Senin, 29 November 2010

Pohon Api-api (Avicennia marina)

Pohon api-api (Avicennia marina) telah dimasukkan dalam suku tersendiri yaitu Avicenniaceae, setelah sebelumnya dimasukkan dalam suku Verbenaceae, karena Avicennia memiliki perbedaan mendasar dalam bentuk organ reproduksi dan cara berkembang biak dengan anggota suku Verbenaceae lainnya (Tomlinson, 1996).
Pohon api-api (Avicennia marina) memiliki akar napas (pneumatofore) yang merupakan akar percabangan yang tumbuh dengan jarak teratur secara vertikal dari akar horizontal yang terbenam di dalam tanah. Reproduksinya bersifat kryptovivipary, yaitu biji tumbuh keluar dari kulit biji saat masih menggantung pada tanaman induk, tetapi tidak tumbuh keluar menembus buah sebelum biji jatuh ke tanah. Buah berbentuk seperti mangga, ujung buah tumpul dan panjang 1 cm, daun berbentuk ellips dengan ujung tumpul dan panjang daun sekitar 7 cm, lebar daun 3-4 cm, permukaan atas daun berwarna hijau mengkilat dan permukaan bawah berWarna hijau abu-abu dan suram.
dalam banyak penelitian di Cilacap menunjukkan Bahwa pohon bakau (Rhizophora mucronata) dapat mengakumulasi tembaga (Cu), mangan (Mn), dan seng (Zn). Banus,1977 juga mengungkapkan bahwa hipokotil pohon bakau (Rhizophora mucronata) dapat mengakumulasi tembaga (Cu), besi (Fe), dan seng (Zn).Kemampuan vegetasi mangrove dalam mengakumulasi logam berat dapat dijadikan alternatif perlindungan perairan estuari Pantai Timur Surabaya terhadap pencemaran logam berat. Tumbuhan yang hidup di daerah tercemar memiliki mekanisme pe-nyesuaian yang membuat polutan menjadi nonaktif dan disimpan di dalam jaringan tua sehingga tidak membahayakan pertumbuhan dan kehidupan tumbuhan. Polutan tersebut akan memberi pengaruh jika dikeluarkan melalui metabolisme jaringan atau jika tumbuhan tersebut dikonsumsi. Pemberian polutan dapat merangsang kemampuannya untuk bertahan pada tingkat yang lebih toksik (Bryan and Hummerstone, 1971 dalam Wilson, 1988).
Mangrove yang tumbuh di muara sungai merupakan tempat penampungan terakhir bagi limbah-limbah yang terbawa aliran sungai, terutama jika jumlah limbah yang masuk ke lingkungan estuari melebihi kemampuan pemurnian alami oleh badan air (Mastaller, 1996).
Tumbuhan memiliki kemampuan untuk menyerap ion-ion dari lingkungannya ke dalam tubuh melalui membran sel. Dua sifat penyerapan ion oleh tumbuhan adalah:
1) faktor konsentrasi; kemampuan tumbuhan dalam mengakumulasi ion sampai tingkat konsentrasi tertentu, bahkan dapat mencapai beberapa tingkat lebih besar dari konsentrasi ion di dalam mediumnya,
2) perbedaan kuantitatif akan kebutuhan hara yang berbeda pada tiap jenis tumbuhan.
Sel-sel akar tumbuhan umumnya mengandung konsentrasi ion yang lebih tinggi daripada medium di sekitarnya. Sejumlah besar eksperimen menunjukkan adanya hubungan antara laju pengambilan ion dengan konsentrasi ion yang menyerupai hubungan antara laju reaksi yang dihantarkan enzim dengan konsentrasi substratnya. Analogi ini menunjukkan adanya barier khusus dalam membran sel yang hanya sesuai untuk suatu ion tertentu dan dapat menyerap ion tersebut, sehingga pada konsentrasi substrat yang tinggi semua barier berperan pada laju maksimum hingga mencapai laju pengambilan jenuh (Fitter, 1982).
Tembaga (Cu) dalam konsentrasi tinggi atau rendah bersifat sangat toksik bagi tumbuhan jika berada sebagai satu-satunya unsur dalam larutan. Sebagai fungisida tembaga (Cu) digunakan dalam bentuk serbuk dan spray. Tembaga (Cu) juga dibutuhkan oleh beberapa jenis tumbuhan sebagai elemen mikro yang berperan dalam proses respirasi (Fitter, 1982).
Kadmium (Cd) termasuk dalam elemen stimulator tumbuhan pada bagian tertentu. Elemen ini secara tidak langsung menguntungkan pertumbuhan tumbuhan melalui peningkatan kemampuan elemen tertentu, melalui penurunan konsentrasi substansi toksik atau dengan menjaga keseimbangan ion-ion dalam media pertumbuhan (Fitter, 1982).
Menurut Fitter, 1982, mekanisme yang mungkin dilakukan oleh tumbuhan untuk menghadapi konsentrasi toksik adalah:
(a). Penanggulangan (ameliorasi); untuk meminimumkan pengaruh toksin terdapat empat pendekatan:
1.) lokalisasi (intraseluler atau ekstraseluler); biasanya pada organ akar
2.) ekskresi; secara aktif melalui kelenjar pada tajuk atau secara pasif melalui akumulasi pada daun-daun tua yang diikuti dengan pengguguran daun,
3.) dilusi (melemahkan); melalui pengenceran,
4.) inaktivasi secara kimia
Mekanisme pembentukan kompleks logam sering dijumpai pada tumbuhan, seperti pada tembaga (Cu) yang biasanya mengalami translokasi pembentukan kelat dengan asam-asam poliamino-polikarboksilik (Tiffin, 1972 dalam Fitter, 1982).
(b). toleransi; tumbuhan mengembangkan sistem metabolik yang dapat berfungsi pada konsentrasi toksik
Jenis-jenis tumbuhan yang mampu bertahan terhadap ion-ion toksik memiliki mekanisme berlapis (multilayered). Lazimnya adaptasi terhadap logam berat melibatkan diferensiasi ekotipe yaitu evolusi dari genotip-genotip yang beradaptasi (Fitter, 1982).



sumber: http://www.terranet.or.id

vivipar, ovovivipar dan ovipar

Sehubungan dengan pemijahan, dikenal ada tiga macam ikan yaitu vivipar, ovovivipar dan ovipar. Ikan vivipar dan ovovivipar ialah ikan yang melahirkan anak-anaknya sedangkan ikan ovivar ialah ikan yang mengeluarkan telur pada waktu terjadi pemijahan. Perbedaan antara ikan vivipar dengan ikan ovovivipar terletak pada perkembangan telur yang dikandung dan keadaan anak-anaknya pada waktu dilahirkan.

Ikan vivipar dan ovovivipar biasanya berfekunditas kecil dan keturunannya mendapat semacam jaminan atau keyakinan dari induk untuk dapat melangsungkan awal hidupya dengan aman. Sedangkan pada ikan ovipar biasanya berfekunditas besar atau jumlah telur yang dikeluarkannya besar disebabkan untuk mengimbangi tekanan keadaan sekelilingnya dari hal yang tidak lazim terutama dari serangan predator. Hal ini menunjukkan bahwa ikan vivipar dan ovovivipar lebih modern daripada ikan ovipar dalam mempertahankan eksistensi spesies. Dalam proses biologisnya yaitu pada waktu terjadi pemijahan, ikan ovipar lebih banyak mengeluarkan energi dari pada ikan vivipar dan ovovivipar.



