi pada suhu 94C selama 30 detik, tahap annealing pertama pada suhu 63C selama 30 detik dengan penurunan suhu 0.5C tiap siklus dari siklus pertama, tahap annealing kedua pada suhu 45C selama 10 detik, dan extension selama 5 detik pada suhu 72C. Hal tersebut dilanjutkan sampai 30 siklus pada suhu 94C selama 30 detik, 5 detik pada suhu 65C, 30 detik pada suhu 56C, 10 detik pada suhu 45C, dan 50 detik pada suhu 72C dan terakhir extension pada suhu 72C selama 7 menit. Produk tahap pertama dicairkan 10 kali dan digunakan sebagai template untuk reaksi kedua dalam 1µL produk PCR cair yang ditambahkan untuk reaksi akhir dengan volume 30µL. Untuk reaksi akhir ini terdiri atas campuran 200µM dNTPs, 1.5 mM MgCl2, 3.0 µM dari tiap primer forward dan reserve khusus dan 2 u Tag polimerase. Reaksi ini diset pada inisiasi denaturasi pada suhu 94C selama 5 menit yang diteruskan sampai 45 siklus pada 94C selama 30 detik, 56C selama 40 detik, 45C selama 10 detik, dan 72C selama 50 detik, dan terakhir extension selama 5 menit pada suhu72C.
Setelah dua siklus amplifikasi, biasanya tapak RER telah dikenali oleh produk dari satu alel pada SNP dan 2µL dari produk PCR yang dimungkinkan sesuai dengan endonuklease sebelum elektroforesis pada media 3% gel agarose dan genotip yang terpisah.
Pada metodologi ini digunakan tiga jenis gen CYP3A4 SNPs (CYP3A4*1B, CYP3A4*6 dan rs#2242480) yang diperoleh dari wanita Cina berumur 17-19 tahun. Untuk jenis genotipnya, diperoleh dari sampel darah (5mL) yang diambil dari tiap individu dan mengekstrak genom DNA melalui metode standart dan dilanjutkan dengan reaksi yang telah diuraikan diatas.
Gen CYP3A4 yang dikode oleh kelompok Cytochrome P450 yang berperan dalam metabolisme oksidasi-reduksi dari berbagai jenis endogen dan eksogen dan mengandung SNPs. Dengan menggunakan metode yang diuraikan diatas, tiga tapak RER dapat dikenali oleh tiga SNPs yang telah diseleksi pada gen CYP3A4. Pada penelitian yang lebih lanjut diketahui bahwa ketidaksesuaian sequence nukelotida pada primer ujung 3’ menyebabkan reaksi PCR tidak dapat berfungsi dengan baik. Efek ini diketahui dengan mensintesis tiga primer reverse pada sequence rs#2242480 yang mempunyai perbedaan jumlah basa ujung 3’ yang mengalami ketidaksesuaian. Setelah 25 siklus pertama ternyata menunjukkan penurunan efisiensi amplifikasi namun mengalami peningkatan setelah 35 siklus dan dihasilkan beberapa perbedaan pada primernya dan produk PCR dapat diperoleh jenis RFLP.
RLFP-PCR merupakan merode yang sederhana dan sesuai untuk tiap SNP. Untuk sebagian besar SNPs, tapak RER biasanya dapat dengan mudah dalam bentuk satu alel dari SNP dan RFLP dapat memperoleh sampel DNA yang murah tanpa membutuhkan alat yang khusus.

sumber : Anik Wulandari, mahasiswa biologi FMIPA UM

Pemeriksaan Gonad Metode Asetokarmin

Identifikasi jenis kelamin ikan perlu dilakukan dalam kegiatam budidaya ikan. Dalam kegiatan budidaya, pembedaan jenis kelamin sangat penting karena terkait langsung dengan proses-proses selanjutnya. Oleh karena itu, dalam praktikum ini hal yang dilakukan adalah pemeriksaan gonad untuk mengetahui jenis kelamin ikan tersebut. Secara garis besar perkembangan gonad dibagi atas dua tahap, yaitu tahap pertumbuhan gonad hingga mencapai dewasa kelamin dan tahap pematangan produk seksual. Tahap pertama dimulai sejak ikan menetas hingga mencapai dewasa. Tahap kedua dilanjutkan dengan tahap pematangan seksual dan terus berlangsung selama fungsi reproduksi berjalan dengan baik.
Pada tahap perkembangan gonad sebagian besar hasil metabolisme tertuju kepada gonad sehingga gonad akan mengalami perubahan histologik, morfologik, berat dan volume yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam menentukan tingkat kematangan gonad. Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Karena penentuan jenis kelamin sangat menentukan proses-proses selanjutnya, maka pemerikasaan gonad perlu dilakukan dalam praktikum dasar-dasar genetika. Salah satu tekhnik dalam pemerikasaan gonad yaitu dengan pewarnaan gonad dengan menggunakan larutan asetokarmin. Asetokarmin adalah larutan pewarna yang digunakan untuk mewarnai jaringan gonad untuk pemeriksaan dengan mikroskop.
Alat-alat yang digunakan adalah Pipet tetes, Mikroskop, Alat bedah, Gelas objek dan Gelas penutup.
Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah Ikan Mas (Cyprinus carpio), Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dan Ikan Lele (Clarias batracus) sebagai ikan uji, Asam asetat 45%, Larutan karmin (Carmine) dan akuades.
Pada awalnya, ikan Mas diambil dari ember yang berisi air kemudian ikan dibunuh dengan cara ditusuk pada bagian medula oblongatanya. Kemudian ikan dibedah dari pangkal anus bagian depan operkulum untuk diambil gonadnya. Setelah itu, gonad dicacah diatas gelas objek untuk diberikan larutan karmin. Caranya yaitu 0.6 bubuk karmin dilarutkan dalam 100 ml asam asetat 45 % (45 ml asam asetat + 55 ml akuades). Larutan tersebut didihkan selama 2-4 menit, kemudian didinginkan dan disaring dengan menggunakan kertas saring untuk memisahkan pertikel kasarnya. Pewarnaan dilakukan dengan cara memberikan beberapa tetes larutan asetokarmin pada gonad ikan yang telah dicacah dan diletakkan diatas gelas objek. Setelah didiamkan beberapa menit, ditutup dengan gelas penutup dan diamati dibawah mikroskop.