Sumber : M. Ichsan Effendie

Jumat, 26 November 2010

Ikan Gabus Bahan Dasar Pempek Sudah Dapat Dibudidayakan

Siapa yang tidak kenal dengan Pempek. Makanan khas Sumatera Selatan yang sangat terkenal. Tidak lengkap rasanya berkunjung ke Palembang, ibukota Sumatera Selatan, jika pulang tidak membawa oleh-oleh pempek. Pempek sebenarnya bahan dasarnya adalah segala jenis ikan yang kemudidan digiling halus untuk dijadikan adonan. Bahan dasarnya yang sering digunakan adalah ikan belida. Namun dengan semakin menipisnya stok belida di pasaran maka sekarang para pembuat pempek beralih ke ikan gabus. Pertimbangannya karena ikan gabus masih dapat ditemui di pasaran, dagingnya putih bersih dan rasanya enak. Jadi tidaklah salah kalau kemudian ikan gabus menjadi pengganti ikan belida sebagai bahan dasar dalam pembuatan pempek.

Ikan gabus sendiri adalah ikan asli dari perairan Indonesia yang sering terdapat di sungai, rawa-rawa, waduk dan perairan lainnya yang airnya relatif tenang. Ikan gabus sebetulny sangat meresahkan para pembudidaya ikan karena ia termasuk dalam kategori ikan predator atau pemakan ikan lainnya. Namun seiring dengan semakin banyaknya permintaan akan ikan gabus maka mulai banyak dikembangkan oleh para pembudidaya terutama didaerah kalimantan yang notabene perairannya sangat cocok untuk budidaya ikan gabus ini.

Secara morfologi ikan gabus adalah ikan air tawar yang cukup besar, tenang tapi lincah dan memiliki pertumbuhan yang dapat mencapai panjang 1 m. Kepalanya besar gepeng menyerupai ular dan memiliki sisik-sisik besar di atas kepala dengan tubuh bulatgilig memanjang. Sirip punggung memanjang dan sirip ekor membulat di ujungnya dan mempunyai 4-5 sisik diantara gurat sisi dan bagian jari-jari sirip punggung bagian depan. Sisi atas tubuh dari kepala hingga ke ekor– berwarna gelap, hitam kecoklatan atau kehijauan. Sisi bawah tubuh putih, mulai dagu ke belakang. Sisi samping bercoret-coret tebal yang agak kabur. Warna ini seringkali menyerupai lingkungan sekitarnya. Mulut besar, dengan gigi-gigi besar, tajam dan tidak ada gigi bentuk taring pada vomer dan palatine. Ikan gabus memiliki bentuk ekor Diphycercal.

Ikan gabus memiliki banyak nama lain, yaitu aruan, haruan, kocolan, bogo, bayong, bogo, licingan, kutuk, dan lain-lain. Secara taksonomi ikan gabus masuk dalam famili chanidae. Berikut lengkapnya :

* Kerajaan : Animalia
* Filum : Chordata
* Kelas : Actinopterygii
* Ordo : Perciformes
* Famili : Channidae
* Genus : Channa
* Spesies : C. striata

Teknik budidaya ikan gabus sendiri tidaklah sulit. Balai Besar Budidaya Air tawar Mandiangin, Kalimantan Selatan telah berhasil membudidayakan ikan gabus yang disana dikenal dengan nama ikan haruan. Pertama yang harus dilakukan adalah menyediakan induk jantan yang sudah berbobot 1 kg dan induk betina. Pemijahan dilakukan di bak beton dengan ukuran 5 m, lebar 3 m dan tinggi 1 m kemudidan keringkan air selama 3 – 4 hari. Setelah dikeringkan 3 – 4 hari masukkan air setinggi 50 cm dan biarkan airnya mengalir selama waktu pemijahan. Masukkan enceng gondok hingga menutupi sebagian permukaan bak untuk merangsang pemijahan. Kemudian masukkan induk jantan dan betina sebanyak masing-masing 30 ekor dan biarkan terjadi pemijahan. Lakukan pengontrolan setiap hari untuk mengetahui apakah telah terjadi pemijahan atau belum. Pemijahan telah terjadi jika ada telur yang mengapung di permukaan. Ambil telur menggunakan skupnet halus. Penetasan telur dilakukan di akuarium dengan ukuran panjang 60 cm, lebar 40 cm dan tinggi 40 cm. Keringkan air dalam bak beton selama 2 hari kemudian isi air setinggi 40 cm. Pasang duah buah aerasi dan selalu hidupkan selama pemijahan. Pasang juga pemanas air hingga bersuhu 28 derajat celcius. Telur dimasukkan dengan kepadatan 4 – 6 butir/cm. Telur akan menetas selama 24 jam. Larva mulai diberi pakan berupa nauplii artemia ketika telah berumur 2 hari dengan frekuensi 3 kali sehari. Setelah umur 5 hari diberikan pakan tambahan berupa daphnia 3 kali sehari. Penyiponan dilakukan untuk menjaga kebersihan dan kualitas air. Pendederan dilakukan di kolam tanah denga ukuran 200 m2. Keringkan kolam selama 4 – 5 hari. Buat kemalir dengan ukuran lebar 40 cm dan tinggi 10 cm. Ratakan dasar kolam dan diberi kotoran ayam. Isi air setinggi 40 cm dan biarkan selama 5 hari. Kemudian tebarkan larva sebanyak 4000 ekor pada pagi hari. Untuk mengetahui lebih lengkapnya tentang cara budidaya ikan gabus dapat berkonsultasi dengan Balai Besar Budidaya Air Tawar Mandiangin Kalimantan Selatan yang alamat kontaknya dapat dilihat di halaman ”UPT” pada website ini.

Pengembangan budidaya ikan gabus ini sangat menjanjikan karena selain untuk memenuhi permintaan warung-warung makan dan konsumsi rumah tangga, ikan ini sekarang sudah mulai dijadikan bahan dasar dalam pembuatan pempek palembang yang sangat terkenal itu dikarenakan ikan belida yang selama ini menjadi bahan dasar pembuatan pempek sudah mulai berkurang. Permintaan ikan gabus akan meningkat dengan telah tersedia pasar untuk menjual ikan gabus ini.

sumber : http://www.perikanan-budidaya.dkp.go.id

Rabu, 24 November 2010

Mangrove

Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman mangrove tinggi, merupakan tipe hutan khas yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang memenuhi beberapa kriteria.Dari 15,9 juta ha luas hutan mangrove dunia, sekitar 3,7 juta ha atau 24%-nya berada di Indonesia. Sehingga Indonesia merupakan tempat komunitas mangrove terluas di Dunia. Hutan mangrove seringkali disebut hutan bakau, dan hutan payau. Istilah bakau umum digunakan di Indonesia karena sebagian besar hutan mangrove ditumbuhi oleh jenis bakau, bako, tinjang (Rhizophora mucronata) sehingga beberapa orang menafsirkan semua hutan mangrove adalah terdiri dari hutan bakau namun sebenarnya hutan bakau/mangrove yang umum digunakan itu terdiri dari berbagai macam jenis bila diantaranya Avicennia marina, A. alba, Bruguiera gymnorhiza, B. cylindrica Rhizophora mucronata, R. apiculata, R, stylosa, Sonneratia alba, S. caseolaris