Perilaku Agonistik Ikan Cupang Adu (Betta spendens)

Perilaku agonistik adalah perilaku yang berhubungan dengan konflik, termasuk berkelahi (fighting), melarikan diri (escaping), dan diam (freezing) (Lehner, 1996). Perilaku agonistik meliputi pula beragam ancaman atau perkelahian yang terjadi antar individu dalam suatu populasi (Campbell et al, 2003). Perilaku agonistik berkaitan erat dengan agresivitas, yaitu kecenderungan untuk melakukan serangan atau perkelahian (Scott, 1958). Bentuk-bentuk perilaku tersebut dapat berupa postur tubuh maupun gerakan yang diperlihatkan oleh individu pemenang maupun individu yang kalah dalam kontes perkelahian (Kikkawa & Thorne, 1974).
Perilaku agonistik merupakan salah satu bentuk konflik yang menunjukkan perilaku atau postur tubuh atau penampilan yang khas (display) yang melibatkan mengancam (threat), perkelahian (fighting), melarikan diri (escaping), dan diam (freezing) antarindividu dalam populasi atau antarpopulasi. Invidu yang aggressive dan mampu menguasai arena perkelahian (teritori) akan memunculkan individu yang kuat (dominan) dan lemah (submissive/ subordinat). PopulasiUntuk mengetahui perilaku agonistik ini digunakanlah ikan cupang adu sebagai hewan uji. Cupang adu (Betta splendens) merupakan jenis ikan laga; individu jantan dapat sangat agresiv terhadap jantan lainnya dalam sebuah arena bertarung. Dengan adanya akuarium sebagai media bertarung, maka diharapkan dapat dengan mudah diamati perilaku agonistik diantara ikan cupang jantan.
Ikan cupang adu (Betta spendens) merupakan anggota dari famili Anabantidae. Anabantidae merupakan satu-satunya famili yang mencakup seluruh ikan berlabirin. Betta splendens memiliki tubuh yang lonjong dengan bagian depan sedikit membulat dan memipih pada bagian belakang. Mulutnya dapat disembulkan dengan lubang mulut terletak serong pada bagian depan kepala. Badan dan kepala bersisik kasar. Ikan betina berwarna kusam, tetapi ikan jantan mempunyai warna metalik yang mengkilat. Ikan cupang jantan maupun betina memiliki sisik gurat sisi berjumlah 29-33 keping (Djuhanda, 1981).
Baik secara instinktif maupun perilaku terlatih, B. splendens memiliki karakteristik respons agresiv. Dalam suhu air kira-kira antara 24-29oC, ikan cupang secara normal merupakan ikan yang berperikau sangat aktif. Beberapa perilku agonistic cupang yang diketahui antara lain :
• Approach (Ap) : mendekat, berenang cepat kemudian berhenti di dekat bayangannya / ikan lain
• Bite : menggigit lawan
• Chase (Ch) : mengejar lawan yang melarikan diri
• Frontal threat (FT) : mengancam dari depan dengan membuka operculum, dagu direndahkan dan melebarkan sirip dada saat berhadapan dengan lawan
• Side Threat (ST) : mengancam dari pinggir dengan membuka operculum, dagu direndahkan kea rah lawan dan semua sirip dikembangkan
• Mouth to mouth contact (MC) : Kontak mulut ke mulut yaitu dua individu akan saling mendorong, menarik, dan mencengkram dengan mulut
• Flight (Fl) : melarikan diri
• Tail flagging (TF) : mengibaskan ekor
• Circle (Cl) : bergerak memutar arah setelah mendekati lawan
• Explore (Ex) : menjelajah area tanpa arah yang jelas


sumber :
Kikkawa, J. & M. J. Thorne. 1974. The Behaviour of Animals. John Murray (Publishers) LTD. London.
Djuhanda, T. 1981. Dunia Ikan. Penerbit Armico. Bandung

Proses pencernaan dan penyerapan zat makanan dalam usus: THE FACTS

Benarkah proses pencernaan terjadi di dalam usus ikan? Berikut ini adalah bukti-bukti yang menunjukkan dalam segmen usus terjadi proses pencernaan dan penyerapan zat makanan.
1. Panjang usus ikan yang berbeda berhubungan erat dengan jenis makanan. Usus yang sangat panjang pada ikan herbivora merupakan kompensasi terhadap kondisi makanan yang kadar seratnya tinggi dan keadaan villinya yarig relatif rendah. Makanan ikan herbivora mangandung banyak serat sehingga rnemeriukan pencernaan yang lebih lama. Pencernaan yang larna membutuhkan tempat pencernaan (saluran pencernaan) yang panjang. Sementara ikan karnivora memiliki usus yang pendek. Dengan demikian panjang usus merupakan suatu bukti bahwa dalam usus terjadi proses pencernaan makanan, jika tidak terjadi proses pencernaan makanan maka panjang usus ikan herbovora maupun karnivora seharusnya sama.
2. Usus memiliki lapisan-lapisan yang sama yakni lapisan sereus otot memanjang, otot melingkar, sub mukosa dan mukosa, seperti halnya pada segmen esofagus dan lambung.
3. Pada permukaan enterosit terdapat mikrovilli yang berfungsi untuk memperluas area permukaan sel untuk menyerap zat makanan. Di dalam enterosit terdapat mukosit. Jumlah mukosit akan semakin meningkat kearah bagian belakang usus. Adanya microvilli pada enterosit memperlihatkan perannya dalam proses penyerapan zat makanan.
4. Vakuola-vakuola di sekitar atau di bawah mikrovilli dan tepatnya diatas inti sel. Keberadaan vacuola supra nuclear ini dapat dijadikan tolok ukur kemampuan mencerna makanan terutama pada larva ikan.
5. Usus memiliki mukosit atau sel penghasil lendir yang bentuknya seperti piala dan pada permukaannya terdapat mikrovilli. Di bagian bawah mikrovilli terdapat butiran atau granula yang disebut mucigen sebagai hasil sintesa di dalam sel. Selain menghasilkan mukus, mukosit diduga menghasilkan enzim pencernaan.
6. Pada usus terdapat lapisan sub mukosa terdapat fibroblast dan sel otot licin melingkar dengan inti sel yang memanjang. Sel-sel tersebut dipisahkan oleh serabut kolagen. Pada lapisan sub mukosa ini terdapat banyak sekali kapiler-kapiler darah yang berperan sebagai pengumpul zat makanan yang telah diserap.
7. Adanya saluran empedu (ductus choledochus) dan saluran pankreas (ductus pankreaticus) yang bermuara di bagian usus depan menunjukkan bahwa di segmen usus masih terjadi proses pencernaan makanan.

Gonokhorisme Pada Ikan

Kondisi seksual berganda dimana pada ikan fase juvenil gonadnya tidak mempunyai jaringan yang jelas status jantan dan betinanya.
Gonad tersebut pada tahap selanjutnya ada yang berkembang menjadi ovarium dan juga ada yang berkembang menjadi testes. Dengan kata lain, setengahnya menjadi jantan dan setengah yang lainnya menjadi betina, namun kondisinya tidak stabil, sewaktu-waktu dapat terjadi intersex yang spontan. (Gonokhorisme yang tidak berdiferensiasi), Contoh : Anguilla anguilla dan Salmo gairdneri irideus

Sifat Seksual Primer dan Sekunder
Sifat seksual primer pada ikan ditandai dengan adanya organ yang secara langsung berhubungan dengan proses reproduksi, yakni ovarium dan pembuluhnya pada ikan betina dan testes dengan pembuluhnya pada ikan jantan.
Tanpa melihat tanda-tanda lain pada ikan akan sukar mengetahui organ seksual primernya.
Sifat seksual sekunder pada ikan ialah tanda-tanda luar yang dapat dipakai untuk membedakan ikan jantan dan ikan betina.
Dimofisme : ikan-ikan yang mempunyai sifat morfologi yang dapat dipakai untuk membedakan ikan jantan dan ikan betina.
Dikromatisme : yang membedakan jantan dan betina adalah warna. Warna jantan biasanya lebih cerah dan lebih menarik.

Jenis Sifat Seksual Sekunder
1. Seksual sekunder sementara : hanya muncul pada waktu musim pemijahan. Misalnya “Ovipositor” pada ikan Rhodeus amarus, yaitu alat yang dipakai untuk menyalurkan telur ke bivalvia. Pada ikan Nocomis biguttatus dan Semotilus atromaculatus jantan terdapat semacam jerawat diatas kepalanya pada waktu musim pemijahan
2. Seksual sekunder permanen; tanda ini tetap sebelum dan sesudah musim pemijahan. Misalnya tanda bulatan hitam pada ekor ikan Amia calva jantan, warna yang lebih menyala pada ikan Lebistes dan ikan-ikan karang
3. Biasanya tanda seksual sekunder terdapat pada ikan jantan.
4. Apabila ikan jantan dikastrasi (testesnya dihilangkan), bagian yang menjadi tanda seksual sekunder menghilang.
5. Tanda bulatan hitam pada ikan Amia betina akan muncul pada bagian ekornya seperti ikan Amia jantan, apabila ovariumnya dikastrasi.
6. Hormon yang dikeluarkan testes dan ovarium mempunyai peranan pada tanda seksual sekunder

Hermaprodit Pada Ikan

Satu individu ikan dikatakan hermaprodit apabila didalam tubuhnya terdapat jaringan ovarium (penentu individu betina) dan jaringan testes (penentu individu jantan). Kedua jaringan tersebut berada dalam satu organ dan letaknya seperti letak gonad yang terdapat pada individu normal. Berdasarkan perkembangan ovarium dan atau testes, hermaprodit terbagi atas :

a. Hermaprodit sinkroni
• H. Sinkroni : apabila didalam gonad individu terdapat sel sex betina dan sel sex jantan yang masak secara bersamaan.
• Ikan-ikan dari kelompok Serranidae banyak yang termasuk H. Sinkroni.
• Ikan hemaprodit ini dapat mengadakan pembuahan sendiri dan ada pula yang tidak. Ikan yang mengadakan pembuahan sendiri mengeluarkan telur terlebih dulu kemudian dibuahi oleh sperma dari individu yang sama.
• Ikan yang tidak mengadakan pembuahan sendiri, dalam satu kali pemijahan ia dapat berlaku sebagai ikan jantan dan dapat pula sebagai ikan betina. Contoh Serranus cabrilla dan Hepatus hepatus serta Serranus subligerius

b. Hermaprodit protandri
• H. Protandri : ikan yang didalam tubuhnya mempunyai gonad yang mengadakan proses diferensiasi dari fase jantan ke fase betina.
• Disaat masih muda, gonadnya mempunyai daerah ovarium dan daerah testes, tetapi jaringan testes mengisi sebagian besar gonad pada bagian lateroventral.
• Setelah jaringan testesnya berfungsi dan dapat mengeluarkan sperma, akan terjadi masa transisi, dimana jaringan ovarium mulai membesar dan testesnya mengkerut.
• Contoh ikan yang termasuk H. Protandri : Lates carcariver, Sparus auratus, Sargus anularis, Pagellus centrodontus, dan Pagellus mormyrus

c. Hermaprodit protogini
• H. Protogini : ikan yang didalam tubuhnya mempunyai gonad yang mengadakan proses diferensiasi dai fase betina ke fase jantan.
• Pada beberapa ikan yang termasuk golongan ini sering terjadi sesudah satu kali pemijahan, jaringan ovariumnya mengkerut kemudian jaringan testesnya berkembang.
• Contoh: Belut sawah (Monopterus albus) dan ikan Kerapu lumpur (Ephinephelus tauvina).
• Ikan ini memulai siklus reproduksinya sebagai ikan betina yang berfungsi, kemudian berubah menjadi ikan jantan yang berfungsi.
• Pada ikan-ikan yang termasuk kedalam famili Labridae, misalnya Halichieres sp terdapat dua macam jantan yang berbeda. Ikan jantan pertama terlihat seperti ikan betina, tetapi tetap jantan selama hidupnya. Sedangkan jantan yang kedua adalah jantan yang berasal dari perubahan ikan betina.
• Ikan-ikan yang mempunyai dua fase dalam siklus hidupnya, pada tiap-tiap fasenya sering didapatkan ada perbedaan, baik dalam morfologi maupun warna. Hal ini sering menjadi salah identifikasi.
• Ikan Larbus ossifagus ada dua warna (merah dan biru). Ternyata merah adalah ikan betina dan biru ikan jantan.
• H. Protandri & Protogini disebut dengan H. beriring. Pada waktu ikan masih muda memiliki gonad dengan dua macam sex (ovarium dan testes) yang belum berkembang dengan baik.
• Proses suksesi kelamin dari satu populasi H. Protandri dan H. Protogini terjadi pada individu yang berbeda, baik ukuran maupun umur, tetapi merupakan proses yang beriring.
• Pada ikan kakap ditemukakan bahwa tidak semua ikan betina berasal dari ikan jantan. Ada ikan betina berumur 2 tahun berukuran 42 cm, berukuran lebih kecil dari ukuran ikan betina matang gonad.
• Dari 880 ekor ikan kakap yang diteliti gonadnya secara histologis didapatkan data bahwa ikan ini tergolong Hermaprodit sinkroni, ovarium dan testes berkembang secara bersamaan dengan baik

Sistem grading atau pengujian kualitas mutiara

Penentuan kualitas mutiara didasarkan pada standar kelas mutiara, namun secara umum mutiara ditentukan oleh: 1) ukuran mutiara, dimana makin besar ukurannya makin mahal. Perbedaan harganya bahkan sangat besar apabila ukuran diameter mutiara sudah berada di atas 7 milimeter, 2) bundar tidaknya mutiara, mutiara bundar cenderung disukai dengan demikian harganya cenderung lebih mahal, namun ada juga bentuk-bentuk tertentu seperti bentuk air mata yang juga diminati konsumen mutiara, 3) lustre mutiara, istilah untuk menggambarkan daya pantul mutiara terhadap obyek atau cahaya, 4) permukaannya tidak cacat, goresan atau bercak di permukaan menurunkan kualitas mutiara, dan 5) warna mutiara, warna pink banyak disukai orang Amerika, orang Eropa cenderung menyukai warna krem dan perak, orang Timur Tengah lebih banyak memilih warna krem dan emas sebagaimana juga orang Amerika Latin.