Habitat
Hutan mangrove adalah suatu formasi hutan yang tumbuh pada tanah lumpur aluvial beberapa kriteria daerah tumbuhnya mangrove antara lain : 1). Topografi pantai yang relatif landai dengan kemiringan 0 – 3o, sehingga pantai relatif terlindung dari ombak yang besar dan angin
2). Terdapat suplai air tawar dan air laut
3). Terpengaruh arus pasang surut
4). Suhu terendah 25oC dan tertinggi 30oC (kisaran fluktuasi tidak lebih dari 5oC)
5). Daerah tropik atau subtropik
Yang paling menarik dari ekosistem ini adalah cara adaptasi organ-organ tubuhya terhadap kondisi lingkungan yang bersalinitas tinggi, dan selalu tergenang air. Untuk Avicennia marina, menggunakan akar yang menjulang dari tanah keatas (pneumatophora) sehingga saat pasang suplai oksigen
selalu terpenuhi, disamping itu organ batang memiliki lenti sel sepanjang tubuhnya yang berfungsi mengekskresikan garam dan sirkulasi udara. Untuk Rhizophora selain akar yang menggantung penyaring NaCl ia memiliki daun berlapis daging yang tebal untuk menyimpan banyak air Selain itu juga akar-akar mereka mampu menahan sedimen sehingga terjadi penambahan lahan kearah laut.
Kondisi ini menciptakan mangrove memiliki lingkungan yang khas dibatasi oleh salinitas, pasang surut, suhu dan
Oleh karenanya sebagian besar hewan laut tidak dapat mentolerir lingkungan mangrove karena : cepat mengering, kebanyakan tidak dapat benafas di udara, kebanyakan makan makanan dari air, sebagian besar mengeluarkan sperma, sel telur, dan larvae ke air laut sehingga kondisi lingkungan ini membuat sebagian saja satwa yang mempu beradaptasi dapat hidup, diatanra heawan yang paling banyak dijumpai di perairan/ekosistem mangrove adalah kepiting dan keong, karena hewan-hewan ini memiliki : eksoskeleton untuk menurangi air yang keluar, dapat bernafas diudara, sebagian besar makan dari mikroorganisme dan materi organik, dapat memanjat pohon untuk mencari makan, sistem fertilisasi internal dan melindungi anaknya dalam kapsul.
Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem yang produktif, dari penelitian di
Amerika (Everglass, Florida) mensuplai 7 ton seresah mangrove/ha/tahun, penelitian lainnya yang menyatakan kuantitatif jumlah jatuhan seresah
Dinamika
Disini akan dijelaskan beberapa proses pengubahan daun mangrove menjadi nutrisi,massa bagian diatas tanah hutan mangrove yang tidak terganggu di Asia Tenggara dan Australia bekisar antara 100-250 t/ha (Ong et.al.1980)Produksi total serasah (daun, cabang, bunga, bijidllyang gugur kelantai hutan) yang dihasilkan hutan mangrove 7-14t/ha/th, sama atau l ebih tinggi dari yang dihasilkan hutan dataran rendah(Sukardjo&Yamada, 1992), produktivitasnya sama dengan hutan pionner yang masih muda.
Kira-kira 10% produksi daun mangrove dikonsumsi dalam bentuk daun segar oleh hewan herbivora, sisanya masuk kedalam ekosistem dalam bentuk detritus, sebgai misal adalah hutan mangrove di Prapat agung Bali Barat yang menggugurkan daunnya dimusim kering tapi lantai hutannya tidak tertutup
daun karena serasah yang jatuh kelantai hutan dimakan dan dibawah masuk kedalam liang oleh kepiting yang sangat banyak dijumpai.Lebih dari 90% daun mangrove dimakan atau ditimbun oleh kepiting dalam waktu 3 minggu sejak gugur dan memasuki sistem lagi sebagai eksresi detritus yang diperkaya dengan fungi, bakteri dan dengan yang tumbuh didalamnya.
Jika kepiting ditiadakan maka proses dekomposisi daun dapat memakan waktu 6 minggu.
Dalam aliran energi di Mangrove daun memegang peranan penting karena ia merupakan sumber nutrisi sebagai awal rantai makanan.Serasah yang jatuh di lantai mangrove mengalamai proses dekomposisi baik secara fisik maupun biologis, secara fisik daun mengalami pengopyokan oleh arus air laut, paparan sinar matahari, penggenangan secara periodik, dan dimamah oleh kepiting. Secara biologis Serasah ini kemudian mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme yang memiliki kemampuan mendegradasi jaringan daun. Teridentifikasi beberapa jenis Mikrobia degradasi satu diantaranya Aspergillus niger, yang memiliki selulose. Juga terdapat jenis fungi Cirrenalia macrocephala. Disamping di degradasi secara biologis serasah juga mengalami proses fisik seperti pengikisan oleh angin atau pergerakan gelombang air, proses dekomposisi ini menghancurkan daun secara bertahap sehingga strukturnya tidak lagi dikenali dan molekul-molekul organik diuraikan menjadi bentuk-bentuk yang lebih sederhana seperti karbon dioksida, air dan komponen mineral.

Daun tersusun dari 61% berat kering bebas abu sebagai protein, daun gugur proteinnya sekitar 3,1%, sedangkan yang terdekomposisi menjadi partikulat detritus mengalami peningkatan kandungan protein mencapai 22%. Detritus inilah yang menjadi sumber makanan bernutrisi tinggi untuk berbagai jenis satwa.
kemudian serasah terurai menjadi bagian yang lebih kecil (detritus) menurut penelitian daun yang telah terurai ini mengandung vitamin B12, detritus ini kemudian dimakan oleh jasad renik seperti zooplankton, udang, kepiting,ikan kecil (kebanyakan hewan ini memiliki nilai
ekonomis tinggi seperti fase juvenil udang, kepiting) yang selanjutnya hewan kecil ini akan dimakan oleh karnivora terutama ikan.
Detritus mangrove juga dimanfaatkan oleh hewan lain seperti kerang (Anadara granusa), (Oyster crassostrea), Udang ( Acetes) yang dapat digunakan sebagai terasi, Kepiting renang (Scylla serrata) dan banyak ikan seperti Mugil spp, bandeng (Chanos chanos) dan Lates calcaciter.
Sebagai detritus ini sangat penting dalam produktivitas mangrove sayangnya, hutan alami yang ada jauh lebih sedikit daripada kemampuannya untuk memberikan fungsi ini.

Fungsi Mangrove
Semisal laut adalah pohon yang besar maka mangrove adalah akar yang menyediakan bahan makanan, bagi tumbuh suburnya pohon laut.
Peranan mangrove sebagai pendukung lingkungan salah satu yang terpenting adalah produksi jatuhan seresah yang melimpah, daun yang jatuh mengalami beberapa proses sebelum dimanfaatkan oleh biota.