Beberapa langkah sebelum pengujian mutiara adalah dengan meyakinkan bahwa mutiara itu palsu atau tidak? Karena harga mutiara relatif mahal sehingga kemungkinan pemalsuan juga dilakukan.Banyak cara yang dilakukan manusia untuk menghasilkan mutiara yang serupa dengan aslinya. Bahannya pun bervariasi dari jenis batuan tertentu, kaca, plastik, dan bahkan bagian dari cangkang kerang. Mutiara juga disortir apakah mutiara itu terbungkus nacre (nacreous) atau tidak (non nacreous)? Apakah mutiara itu terbentuk alami atau hasil budidaya? Mutiara yang terbungkus nacre adalah mutiara yang umum beredar di pasaran dan mayoritas adalah mutiara hasil budidaya. Sangat kecil kemungkinan mutiara alami (dan terbungkus nacre) beredar di pasaran dengan harga murah. Sayangnya, masih sangat sulit membedakan antara mutiara yang tak terbungkus nacre dengan mutiara yang dibentuk dari cangkang kerang, karena keduanya memiliki komposisi yang sama.Namun peminat mutiara tanpa nacre memang masih sedikit disamping selama ini kegiatan budidayanya baru ddijajaki (khusus beberapa mutiara eksotis dari beberapa siput). Parameter tambahan lain yang jadi bahan pertimbangan pemilihan mutiara adalah dari mana mutiara itu berasal. Apakah mutiara itu adalah mutiara air tawar atau mutiara air laut? Pengelompokkan juga terjadi dalam produk mutiara laut, apakah mutiara itu adalah mutiara Akoya atau South sea atau Tahiti (yang beberapa kalangan juga menggolongkan sebagai bagian dari mutiara south sea)? Pengetahuan ini memang dibutuhkan mengingat mutiara air tawar relatif lebih murah dibandingkan mutiara air laut. Bahkan untuk mutiara air laut juga terdapat pengelompokkan harga menurut jenis mutiaranya, mutiara Akoya relatif lebih murah dibandingkan mutiara Tahiti dan apalagi South sea. Perbandingan harga mutiara dengan kualitas kilau yang sama antara mutiara Akoya dan South sea (misalnya) bisa sangat jauh apalagi dibandingkan antara mutiara South sea dan mutiara air tawar. Indonesia semestinya bersyukur karena mutiara South Sea banyak diproduksi dari perairan Indonesia. Walaupun sejauh ini nilai kualitas mutiara yang diproduksi masih lebih rendah dengan jenis mutiara sama yang diproduksi Australia.

Setelah melewati beberapa proses di atas, mutiarapun diuji menurut sistem grading yang berlaku. Ada dua pemahaman atau aliran yang selama dipakai untuk kualifikasi kelas mutiara: AAA-A (AAA kualitas terbaik, A kualitas buruk) dan A-D (A kualitas terbaik, D kualitas buruk). Sayang sekali fleksibilitas masih sangat tinggi dalam pengkategorian kelas mutiara. Pemahaman setiap orang berbeda-beda dalam menempatkan kelas mutiara dengan karakteristik tertentu ke kategori yang disarankan. Sederhananya, pihak X mengkategorikan sebuah mutiara memiliki kualitas AAA namun pihak Y mengkualifikasinya dalam kategori AA, dst. Bahkan ada penjual mutiara yang menambah-nambahkan dengan mengkategorikan mutiaranya sebagai AAAA atau AAA+ sehingga bahkan untuk dua aliran grading di atas (AAA-A dan A-D) sering diubah sekehendak hati. Kualifikasi menurut AAA-A adalah kualifikasi yang terbentuk lebih dahulu. Sistim kualifikasi ini banyak dipakai untuk mengkualifikasi mutaira Akoya dan mutiara air tawar. Mutiara akoya adalah mutiara air laut hasil budidaya pertama (lihat artikel lainnya). Sementara sistem kualifikasi A-D lebih dikenal sebagai sistem kualifikasi Tahitian karena awalnya dipakai untuk kualifikasi mutiara Tahiti dan akhirnya South Sea. Namun, kualifikasi AAA-A juga bukan hanya untuk mutiara Akoya dan mutiara air tawar tapi juga sering diaplikasikan ke jenis mutiara lain (Tahiti dan South sea).

Secara detail, kualifikasi mutiara menurut sistem AAA-A adalah sebagai berikut:
•AAA: Mutiara kualitas terbaik, tanpa bercak. Sangat berkilau dan setidaknya 95% permukaan tak cacat.
•AA: Sangat berkilau dan 75% permukaan tak cacat.
•A: Mutiara perhiasan kelas terendah, kilau kurang dan >25% permukaan mutiara bercacat

Sedangkan sistem A-D adalah sebagai berikut:
•A: Mutiara kualitas terbaik, sangat berkilau, sedikit cacat <10%>
•B: Sangat berkilau atau kilau sedang. Terlihat sedikit cacat namun tak lebih 30% dari luas permukaan
•C: Kilau sedang, cacat permukaan tak lebih 60%
•D: Memiliki cacat sedikit namun tak dalam dan tak lebih 60% dari luas permukaan
Sekali lagi, kedua sistem kualifikasi mutiara ini sangat terbuka akan interpretasi mengingat banyak faktor lain yang juga menjadi bahan pertimbangan dalam uji kualitas mutiara.


sumber: http://www.pearl-guide.com

KAWASAN MANGROVE DI JAKARTA DAN TINGKAT DEGRADASINYA

Perambahan dan perombakan kawasan mangrove oleh masyarakat sebagai wahana pertambakan masyarakat, merupakan salah satu faktor penyebab hilangnya kawasan mangrove. Salah satu bukti yang cukup menonjol hasil inventarisasi kawasan mangrove di sekitar Cagar Budaya Pitung Jakarta Utara pada tahun 1998 tercatat 8,5 ha, dengan kondisi kawasan yang masih relatif baik ditinjau dari habitat dan kehadiran jenisnya. Namun demikian hasil evaluasi tahun 2000, kawasan seluas tersebut di atas kini telah berubah total menjadi hamparan pertambakan.

Mencermati uraian di atas serta rendahnya pengetahuan masyarakat awam terhadap makna konservasi sumber daya mangrove, maka kondisi dan keberadaan kawasan mangrove secara alamiah di DKI Jakarta dihadapkan pada tiga tantangan strategis yaitu :
(a). Pengelolaan secara profesional untuk tujuan pelestarian, penyelamatan (pengamanan), dan pemanfaatan secara terbatas berdasarkan peranan fungsinya.
(b). Meningkatkan kualitas baik terhadap habitat dan jenis, untuk mempertahankan keberadaan sebagai akibat terdegradasinya kawasan, baik karena ulah aktivitas manusia yang tidak bertanggung jawab, maupun secara alami (abrasi), sedimentasi dan pencemaran limbah padat (sampah).
(c). Pengembangan kawasan-kawasan berhabitat mangrove, untuk dijadikan kawasan hijau hutan kota berbasis mangrove.

Mencermati atas semakin menurunnya kawasan konservasi mangrove di wilayah DKI Jakart, serta munculnya kiprah koordinasi pemulihan yang diprakarsai oleh Badan Penglolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta , nampaknya merupakan langkah awal yang cukup strategis dalam arti peyelamatan dan pelestariannya. Hal ini mengingat bahwa tujuan yang hendak dicapai , berupaya untuk memulihkan kembali melalui penyelamatan dan pelestarian kawasan mangrove.

Adapun dasar pertimbangan perlunya pemulihan antara lain mencakup hal-hal sebagai berikut:
(1). Pembinaan dan penanganan kawasan pelestarian alam, di wilayah DKI Jakarta , kini sebagaian telah menjadi tanggung jawab Pemda DKI Jakarta.
(2). Kawasan mngrove di DKI Jakarta, merupakan bagian dari RTH lindung DKI Jakarta, yang perlu dipertahankan karena peranan fungsinya sebagai koridor hijau pengendali lingkungan fisik kritis perkotaan, dan habitat serta sangtuari kehidupan satwa liar.
(3). Dimanfaatkannya kawasan-kawasan pelestarian alam, sebagai hutan wisata dengan kombinasi sebagai wahana rekreasi dn laboratorium alam, nampaknya kini dinantikan oleh masyarakat luas.

Mengacu terhadap Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati, bahwa pengertian konservasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk mengelola sumber daya alam hayati yang pemanfatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya denga tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya . Dalam pada itu, tindakan konservasi yang dilakukan mencakup tiga kegiatan yaitu :
(1) perlindungan sistem penyangga kehidupan,
(2) pengawetan keragaman jenis baik flora maupun fauna termasuk ekosistemnya,
(3) pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara optimal dan berkelanjutan.

Dalam pada itu, konservasi ragaman hayati (biodiversity), merupakan bagian tak terpisahkan dari pengertian sumber daya alam hayati, dimana kawasan jalur penyangga wilayah pantai, termasuk di dalamnya. Hal ini mengingat ada tiga komponen konservasi yang harus ditangani yaitu :
(1) degradasi kawasan penyangga,
(2) tatanan kehidupan sosial masyarakat,
(3) keikutsertaan masyarakat dalam hal pemanfaatan sumber daya secara optimal berkelanjutan.

Di DKI Jakarta , keanekaragaman hayati (ragam hayati) mrupakan sumber daya vital, sebagai penyangga dan penyeimbang lingkungan hidup wilayah perkotaan yang diperankan oleh tabiat ekosistemnya. Pengaruh aktivitas manusia sejak dekade abad XVII telah berlangsung, namun demikian pada abad terakhir ini pengaruh tersebut meningkat secara dramatis. Berkurang dan berubahnya kawasan mangrove di jalur penyangga sempadanpantai bukan saja kibat pengaruh alam, akan tetapi lebih nyata akiba desakan alih fungsi kawasan. Sebagai akibat yang ditimbulkannya, hilangnya jenis-jenis satwa liar karena daya dukung habitatnya yang tidak memadai lagi.

Demikian halnya dengan semakin berkurang dan berubahnya kawaan-kawasan hijau penyangga sempadan sungai, hingga menyebabkan kurang nyamannya mintakat kehidupan masyarakat di sekitarnya. Secara umum ada tiga alasan mendasar mengapa konservasi ragam hayati perlu dilakukan :
(1). Ragam hayati, pada dasarnya sebagai bagian dari prinsip hidup hakiki. Pengertian tersebut memberikan gambaran bahwa setiap jenis kehidupan liar (flora dan fauna) mempunyai hak untuk hidup. Hal ini mengingat bahwa dalam Piagam PBB tentang sumber daya alam, menegaskan bahwa setiap bentuk kehidupan wajib dihormati tanpa mempedulikan nilainya bagi manusia.
(2). Ragam hayati, pada dasarnya sebagai bagian dari daya hidup manusia. Pengertian tersebut memberikan gambaran bahwa ragam hayati membantu planet bumi untuk tetap hidup, karena memainkan peranan penting dalam halsistem penunjang kehidupan, mulai dari mempertahankan keseimbangan materi kimiawi ( melelui siklus biogeokimia), dan mempertahankan kondisi iklim, daerah aliran sungi (DAS) serta berfungsi untuk memperbarui tanah dan komponennya.
(3). Ragam hayati menghasilkan manfaat ekonomi. Pengertian tersebut memberikan gambaran bahwa ragam hayati merupakan sumber dari seluruh kekayaan sumber daya biologis yang memilki nilai ekonomis. Dari ragam hayati, manusia memperoleh makanan, kesehatan karena mampu menyediakan oksigen (O2) bebas, serta memiliki nilai budaya yang spesifik bagi kepentingan hidup manusia.

Dari tiga uraian alasan di atas, memberikan gambaran bahwa keragaman hayati merupakan bagian tak terpisahkan dari konsep pengembangan pemulihan kawasan (hutan) mangrove yang dinilai telah terdegradasi.
Dalam Kepres 32 tahun 1990, tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, dijelaskan bahwa kawasan penyangga pada dasarnya merupakan buffer yang berfungsi sebagai perlidungan terhadap kawasan yang dilindungi (protected area). Dalam kontek kawasan penyangga pantai, dimaksudkan sebagai kawasan (jalur) yang berfungsi sebagai perlindungan terhadap keutuhan pantai dan atau pesisir. Jalur penyangga ini dapat berupa komunitas vegetasi atau (formasi) pantai dan atau mangrove.