NURSERY GROUND
80 % ikan bernilai ekonomis seperti belanak (Mugil sp), ikan bas bergaris (Roccus saxatilis)ikan, sejenis ikan sebelah (Platichthys flexus) mengambil keuntungan dari kondisi lingkungan mangrove yang dapat digambarkan sebagai daerah yang produktivitasnya tinggi , karena memperoleh energi berupa zat-zat makanan yang terbawa pasang surut air, berdasarkan analisis isi lambung, jenis-jenis ikan yang tertangkap dominan dapat digolongkan dalam kelompok ikan karnivora dan omnivora dan dari segi analisis ini juga diketahui larva ikan dan udang mendominasi isi lambung, hal ini memberikan keterangan bahwa daerah mangrove merupakan tempat berteduh dan mencari makan bagi udang muda dan ikan muda (juvenil), sehingga hutan mangrove disebut “Nursery ground” dan “ feeding ground” (sebagian besar ikan ini memasuki estuari sebagai juvenil dan bermigrasi kembali ke laut ketika menginjak dewasa).selain itu daerah ini langkah akan pemangsa
Selain banyak sumber makanan yang disediakan oleh ekosistem mangrove, lingkungan mangrove juga melakukan seleksi terhadap biota yang hidup dalam ekosistem, karena ekosistemnya memiliki sifak fisik yang menuntut setiap biota untuk beradaptasi terhadap pola tersebut,Kepiting dewasa misalnya mampu hidup pada salinitas rendah karena pengaturan osmosis telah berkembang, tetapi telur-telur dan kepiting muda tidak mempunyai pengaturan osmosis. Karena itu banyak kepiting yang memperlihatkan pola migrasi yang spesifik, bergerak dari estuari ke laut yang berdekatan untuk memijah dan menghabiskan masa awal kehidupan larvanya, kemudian menuju keperairan dengan salinitas rendah untuk mendapatkan suplai makanan, Diperairan mangrove yang masih alami orang dapat memanfaatkan bibit udang untuk dipelihara sebagai benur untuk tambak intensif

AKUMULATOR LOGAM BERAT
Tumbuhan mangrove, secara umum tumbuh pada lingkungan muara yang merupakan daerah penumpukkan sedimen yang berasal dari sungai, memiliki kemampuan untuk menyerap dan memanfaatkan logam berat yang terbawa dalam sedimen sebagai sumber hara yang dibutuhkan untuk melakukan proses-proses metabolisme,
Sebagai misal kita akan melihat kemampuan akumulasi jenis Rhizophora mucronata di Daerah muara sungai Wonorejo.

Tingginya kandungan logam berat di bagian akar pada mangrove menunjukkan adanya usaha untuk melokalisasi materi
masuk dalam tubuh kebagian yang lebih kebal terhadap pengaruh materi toksik, sehingga tidak mempengaruhi bagian tubuh yang rawan terhadap racun. Keberadaan mangrove pada tiap perairan daerah urban akan dapat mampu mengurangi besarnya pencemaran logamberat yang banyak terjadi di Kota-kota besar seperti Surabaya, Semarang dan Jakarta.

METROPOLITAN BAGI SATWA
Ekosistem mangrove merupakan daerah ekoton yang menghubungkan antara ekosistem pesisir dengan daratan, stwa yang ditemukan di daerah mangrove dapat dikaterikan dalam tiga kelompok yang memiliki aktivitas di ketiga lokasi yang saling berhubungan, atau dapat juga diklasifikasikan kedalam tiga tipe yaitu :a) biota aquatik, b)biota semiaquatik, c)biota teresterial.

Zooplankton
Zooplanton yang terdapat di perairan mangrove pada umumnya termasuk dalam capepoda (larva crustacea), beberapa spesies dapat dijumpai disini karena seperti yang dijelaskan diatas mangrove merupakan tempat pemijahan. Dalam penelitian ecoton di Pantai Timur Surabaya menunjukkan semakin tebal dan baik kondisi mangrove suatu perairan maka semakin tinggi tingkat keanekaragaman jenis zooplakton.

Moluska dan Crustacea
Hutan mangrove di Indonesia banyak menyumbang keanekaragaman moluska diperkirakan 90 spesies yang tergolong dalam 32 familia, dalam hutan mangrove sendiri hanya terdapat dua jenis moluska yang adatif yaitu dua familia gastropoda yaitu Potamididae dan Ellobiidae, sedangkan spesie selebihnya betempat di hamparan lumpur didepan mangrove. Dari hasil studi mangrove di Morowali Sulawesi Tengah terdapat 22 spesies, yang terdiri atas 16 spesies gastropoda dan enam spesies bivalvia, kecuali yang terdapat pada perakaran mangrove (epifauna) merupakan komponen utama pada wilayah pasang surut, estuari dan hamparan lumpur. Sedangkan gastropoda dengan kemampuan motilitas dan adaptasi fisiologisnya dapat tersebar pada seluruh wilayah hutan.

Serangga
Kupu-kupu dan laba-laba umum dijumpai dalam ekosistem mangrove.
Sebagian besar jenis kupu-kupu seperti salmonara banyak dijumpai pada hutan dengan dominasi jenis Avicennia marina.
Di Bangladesh saat ini banyak berkembang peternakan lebah madu mangrove yang benang sarinya berasal dari jenis Avicennia marina.
Jenis lebah yang banyak dijumpai adalah Apis dorsata, dan Apis mellifera. Jenis serangga lainnya adalah semut penganyam yang banyak dijumpai berasosiasi dengan jenis Rhizophora mucronata, selain itu daerah ini juga sebagai major breeding group bagi beberapa jenis nyamuk dari genus Aedes, Anopheles, dan Culex.

Habitat Burung
Dari pengamatan ecoton di Pantai Timur Surabaya, terdapat kecenderungan daerha yang memiliki ekosistem mangrove relatif lebih banyak dikunjungi banyak jenis burung sedangkan daerah yang tidak bermangrove hanya dijumpai beberapa burung yang sedang beristirahat.


sumber: http://www.ecoton.or.id/

Myxosporidiasis (Penyakit Gembil)

Myxosporidiasis (Penyakit Gembil)

Penyebab : Myxosporea dari genera Myxobolus, Myxosoma, Thelohanellus, dan Henneguya


Bio — Ekologi Patogen :
Myxosporea berbentuk seperti buah pir atau biji semangka (kwaci), terbungkus dalam kista yang berisi ribuan spora.
• Memiliki vakuola yang disebut vakuola iodinophilous yang menjadi pembeda dua genera Myxosporea, yaitu Myxosoma (tanpa vakuola iodinophilous) dan Myxobolus (dengan vakuola iodinophilous).
• Spora yang dimakan oleh inang dan masuk ke dalam usus akan pecah mengeluarkan sporoplasma, dan bergerak secara amoeboid masuk dalam sirkulasi darah dan terbawa ke organ target infeksi,
• Inang umumnya jenis-jenis ikan dari kelompok cyprinidae, labirinth dan salmonidae. Di Indonesia, jenis ikan yang sering terinfeksi myxosporea antara lain benih ikan mas, tawes, sepat. gurame dan tambakan.
• Prevalensi serangan bervariasi dari rendah sampai sedang dengan mortalitas berpola kronis

Gejala Klinis :
• Menginfeksi jaringan ikat tapis insang, tulang kartilag, otot/daging, dan beberapa organ dalam ikan (terutama benih).
• Terlihat benjolan putih seperti tumor berbentuk bulat-lonjong menyerupai butiran padi pada insang ikan
• Pada infeksi berat. tutup insang (operkulum) tidak dapat
menutup sempurna. sirip ekor bengkok dan berwarna gelap
• Bengkak-bengkak/gembil di bagian tubuh (kanan/kiri), struktur tulang yang tidak normal
• Berenang tidak normal. berdiam di dasar dan akhirnya mati.

Diagnosa :
• Pengamatan secara visual terhadap tingkah laku dan gejala klinis yang cukup jelas
• Pengamatan secara mikroskopis untuk melihat morfologi myxosporidia melalui pembuatan preparat ulas dari organ target infeksi. Pengamatan yang lebih jelas terhadap karakteristik spora diperlukan pewarnaan yang spesifik.