KEDUDUKAN KAWASAN MANGROVE DAN PERANA FUNGSI EKOSISTEMNYA

Seperti tersirat dalam Perda No.6 DKI Jakarta tahun 1999, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW),bahwa RTH lindung yang dimaksud dalam perda tersebut, lebih cenderung didominasi oleh penutupan vegetasi mangrove, keberadaan ini nampaknya mendudukkan kawasan mangrove menjadi startegis untuk dipertahankan kelestariannya.

Melalui daya dan upaya untuk melestarikan , meningkatkan dan mengembangkan kawasan mangrove sebagai bagian dari RTH lindung; pada hakikatnya merupakan langkah awal upaya peningkatan kualitas RTH Lindung dalam RTRW 2010, yang berperan fungsi sebagai penyangga da penopang mintakat kenyamanan kota Jakarta.
Pada Ekosistem alamiah, tegakan mangrove membentuk zonasi sesuai dengan habitatnya (lumpur berpasir), salinitas dan fluktuasi pasang surut air laut. Pada masing-masing zonasi dicirikan oleh tumbuh jenis tertentu, yang umumnya mulai dari pantai hingga ke daratan, dengan urutn jenis paling luar dijumpai Avecennia sp, dan secara berangsur-angsur diikuti oleh jenis-jenis Rhizopra sp, Bruguiera sp, Ceriops sp dan Xylocarpus sp.

Karakteristik mngrove yang menarik, merupakan hasil adaptasi terhadap lingkungan dan atau habitatnya. Tapak mangrove bersifat anaerobik bila dalam keadaan terendam; oleh karena itu beberapa jenis mangrove mempunyai sistem perakaran udara yang spesifik. Akar tunjang (stilt roots) dijumpai pada genus Rhizopora, akar napas ( pneumatophores) pada genus Avicennia dan sonneratia; akar lutut (knee roots) pada genus Bruguiera; dan akar papan (plank roots) yang dijumpai pada genus Xylocarpus.

Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan, mempunyai peranan fungsi multiguna baik jasa biologis, ekologis maupun ekonomis. Peranan fungsi fisik mangrove mampu mengendalikan abrasi dan penyusupan air laut (intrusi) ke wilayah daratan; serta mampu menahan sampah yang bersumber dari daratan, yang dikendalikan melalui sistem perakarannya.

Jasa biologis mangrove sebagai sempadan pantai, berperan sebagai penahan gelombang , memperlambat arus pasang surut, menehan serta menjebak besaran laju sedimentasi dari wilayah atasnya. Selain itu komunitas mangrove juga merupakan sumber unsur hara bagi kehidupan hayati (biota perairan) laut, serta sumber pakan bagi kehidupan biota darat seperti burung, mamalia dan jenis reptil. Sedangkan jasa mangrove lainnya juga mampu menghasilkan jumlah oksige lebih besar dibanding dengan tetumbuhan darat.

Peranan fungsi ekologis kawasan mangrove yang merupakan tempat pemijahan, asuhan dan mencari maka bgi kehidupan berbagai jenis biota perairan laut, di sisi lain kawasan mangrove juga merupakan wahana sangtuari berbagai jenis satwa liar, sepeti unggas (burung), reptil dan mamalia terbang, serta merupakan sumber pelestarian plasama nutfah.

Manfaat ekonomis mangrove, juga cukup memegang peranan penting bagi masyarakat, karena merupakan wahana dan sumber penghasilan seperti ikan, ketam, kerang dan udang, serta buah beberapa jenis mangrove dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Manfaat lainnya merupakan sumber pendapatan masyarakat melalui budidaya tambak, kulit mangrove bermanfaat dalam industri penyamak kulit, industri batik, patal, dan pewarna jaring, serta sebagai wahana wisata alam, penelitian dan laboratorium pendidikan.

Mecermati atas karakteristik ekosistem dan peranan fungsinya, nampaknya degradasi (kerusakan) kawasan mangrove akan menyebabkan berbagai fenomena baik terhadap kehidupan biota perairan, dan kehidupan liar lainnya, maupun sebagai sumber kehidupan masyarakat di sekitarnya. Demikian halnya dengan pembangunan dan pengembangan kawasan “tambak” yang kurang terkontrol, akan menyebabkan terdegradasinya habitat maupun vegetasinya, yang secara langsung mupun tidak langsung peranan fungsi menjadi terganggu.

Hutan vs Ekologi Mangrove

Hutan mangrove merupakan salah satu benuk ekosistem hutan yang unik dan khas, terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir, pantai, dan atau pulau-pulau kecil, dan merupakan potensi sumber daya alam yang sangat potensial. Hutan mangrove memiliki nilai ekonomis dan ekologis yang tinggi, tetapi sangat rentan terhadap kerusakan apabila kurang bijaksana dalam mempertahankan, melestarikan dan pengelolaannya.

Hutan mangrove sangat menunjang perekonomian masyarakat pantai, karena merupakan sumber mata pencaharian masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan. Secara ekologis hutan mangrove di samping sebagai habitat biota laut, juga merupakan tempat pemijahan bagi ikan yang hidup di laut bebas. Keragaman jenis mangrove dan keunikannya juga memiliki potensi sebagai wahana hutan wisata dan atau penyangga perlindungan wilayah pesisir dan pantai, dari berbagai ancaman sedimentasi, abarasi, pencegahan intrsi air laut , serta sebagai sumber pakan habitat biota laut.

Kondisi hutan mangrove pada umumnya memiliki tekanan berat, sebagai akibat dari tekanan krisis ekonomi yang berkepanjangan. Selain dirambah dan atau dialihfungsikan, kawasan mangrove di beberapa daerah, termasuk DKI Jakarta untuk kepentingan tambak, kini marak terjadi. Akibat yang ditimbulkan terganggunya peranan fungsi kawasan mangrove sbagai habitat biota laut, perlindungan wilayah pesisir, dn terputusnya mata rantai makanan bagi bioata kehidupan seperti burung, reptil, dan berbagai kehidupan lainnya.

Tekanan terhadap hutan mangrove di wilayah DKI Jakarta, sebagai akibat tumbuh berkembangnya pusat-pusat kegiatan dan aktivitas manusia; juga disebabkan oleh beberapa aspek kegiatan antara lain;
(a) pengembangan permukiman,
(b) pembangunan fasilitas rekreasi,
(c) pemanfatan lahan pasang surut untuk kepentingan budidaya pertambakan.

Selain terciptanya perubahan dan kerusakan lingkungan, di bagian wilayah hulu juga ikut andil dalam memperburuk kondisi kawasan pantai. Berbagai bentuk masukan bahan padatan sedimen (erosi), bahan cemaran baik yang bersumber dari industri maupun rumah tangga, merupakan salah satu faktor penyebab penyebab pendangkalan pantai dan keruskan ekosistem mangrove.

Dari beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa kondisi kawasan Pantai dan Kepulauan Seribu, kini dalam keadaan terganggu dan diduga tidak dapat mendukung keseimbangan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Dinas Kehutanan DKI Jakarta (1998), melaporkan bahwa komunitas mangrove yang berfungsi sebagai penyangga sempadan pantai cenderung semakin terganggu peranan fungsinya. Bapealda (2001), melaporkan hasil pemantauan kualitas perairan teluk Jakarta dinilai semakin memburuk dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya. Yayasan Mangrove (1999), juga melaporkan hasil evaluasi kawasan-kawasan mangrove di Taman Nasional Kepulauan Seribu, yang memberikan gambaran atas terganggunya kawasan mangrove yang berfungsi sebagai penyangga sempadan pantai pulau-pulau berukuran besar maupun kecil. Demikian halnya dengan laporan hasil pencacahan kondisi sosial ekonomi masyarakat di Kepulauan seribu (Lembaga Ekonomi UI, 2000), menyarikan rendahnya tatanan sosial ekonomi masyarakat ditinjau dari segi pendapatan per kapita, dan tingkat pendidikan masyarakatnya.

Mencermati atas uraian fenomena atas dasar laporan hasil kajian di atas, maka dapat disarikan sebagai aspek permasalahan sebagai berikut :
(1). Kawasan mangrove sebagai jalur penyangga wilayah pantai dan Kepulauan Seribu, peranan fungsi ekosistemnya terganggu: dan memberikan kecenderungan semakin teancamnya sumberdaya alam hayati baik kehidupan flora maupun fauna;
(2). Tatanan sosial masyarakat terdekat dengan kwasan jalur penyangga baik di darat maupun di Kepulauan Seribu, tingkat ekonominya sangat rendah dibanding dengan tingkat sosial di DKI Jakarta pada umumnya;

Atas dasar itulah, perlu pembinaan dalam bentuk “ Restorasi Ekologi Hutan Mangrove di Provinsi DKI Jakarta”, diikuti dengan peningkatan tatanan sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya. Hal ini dimaksudkan agara pengendalian atas kecenderungan semakin terdegradasinya kawasan mangrove sebagai jalur penyangga wilayah pantai, termasuk upaya-upaya peningkatan taraf hidup masyarakat sekitar dapat dilakukan secara terprogram, terpadu berkelanjutan.

Prioritas teknologi dan nasional strategi untuk mengembangkan dan mengelola perikanan dan budidaya

PENDAHULUAN
ikan merupakan sumber utama gizi bagi masyarakat miskin di Asia. Permintaan ikan akan terus tumbuh di dalam negeri dan asing pasar sebagai populasi dan per kapita pendapatan meningkat. jika permintaan tidak dipenuhi oleh sama cepat pertumbuhan pasokan, kekurangan ikan akan menyebabkan ikan lebih rendah konsumsi, terutama di kalangan masyarakat miskin, dan mengancam ketahanan pangan. Penawaran dan proyeksi permintaan pastikan bahwa konsumsi per kapita ikan bisa jatuh selama 15 berikutnya tahun di Bangladesh, Filipina dan pasar lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan yang berkembang dengan sumber daya terbatas, nasional pemerintah harus, bekerja sama dengan perkembangan mereka mitra, mengidentifikasi teknologi prioritas untuk meningkatkan perikanan produktivitas dan mengembangkan strategi nasional untuk menyebarkan ini teknologi untuk efek maksimum. Pada upaya ini engsel masa depan miskin yang tergantung pada ikan. Untuk mengkatalisis proses, Pusat WorldFish memimpin studi multicountry yang memiliki, untuk pertama kalinya, kebutuhan yang teridentifikasi dan tanggapan melalui analisis stakeholder dan konsultasi, yang didukung dengan sistematis analisis, kuantitatif prospek untuk ikan, permintaan pasokan dan perdagangan. Stakeholder dalam sembilan negara yang berpartisipasi - Bangladesh, Cina, India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Sri Lanka, Thailand dan Vietnam - dan mitra pembangunan mereka dapat mempertimbangkan temuan dan strategi tiap negara papan dari dipertahankan platform untuk perubahan.

METODOLOGI
Metodologi untuk peringkat dan memilih teknologi dikembangkan di bengkel di mana mitra penelitian dari semua sembilan negara peserta sepakat untuk mengadopsi lima kriteria untuk memprioritaskan budidaya pro-kaum miskin dan memancing teknologi. Kriteria tersebut dan yang berhubungan indikator yang diterapkan menggunakan prosedur yang sistematis. Setiap kriteria ditugaskan berat menurut relevansinya di suatu negara tertentu, dan skor yang diperoleh untuk setiap kriteria indikator. Skor teknologi dihitung sebagai rata-rata tertimbang dari skor indikator dan kriteria, dan kemudian digunakan untuk menentukan peringkat teknologi