Pengendalian :
• Persiapan kolam (pengeringan dan desinfeksi kolam) untuk memutus siklus hidup parasit.
• Ikan yang terinfeksi segera diambil dan dimusnahkan
• Hindari penggunaan air dari kolam yang sedang terinfeksi parasit
• Pengendapan yang dilengkapi dengan filtrasi fisik (batu, ijuk, kerikil dan pasir)
• Belum ada bahan kimia yang efektif untuk mengobati penyakit ini.




sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dirjen. Perikanan Budidaya,2010

Kamis, 18 November 2010

Microsporidiasis (Cotton Shrimp Disease)

Penyebab : Microsporidia dari genera Thelohania, Nosema dan Peistophora

Bio — Ekologi Patogen
• Disebut sebagai penyakit udang kapas dan/atau udang susu.
• Memiliki lebih dari 8 spora dalam tiap kapsul
• Hampir semua jenis udang penaeid dilaporkan paling sedikit rentan terhadap infeksi salah satu jenis dari parasit golongan microsporidia, meskipun ada indikasi lokal spesifik
• Patogenisitas rendah, tingkat prevalensi dalam satu populasi umumnya tidak lebih dari 5% dan mortalitas yang diakibatkannya juga relatif rendah


Gejala klinis :
• Bagian tubuh udang yang terinfeksi berwarna putih susu dan lebih lunak
• Spora yang berwarna putih menyebar di bagian daging/otot (internal parasite)
• Udang lemah, mudah stress, nafsu makan menurun, lamban sehingga mudah dimangsa predator, serta mudah mati setelah penanganan (handling)

Diagnosa :
• Pengamatan secara visual terhadap tingkah laku dan gejala klinis yang cukup jelas
• Pengamatan secara mikroskopis untuk melihat morfologi microsporidia melalui pembuatan preparat ulas dari organ target infeksi. Pengamatan yang lebih jelas terhadap karakteristik spora diperlukan pewarnaan yang spesifik.

Pengendalian :
• Desinfeksi, pengeringan dasar tambak dan sumber air yang bebas dari microsporidia
• Udang yang terinfeksi segera dimusnahkan, untuk mengurangi potensi penularan secara horizontal
• Untuk memotong siklus hidup parasit, hindari pemberian pakan berupa ikan rucah yang terinfeksi microsporidia
• Tidak ada bahan kimia yang efektif untuk mencegah dan/atau mengobati penyakit microsporidiasis.


sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dirjen. Perikanan Budidaya, 2010

Penyakit Dekil (Fouling Disease)

Penyebab : Zoothamnium spp., Epistylis spp., Vorticella spp.,. Acineta spp.

Bio — Ekologi Patogen
• Umumnya disebabkan oleh mikroorganisme dari kelompok Protozoa, meskipun sering pula berasosiasi dengan algae seperti Nitzschia spp., Amphiprora spp., Navicula spp., Enteromorpha spp., dll.
• Kompleks infeksi mikroorganisme tersebut akan mengganggu pergerakan udang terutama larva, kesulitan makan, berenang, serta proses molting karena organ insang dan/atau seluruh tubuh dipenuhi organisme penempel.
• Faktor pemicu terjadinya ledakan penyakit antara lain, kepadatan tinggi, malnutrisi, kadar bahan organik yang tinggi, dan fluktuasi parameter kualitas air terutama suhu

Gejala Klinis :
• Berenang ke permukaan air dan tubuhnya berwarna buram/kotor
• Insang yang terinfeksi berwarna kemerahan atau kecoklatan
• Lemah, kesulitan bernafas dan nafsu makan menurun, akhirnya mati
• Proses ganti kulit (moulting) terhambat, dan timbul peradangan pada kulit

Diagnosa :
• Pengamatan secara visual terhadap tingkah laku dan gejala klinis yang timbul
• Pengamatan secara mikroskopis untuk melihat morfologi organisme penempel melalui pembuatan preparat ulas dari organ kulit/mukus, sirip dan/atau insang.

Pengendalian:
• Desinfeksi wadah/petak pemeliharaan dan sumber air yang bebas mikroorganisme penempel)
• Memperbaiki kualitas air secara keseluruhan, terutama mengurangi kadar bahan organik terlarut dan/atau meningkatkan frekuensi penggantian air baru
• Pemberian unsur immunostimulan (misalnya penambahan vitamin C pada pakan) secara rutin selama pemeliharaan
• Merangsang proses ganti kulit melalui memanipulasi parameter kualitas air yang yang merupakan faktor determinan
• Udang yang terserang "fouling disease" dengan tingkat prevalensi dan intensitas yang rendah, pengobatan dapat dilakukan dengan beberapa jenis desinfektan, antara lain: Perendaman dalam larutan formalin pada dosis 25-50 ppm selama 24 jam atau lebih



sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dirjen. Perikanan Budidaya, 2010

Cryptocaryasis (Marine White Spot)

Penyebab : Cryptocaryon irritans

Bio – Ekologi phatogen :
• Berbentuk bulat atau oval berukuran antara 0.3-0.5 mm, dan memunyai silia.
• Bersifat obligat parasitik (memiliki karakter biologi yang hampir sama dengan parasit "Ich")
• Sangat ganas, pada infeksi berat dapat mematikan hingga 100% dalam tempo beberapa hari
• Menginfeksi jenis ikan budidaya air laut (kerapu, kakap, baronang, d1l.) terutama ukuran benih, meskipun ukuran dewasa juga rentan apabila kekebalan tubuhnya merosot

Gejala Klinis :
• Nafsu makan menurun, kurus, warna tubuh gelap, gelisah, lesu dan lemas
• Menggosok-gosokkan badan pada benda di sekitarnya
• Frekwensi pernapasan meningkat (megap-megap), mendekat ke air masuk
• Bintik-bintik putih atau kecoklatan di sirip, kulit atau insang, produksi mukus berlebih, dan sirip menguncup
• Pada infeksi berat, bintik-bintik putih atau nampak seperti salju yang disertai pendarahan, dan mata buram hingga menyebabkan kebutaan
• Infeksi sekunder oleh bakteri akan memperparah kondisi kesehatan hingga mempercepat proses kematian.


Diagnosa :
• Pengamatan secara visual terhadap adanya bintik putih (parasit) pada kulit, sirip dan insang ikan
• Pengamatan secara mikroskopis untuk melihat morfologi parasit melalui pembuatan preparat ulas dari organ kulit/mukus, sirip dan/atau insang.


Pengendalian :
• Mempertahankan suhu agar selalu > 29 derajat celcius
• Pemindahan populasi ikan yang terinfeksi parasit ke air yang
bebas parasit sebanyak 2-3 kali dengan interval 2-3 hari.
• Pengobatan dan/atau pemberantasan parasit dapat

dilakukan melalui perendaman dengan menggunakan:
• Air bersalinitas rendah (0-8 promil) selama beberapa jam (tergantung spesies dan ukuran), dipindahkan ke air yang bebas parasit dan diulang setiap 2-3 hari
• Larutan hydrogen peroxide (H2O2) pada dosis 150 ppm selama 30 menit, dipindahkan ke air yang bebas parasit dan diulang setiap 2 hari
• Larutan kupri sulfat (CUSO4) pada dosis 0,5 ppm selama 5-7 hari dengan aerasi yang kuat, dan air harus diganti setiap hari.
• Larutan formalin 25-50 ppm selama 12-24 jam, dilakukan pengulangan setiap 2 hari




sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dirjen. Perikanan Budidaya,2010

Oodiniasis

Penyebab : Piscinoodinium sp. (Synonim: Oodinium sp.)

Bio — Ekologi phatogen :
• Merupakan ekto-parasit berbentuk bulat
• Fase parasitik berbentuk seperti buah pir, diselaputi membran dan apendik menyerupai rizoid sebagai alat penempel pada ikan. Lamanya face ini tergantung pada suhu air, pada suhu 25 derajat celcius selama ± 6 hari akan mencapai dewasa.
• Infeksi yang berat dapat mematikan hingga 100% dalam tempo beberapa hari.
• Organ yang menjadi target infeksi meliputi kulit, sirip dan insang.
• Setelah dewasa, parasit melepaskan diri dari inang, berubah menjadi tomont dan membelah diri menjadi gymnospore. Gymnospore adalah stadia infektif yang berenang seperti spiral untuk mencari inang, apabila dalam
tempo 15-24 jam tidak menemukan inang, stadia tersebut akan mati.


Gejala Klinis :
• Ikan terlihat gelisah, tutup insang mengembang, sirip-sirip terlipat, dan cepat kurus. Populasi parasit di kulit mengakibatkan warna keemasan, berkarat atau putih kecoklatan (dekil) sehingga sering disebut "velvet disease".
• Ikan sering melakukan gerakan mendadak, cepat dan tak
seimbang "flashing" dan akan terlihat jelas pada saat pagi
atau sore hari.
• Menggosok-gosokkan tubuhnya di benda keras yang ada di sekitarnya, dan warna tubuh pucat.


Diagnosa :
• Pengamatan secara visual terhadap adanya parasit pada kulit, sirip dan insang ikan
• Pengamatan secara mikroskopis untuk melihat morfologi parasit melalui pembuatan preparat ulas dari organ kulit/mukus, sirip dan/atau insang.


Pengendalian :
• Mempertahankan suhu agar selalu > 29 derajat celcius
• Pemindahan populasi ikan yang terinfeksi parasit ke air yang bebas parasit sebanyak 2-3 kali dengan interval 2-3 hari.
• Pengobatan dan/atau pemberantasan parasit, antara lain dapat dilakukan melalui perendaman dengan:
• Air garam (1 -10 promil, tergantung species dan ukuran ikan) selama beberapa jam, dipindahkan ke air yang bebas parasit dan diulang setiap 2-3 hari.
• Larutan hydrogen peroxide (H2O2) pada dosis 150 ppm selama 30 menit, dipindahkan ke air yang bebas parasit dan diulang setiap 2 hari.
• Larutan kupri sulfat (CUSO4) pada dosis 0,5-1,0 ppm selama 5-7 hari dengan aerasi yang kuat, dan air harus diganti setiap hari.
• Larutan formalin 25-50 ppm selama 12-24 jam, dilakukan pengulangan setiap 2 hari. Methylene blue pada dosis 2 - 6 ppm selama 3 – 5 hari.
• Larutan Acriflavin pada dosis 0,6 ppm selama 24 jam, dan diulang setiap dua hari sekali.




sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dirjen. Perikanan Budidaya,2010

KKP GANTI IKAN MATI KORBAN MERAPI

Untuk memperbaiki sarana dan prasarana budidaya perikanan yang rusak akibat erupsi Merapi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menyiapkan dana rehabilitasi bagi para pembudidaya ikan di Yogyakarta. Hal tersebut disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad saat melakukan peninjauan ke pembudidaya ikan lele di Boyolali dan pembudidaya ikan nila di Sleman kemarin. Adanya erupsi Merapi telah mengakibatkan kerugian tidak hanya bagi peternak dan petani, melainkan juga mengakibatkan kerugian bagi para pembudidaya ikan berupa kerusakan infrastruktur tambak dan kematian ikan.

Erupsi merapi yang menyemburkan debu dan material vulkanik lainnya mengakibatkan 70 kelompok pembudidaya dengan jumlah lebih 2751 orang mengalami kerugian. Menurut Fadel, sekitar 117 hektar kolam budidaya membutuhkan rehabilitasi segera agar dapat digunakan kembali menjadi lahan budidaya ikan. “Lebih dari 100 hektar lahan budidaya rusak akibat tertutup debu vulkanik merapi sehingga mengakibatkan jutaan ekor ikan di kolam dan tambak mati”, ujar Fadel.

Berdasarkan perhitungan KKP, kerugian sementara yang diderita para pembudidaya mencapai sekitar Rp. 25,9 Miliar. “saat ini produksi ikan terutama lele di DI Yogyakarta khususnya Boyolali mencapai lebih dari 15 ton per hari. Akibat bencana ini, produksi perikanan mengalami penurunan lebih dari 50 persen,” tambah Fadel. Untuk normalisasi tingkat produksi perikanan, maka dalam waktu dekat setelah erupsi Merapi berhenti, KKP akan segera melakukan rehabilitasi tambak-tambak dan kolam-kolam budidaya. Selain rehabilitasi lahan kolam seluas 114 ha, untuk memulihkan perekonomian di sektor budidaya ikan, para pembudidaya membutuhkan sedikitnya 11 juta ekor benih ikan dan lebih dari 1050 ton pakan ikan.

Pemberian bantuan terhadap pembudidaya ikan menunjukan bahwa KKP memiliki keberpihakan terhadap keberlangsungan budidaya ikan, tidak terkecuali masyarakat pelaku usaha perikanan yang terkena bencana alam. Sebelumnya, KKP juga telah menyiapkan anggaran sebesar Rp. 15 miliar untuk penanganan tsunami di Kepulauan Mentawai.




sumber : http://www.dkp.go.id

BAHAN BAKAR ALGAE PALING STRATEGIS

“Indonesia harus menetapkan strategi menggunakan rumput laut sebagai bahan bakar nabati utama. Bahan bakar fosil pasti akan habis. Tenaga surya akan terkena dampak perubahan iklim di wilayah tropis yang semakin banyak hujan. Adapun biofuel dari tanaman darat, akan bersaing dengan program ketahanan pangan dan persaingan penggunaan lahan tanah dengan pemukiman. Dilain hal, negeri kita jelas merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan memiliki pantai terpanjang di dunia”, demikian disampaikan oleh Soen’an H. Poernomo dari Kementerian Kelautan dan Perikanan pada saat memberikan tanggapan dalam Seminar Nasional Sosialisasi Produk Perencanaan Kementerian PPN/Bappenas yang membahas tentang “Ketahanan Energi dan Perubahan Iklim”, tanggal 3 November 2010.

Penggunaan rumput laut sebagai andalan strategis tersebut didukung oleh Dr. Sugiharto, SE, MBA, Komisaris Utama Pertamina (Persero) karena hal tersebut sesuai dengan kondisi geografis negeri kita dan sekaligus akan meningkatkan perekonomian atau kesejahteraan masyarakat pesisir yang relatif lebih miskin. Prof. Dr. Emil Salim juga mengingatkan dalam seminar tersebut bahwa negeri kita memiliki sumber daya laut yang terbesar di dunia. Indonesia harus bergeser dari bahan bakar yang tidak terbarukan, seperti minyak, batu bara, gas alam dan sebagainya, menuju ke bahan bakar dari sumber daya alam yang terbarukan, seperti hasil pertanian, budidaya rumput laut dan sebagainya yang pasti bisa dikelola secara berkelanjutan. Mantan Menteri KLH ini juga membandingkan, kalau India dan Cina tidak memiliki banyak sumberdaya laut, ini berarti negeri kita memiliki daya saing lebih, dibanding dua raksasa ekonomi baru tersebut.