KRITERIA MEMPRIORITASKAN ADALAH SEBAGAI BERIKUT:
A. Efisiensi Produksi. Menerapkan teknologi umumnya meningkatkan produksi hasil dan keuntungan. New alat tangkap teknologi harus meningkatkan menangkap dibuat dengan usaha yang sama, dan teknologi pasca panen harus mengurangi kerugian selama pemrosesan. Teknologi yang diadopsi harus meningkatkan profitabilitas dan pasca tingkat yang memadai kembali untuk setiap investasi tambahan.
B. Keamanan Pangan dan Gizi. Ini didefinisikan sebagai semua kelompok rumah tangga memiliki akses ke makanan yang cukup, termasuk ikan. Tujuan penting adalah menyediakan murah protein untuk populasi berkembang. Teknologi yang diinginkan harus membuat ikan dan produk perikanan lebih luas tersedia dan terjangkau bagi masyarakat miskin. Yang sesuai indikator adalah harga eceran dan berbagi konsumsi (Berdasarkan nilai) dari spesies ikan diproduksi di bawah yang diberikan teknologi.
C. Pekerjaan Generasi. dalam merancang akuakultur dan perikanan teknologi, suatu pertimbangan penting adalah generasi kesempatan kerja bagi pedesaan miskin. pasar tenaga kerja tidak efisien menjaga miskin kronis setengah menganggur, dan self-kerja dihalangi oleh kurangnya modal. Perempuan mengalami diskriminasi meskipun menjadi pencari nafkah di masyarakat miskin dan besar aset untuk industri perikanan, khususnya di laut pengolahan. Yang sesuai indikator untuk kriteria ini adalah saham faktor tenaga kerja dalam total biaya.
D. Dampak lingkungan. Pengaruh teknologi terhadap lingkungan harus diperhitungkan ketika memprioritaskan mereka. Harus teknologi lingkungan ramah bagi industri yang akan berkelanjutan dalam jangka panjang jalankan. Budidaya harus dimasukkan ke dalam perencanaan pada skala geografis yang tepat - DAS dan zona pantai - dan memiliki ketentuan yang memadai untuk efisien limbah sebelum air limbah dibuang ke bidang tanaman sekitarnya atau sistem sungai. Penggunaan
asing spesies budidaya harus dihindari dan translokasi spesies tersebut harus mengikuti kedua undang-undang nasional dan muncul pedoman global untuk melindungi air keanekaragaman hayati. dalam perikanan tangkap, gear baru tidak seharusnya biomassa menyebabkan kerusakan atau terlalu stres air ekosistem. Demikian juga, teknologi pengolahan harus tidak menghasilkan pembuangan berlebihan atau beracun. The indikator dibawah kriteria ini adalah tingkat limbah
pembuangan, risiko penyakit menular, dan dampak teknologi terhadap keanekaragaman hayati.
E. Penerimaan oleh Masyarakat Miskin. Sebuah teknologi perikanan harus mendapatkan penerimaan yang luas dan dukungan dari umum masyarakat untuk berhasil. adil akses ke modal berarti miskin biasanya tidak mampu teknologi memerlukan investasi mahal. Untuk memudahkan adopsi, teknologi harus sederhana dan kompatibel dengan lokal sumber daya alam anugerah. Indikator di bawah ini kriteria persyaratan investasi teknologi's dan kesederhanaan atau kemudahan adopsi, sumber daya alam endowmen wilayah; dan sosial, budaya dan hukum penerimaan teknologi seperti yang dirasakan oleh ikan miskin petani, nelayan dan prosesor.

REKOMENDASI KEBIJAKAN 1:
Mengembangkan budidaya sesuai teknologi
Pertumbuhan pasokan ikan dari budidaya dicari melalui peningkatan produktivitas, yang akan dicapai melalui investasi penelitian, dan - untuk menutup kesenjangan efisiensi bahwa wabah skala kecil, peternakan ikan rendah intensitas - ekstensi layanan dan dukungan teknis. Untuk mencegah tidak dapat diterima konsumsi jasa lingkungan, dengan konsekuensi bagi masyarakat miskin yang tergantung pada mereka yang paling, dan untuk menjamin keberlanjutan, budidaya harus
dimasukkan ke dalam DAS dan pesisir zona perencanaan. Menyampaikan manfaat pertumbuhan kuakultur kepada orang miskin membutuhkan prioritas komoditas yang dikonsumsi oleh mereka dan mengadopsi teknologi oleh perusahaan dioperasikan oleh atau mempekerjakan orang miskin. Pada saat yang sama, komoditas tersebut harus memiliki terang prospek pasar untuk memastikan kelangsungan hidup ekonomi dan laba atas investasi. Carp akuakultur dan sistem terintegrasi budidaya pertanian dan tingkat tinggi di kedua hal. Tergantung pada negara, spesies lain juga dapat di daftar prioritas.

REKOMENDASI KEBIJAKAN 2:
Rasionalisasi perikanan tangkap perikanan lepas pantai adalah satu-satunya target untuk peningkatan yang signifikan di bidang perikanan, investasi usaha dan produksi. Hal ini mencerminkan harapan bahwa masyarakat miskin akan menguntungkan melalui pekerjaan di kapal lepas pantai dan terkait kegiatan darat, seperti penanganan ikan di lokasi pendaratan dan dalam pengolahan. pantai, atau pesisir, perikanan tangkap memerlukan kapasitas dan pengurangan kerja dengan sumber daya yang lebih baik pengelolaan dan konservasi. Budidaya, pengolahan dan pariwisata dapat menyerap beberapa nelayan keluar, tetapi banyak akan menemukan pilihan terbaik mereka di luar perikanan sama sekali dan akan membutuhkan layanan keuangan mikro, program pelatihan dan lainnya dukungan untuk berhasil mengubah karier. untuk nelayan yang tersisa, lebih kuat dan lebih efektif langkah-langkah pengelolaan yang diperlukan. Pilihan manajemen bervariasi dari desentralisasi dan manajemen bersama untuk terpusat, administrasi perintah-dan-kontrol, tetapi Intinya adalah untuk memperbaiki perumusan dan penegakan
memancing aturan. Mempromosikan penggunaan alat kecil seperti jaring insang dan hook-dan-line mengatasi manfaat nelayan miskin.

REKOMENDASI KEBIJAKAN 3:
Membangun institusi yang diperlukan instansi Pemerintah disarankan untuk meningkatkan koordinasi, kebijakan konsistensi dan kualitas sumber daya manusia,
khususnya di bidang jasa penelitian dan penyuluhan. Kerjasama seluruh lembaga sangat penting untuk mengatasi sumber daya alam aspek perikanan tangkap dan budaya, yang memerlukan merasionalisasi kebijakan tanah dan penggunaan air. Pengorganisasian miskin nelayan, petani dan prosesor adalah cara yang disukai untuk mengatasi perdagangan global dan perkembangan teknologi yang cenderung mendukung operasi besar. Regional yang lebih besar kolaborasi, khususnya
mengenai negosiasi perdagangan, dapat counter pengenaan sewenang-wenang hambatan non-tarif dan langkah-langkah proteksionis di negara maju, serta menyelaraskan prosedur dan standar di Selatan-Selatan dan Perdagangan Utara-Selatan.

KESIMPULAN:
dari perikanan tangkap ke budidaya
Semua sembilan negara peserta mengakui menangkap bahwa perikanan telah mencapai atau mendekati produksi mereka batas. ekspansi yang signifikan dalam produksi untuk memenuhi pertumbuhan peluang mata pencaharian permintaan dan memperluas dapat dicari hanya di budidaya, tapi ini hanya dapat dicapai melalui pengarusutamaan akuakultur ke zona DAS dan pesisir rencana. untuk perikanan tangkap, terutama di laut perairan pantai daerah, penekanannya pada mempertahankan produktivitas alam saham melalui manajemen yang baik. Pusat WorldFish adalah pemimpin dan inovator dalam teknologi budidaya mengembangkan dan menyempurnakan, pertama di Selatan dan Asia Tenggara dan Pasifik, dan semakin di Afrika Sub-Sahara. WorldFish menggabungkan keahlian dalam akuakultur dengan penelitian dalam perikanan tangkap - Lepas pantai, pantai dan pedalaman - untuk membantu para pemangku kepentingan manfaat dari keseimbangan optimal dari budidaya dan menangkap perikanan.