Menurut Soen’an, sebetulnya strategi politik energi Korea selatan bagus dijadikan contoh. Negeri yang menyadari keterbatasan kepemilikan bahan bakar fosil ini, mengandalkan energi dari rumput laut untuk masa depannya. Korea selatan, yang dilaksanakan oleh Korean Institute of Technology (KITECH), menginginkan bisa bekerjasama membuat model pemanfaatan rumput laut sebagai bahan bakar di Sulawesi Barat atau di Kepulauan Bangka Belitung. Indonesia dengan produksi rumput laut terbesar di dunia, yakni 1.021.143 ton, sangat feasible untuk mengandalkan rumput laut sebagai sumber energi. Selama ini rumput laut kebanyakan hanya untuk makanan, dan sedikit kosmetik dan lain-lain.

Profesor Ir. Widjajono Partowidagdo, Ph. D dari Dewan Energi Nasional, yang juga sebagai Guru Besar ITB, melihat peluang energi laut dari banyaknya selat diantara pulau-pulau di Indonesia. Di perairan luar Jawa akan bisa diperoleh energi yang lebih murah dalam daerah atau masyarakat yang berdomisili di wilayah terpencil. Ia memberikan contoh lain, seandainya air di Danau Poso, Sulawesi Tengah, dimanfaatkan, maka akan diperoleh energi senilai 3 cent dolar AS per KWH, dibanding dari minyak berharga 33 cent dolar AS per KWH dan kalau gas senilai 13 cent dolar AS per KWH.

Sehubungan dengan masalah besar dalam ketahanan energi dan perubahan iklim, Prof. Dr. Armida S. Alisjahbana, Selaku Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, menyampaikan bahwa solusinya harus berdimensi tiga, ekonomi, energi dan lingkungan—ekonomi terus tumbuh dan mensejahterakan, energi tersedia dengan harga yang layak, dan dampak negatifnya terhadap lingkungan dapat dikurangi atau dihindari.




sumber :http://www.dkp.go.id

Jumat, 05 November 2010

PENYAKIT JAMUR (MYCOTIC DISEASE)

1. Epizootic Ulcerative Syndrome (EUS) / Mycotic Granulomatosis (MG) / Red-spot disease (RSD)

Penyebab : Aphanomyces invadans

Bio-Ekologi Patogen :
* Merupakan penyakit borok (ulcer) disebabkan infeksi cendawan Aphanomyces invadans.
* Spora cendawan menginfeksi permukaan tubuh ikan, sehingga menimbulkan borok.
* Inang meliputi ikan air tawar dan payau antara lain: betutu, gabus, betok, gurame, lele dan tambakan.
* Tingkat kematian berkisar antara 20-80%

Gejala Klinis :
- Infeksi berawal dari adanya bintik merah pada permukaan tubuh.
- Hilang nafsu makan, warna tubuh gelap, berenang ke permukaan dan hiperaktif.
- Bintik merah berkembang menjadi luka/borok yang berwarna merah cerah dan/atau merah kecoklatan.

Diagnosa:
- Pengamatan hifa dan/atau miselia cendawan di bawah luka/borok pada tubuh ikan.
- Isolasi cendawan pada media agar dan diidentifikasi secara morfometris.
- Secara histopatologis ditemukan adanya hifa cendawan yang terletak di tengah sel granuloma pada jaringan di bawah luka/borok.

Pengendalian :
- Menetralkan kadar keasaman dan/atau alkalinitas air melalui pengapuran.
- Mengisolasi ikan sakit dan/atau membuang ikan yang telah mati.
- Persiapan wadah/kolam secara higienis dan steril terhadap keberadaan spora cendawan tersebut melalui pengeringan, pengapuran, desinfeksi, dll.



sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dirjen. Perikanan Budidaya,2010
budidaya ikan

ISTILAH PENTING Penyakit Ikan

1. Epidemiologi : ilmu yang mempelajari hubungan berbagai faktor yang mempengaruhi frekuensi dan penyebaran penyakit pada suatu komunitas.

2. Penyebaran vertikal : penyebaran penyakit dari suatu generasi ke generasi selanjutnya melalui telur.

3. Penyebaran horisontal : penyebaran penyakit dari ikan satu ke ikan yang lain pada kelompok ikan dan waktu yang sama.

4. Carrier : hewan yang membawa organisme penyebab penyakit dalam tubuhnya, namun hewan tersebut terlihat sehat sehingga menjadi pembawa atau penyebar infeksi.

5. Vektor : hewan yang menjadi perantara organisme penyebab penyakit dari inang yang satu ke inang yang lain. Contoh : siput, burung.

6. Patogenisitas : kemampuan untuk dapat menyebabkan terjadinya penyakit.

7. Virulensi : derajat patogenisitas suatu mikroorganisme.

8. Kisaran inang : kisaran hewan-hewan yang dapat diinfeksi oleh patogen.

9. Parasit obligat: parasit yang hanya menggunakan ikan sebagai satu-satunya inang definitive

10. Gejala klinis: tanda-tanda awal oleh suatu serangan penyakit terhadap ikan berupa kelainan-kelainan fisik, tingkah laku yang terlihat secara visual;

11. Diagnosa penyakit : menentukan penyebab penyakit yang terjadi, dengan mengamati gejala klinis Dan patologi anatomi pada ikan sakit/mati diperkuat dengan pemeriksaan laboratorium.



sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dirjen. Perikanan Budidaya,2010
budidaya ikan

Penyakit Ikan

Pengertian Penyakit
Penyakit didefinisikan sebagai suatu keadaan fisik, morfologi, dan atau fungsi yang mengalami perubahan dari kondisi normal karena beberapa penyebab, dan terbagi atas dua kelompok yaitu penyebab dari dalam (internal) dan luar (eksternal).

Penyebab Penyakit

Penyebab internal antara lain adalah akibat keturunan (genetic) , sekresi internal, imunodefisiensi, kelainan saraf dan metabolik.

Penyakit yang disebabkan oleh faktor eksternal terdiri dari:
1). Penyakit Non infeksius
a. Penyakit akibat lingkungan
Faktor lingkungan sering mengakibatkan kematian yang berlangsung sangat cepat dan tiba-tiba dan mematikan seluruh populasi ikan. Penyebabnya antara lain adalah
• Up welling,
• Keracunan akibat peledakan populasi plankton, pestisida/limbah industri, bahan kimia dan lainnya.
• Keracunan nitrit, hasil metabolisms ikan, dan keracunan ammonia karena pemberian pakan yang berlebihan atau bahan organik
• Polutan, yang bersifat racun yaitu Hg, Cd, Cu, Zn, Ni, Pb, Cr, Al dan Co
b. Penyakit Malnutrisi
• Kekurangan vitamin A menyebabkan mata menonjol,
buta dan terjadi pendarahan pada kulit juga ginjal,
• Kekurangan vitamin B-1 menyebabkan kehilangan nafsu makan, pendarahan dan penyumbatan pembuluh darah
• Kekurangan asam lemak essensial menyebabkan infiltrasi lemak pada kulit dan minimnya pigmentasi pada tubuh ikan.
• Kekurangan vitamin C menyebabkan broken back syndrome seperti scoliosis dan lordosis
c. Penyakit Genetic
Pemicunya adalah adanya faktor genetik terutama karena perkawinan satu keturunan (inbreeding). Akibat dari pemijahan secara inbreeding adalah:
• Pertumbuhan ikan lambat (bantet/kontet) dan ukuran beragam
• Lebih sensitif terhadap infeksi patogen
• Organ tubuh badan yang tidan sempurna serta kelainan lainnya

2). Penyakit Infeksi , disebabkan oleh patogen yang dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu
1. penyakit jamur
2. penyakit parasit
3. penyakit bakteri
4. penyakit virus


Pengendalian Penyakit

Tindakan pengendalian terdiri dari 3 tindakan yaitu pencegahan, penyembuhan dan pemusnahan (eradikasi).Pada dasarnya tidak semua jenis penyakit dapat diobati seperti jenis virus yang sampai saat ini belum ditemukan cara pengobatannya, maka tindakan pencegahan merupakan alternatif tindakan yang harus dilakukan.

Dalam mengendalikan penyakit, pencegahan merupakan tindakan yang paling efektif dibandingkan dengan pengobatan. Selain tidak menimbulkan efek sampingan, tindakan pencegahan juga tidak memerlukan biaya yang besar.
Pencegahan sebaiknya dilakukan sebelum kegiatan pemeliharaan dimulai atau pada saat tanda-tanda serangan penyakit mulai terlihat untuk mencegah meluasnya penyakit.
Beberapa upaya yang harus dilakukan dalam rangka pengendalian penyakit secara keseluruhan antara lain :
1. Persiapan lahan/wadah budidaya yang baik: pengeringan, pengapuran, pembalikan tanah dasar dll
2. Desinfeksi semua wadah dan peralatan sebelum dan selama proses produksi;
3. Menjaga kualitas air pemeliharaan tetap pada konsisi yang optimal untuk kehidupan ikan yang dibudidayakan
4. Melakukan penebaran dengan padat tebar yang sesuai untuk mengurangi terjadinya kontak antar ikan secara langsung dan untuk menghindari kanibalisme.
5. Menghindari masuknya binatang-binatang pembawa penyakit seperti burung dan siput dll.
6. Seleksi induk dan benih dengan cara penggunaan benih yang sehat (melalui screening PCR) dan atau telah tersertifikasi;
7. Pemberian immunostimulan dan vitamin C untuk menjaga stamina dan meningkatkan ketahanan tubuh ikan secara rutin selama pemeliharaan;
8. Vaksinasi terhadap induk dan benih untuk meningkatkan
kekebalan ikan. Saat ini vaksin untuk beberapa penyakit
telah dikembangkan sebagai komoditas komersial.

Pengobatan atau penyembuhan merupakan tindakan yang perlu dilakukan apabila alternatif penyembuhan lainnya sudah tidak memberikan hasil yang signifikan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal pengobatan adalah:
1. Dosis dan waktu pengobatan harus tepat (sesuai dengan petunjuk yang tertera dalam label);
2. Pengobatan dlapat dilakukan secara langsung pada ikan sakit atau melalui pakan dengan menggunakan obat yang sudah terdaftar;


sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dirjen. Perikanan Budidaya,2010
budidaya ikan

Kamis, 04 November 2010

Vegetarian

Bagaimana cara memulai menjadi vegetarian?

Mudah sekali untuk memulai bervegetarian. Saya sarankan mulai mengurangi daging secara bertahap, agar tubuh bisa melakukan penyesuaian. Misalnya mulai mengurangi makanan daging binatang berkaki 4, kemudian berkaki 2, kemudian binatang laut, dan seterusnya.

Secara intensitas juga dikurangi bertahap, misalnya tadinya setiap hari makan daging, cobalah tidak makan daging seminggu sekali, kemudian seminggu 3 kali, dan akhirnya setiap hari tidak makan daging. Kemudian tahap lebih lanjut, kuah makanan yang ter-"cemar" daging juga tidak boleh, demikian juga minyak bekas menggoreng makanan hewani.

Usia berapa sudah bisa menjadi vegetarian?

Menurut saya usia di dalam kandungan pun boleh vegetarian, dengan catatan si ibu harus memperhatikan gizi dan nutrisi yang dikonsumsinya, dan tentunya konsultasikan dengan dokter yang mendukung vegetarian.

Apa benar jika menjadi vegetarian badan menjadi tidak bertenaga?

Tidak benar bahwa menjadi vegetarian badan jadi tidak bertenaga. Buktinya banyak atlet yang bervegetarian dan berprestasi. Orang yang bervegetarian lalu badannya jadi tidak bertenaga dapat dipastikan tidak memperhatikan pola makan dan asupan gizinya. Pemakan daging pun akan tidak bertenaga jika kekurangan gizi.

Adakah pantangan orang sakit tertentu yang tidak bisa menjadi vegetarian?

Rasanya tidak ada orang sakit tertentu yang tidak bisa bervegetarian. Karena bervegetarian justru makin sehat. Biasanya dokter justru menyarankan banyak makan sayuran jika sudah kena penyakit-penyakit berat tertentu.

Seperti apakah cara makan yang benar untuk vegetarian?

Cara yang benar adalah makanlah dengan menu yang bervariasi, seperti tahu, tempe, variasi sayuran aneka warna, variasi kacang-kacangan, variasi aneka jenis jamur, jangan terlalu sering makan gorengan, makanan bersantan, hindari telur, jangan terlalu banyak garam atau gula. Dan jangan lupa untuk minum air yang cukup dan banyak makan buah-buahan.

Apakah sulit menjadi vegetarian sementara di keluarga tidak ada yang menjadi vegetarian?

Mungkin bukan sulit, tapi agak repot jika dalam keluarga harus menyediakan makanan untuk non vegetarian dan juga menyediakan untuk yang vegetarian. Karena itu paling baik sekeluarga sama-sama vegetarian. Jika dalam keluarga hanya Anda yang vegetarian, jangan patah semangat, karena itu pertanda permulaan yang baik untuk keluarga Anda.

Repotkah menyediakan makanan vegetarian?

Makanan tradisonal kita kan banyak yang vegetarian seperti gado-gado, karedok, urap, lalapan dan lain-lain. Tapi kalau mau beli di luar juga sekarang sudah banyak di kafe, kantin, food-court atau rumah makan yang menyediakan masakan vegetarian. Saya punya daftarnya di http://www.vegetarian-guide.com/vegetarian-restaurants-indonesia

Adakah risikonya kalau menjadi vegetarian?

Risikonya tidak ada. Hanya saja berdasarkan pengalaman pribadi, kadang ada teman yang suka mencemooh kita dalam batas bergurau. Tapi itu tidak apa-apa, karena kita tahu mereka yang mencemooh itu sebenarnya tidak paham.

Apa manfaat menjadi vegetarian?

Manfaatnya banyak sekali. Dari aspek kesehatan sudah banyak penelitian menunjukkan terbukti jauh lebih sehat. Dari aspek lingkungan, sekarang para pakar lingkungan membeberkan ternyata peternakan menjadi penyumbang terbesar pemanasan global, jadi dengan bervegetarian berarti kita turut menyelamatkan bumi kita. Dengan bervegetarian kita juga lebih berpotensi terhindar dari penyakit-penyakit yang menular melalui hewan seperti penyakit sapi gila, flu burung, flu babi, flu kambing.

Bagaimana tips menjadi vegetarian yang baik, karena kondisi lingkungan kadang-kadang membuat vegetarian tidak disiplin?

Menurut saya, kalau ingin bervegetarian dengan baik, tentunya kita harus lebih sering berkomunikasi atau bersosialisasi dengan lingkungan orang-orang yang bervegetarian, sehingga ketika kita berada di lingkungan yang tidak mendukung, disiplin kita tetap terjaga. Punya teman yang sama-sama vegetarian juga sangat membantu menjaga semangat bervegetarian. Berbagilah dengan lingkungan disekitar kita info-info vegetarian, sehingga mereka menjadi tahu manfaatnya.