Selasa, 12 April 2011

Bacterial Fin/Tail Rot/Pseudomoniasis

Penyebab : Pseudomonas spp.

BioEkologi Patogen :
• Merupakan bakteri gram negatif dan non-spora. Bakteri ini bersifat aerobik. dengan ukuran 3 um x 0,5 um, motil, memproduksi pigmen fluorescent. dan berkembang biak di tanah dan air.
• Berbahaya terutama pada ikan air tawar (meskipun juga dapat menyerang ikan laut dan payau) serta dapat berakibat kematian yang tinggi karena penyakit ini menular dalam waktu cepat bila kondisi perairan memungkinkan.
• Penularan serta penyebaran penyakit melalui kontak langsung dengan ikan yang sakit atau dengan lingkungan yang tercemar.
• Serangannya bisa terjadi kalau ikan rentan atau lemah akibat lapar. pakan tidak cocok. dingin, atau kondisi air tidak balk.

Gejala Klinis
• Ikan lemah bergerak lambat. bernafas megap-megap di permukaan air.
• Warna insang pucat dan warna tubuh berubah gelap.
• Terdapat bercak-bercak merah pada bagian luar tubuhnya dan kerusakan pada sirip, insang dan kulit
• mula-mula lendir berlebihan, kemudian timbul perdarahan
•sirip dan ekor rontok (membusuk)
• perdarahan. perut ikan menjadi kembung yang dikenal dengan dropsy.

Diagnosa :
• isolasi dan identifikasi bakteri melalui uji bio-kimia.

Pengendalian :
• Menghindari terjadinya stress (fisik, kimia, biologi)
• Memperbaiki kualitas air secara keseluruhan, terutama mengurangi kadar bahan organik terlarut dan/atau meningkatkan frekuensi penggantian air baru
• Pengelolaan kesehatan ikan secara terpadu (ikan, lingkungan dan patogen)
• Kurangi pemberian pakan dan jumlah ikan dalam kolam
• Perendaman dalam larutan PK 20 ppm selama 30 menit.


sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Direktorat Kesehatan ikan dan Lingkungan, 2010

Jumat, 08 April 2011

Manfaat dan Kegunaan Rumput Laut Perikanan Budidaya

Rumput laut adalah komoditas perikanan budidaya yang sangat diunggulkan dan merupakan komoditas ekspor. Produksinya, secara nasional, sementara mencapai 3.082.113 ton pada tahun 2010. Angka ini naik dari tahun sebelumnya yang mencapai 2.963.556 ton dan diperkirakan produksi rumput laut pada tahun 2010 lebih besar dari angka sementara 2010 ini.

Produksi rumput laut merupakan yang terbesar dibandingkan dengan komoditas lainnya. Bahkan dapat dikatakan produksi rumput laut setiap tahunnya menyumbangkan sekitar 2/3 dari total produksi perikanan budidaya. Produksi rumput laut tertinggi setiap tahun terdapat di pulau Sulawesi dan Pulau Nusa Tenggara.

Rumput laut yang dibudidayakan oleh pembudidaya sebagian besar adalah rumput laut E. cottonii dan Gracilaria sp. Rumput laut E. cottonii dibudidayakan di perairan laut dengan metode long line, metode rakit dan metode lepas dasar. Sedangkan rumput laut Gracilaria sp dikembangkan pada perairan payau dengan metode lepas dasar dan beberapa pembudidaya mengembangkan metode longline.

Rumput laut yang menjadi komoditas unggulan budidaya ini dan menjadi tumpuan sebagian besar pembudidaya, memiliki banyak kegunaan dan manfaat. Berikut adalah kegunaan dan manfaat rumput laut hasil budidaya, yaitu :

1. Melangsingkan tubuh
2. Untuk perawatan kecantikan
3. Mengobati jerawat
4. Mengobati radang sendi
5. Mengobati diabetes
6. Mencegah dan menyembuhkan gondok
7. Mengatasi ketiak hitam
8. Bahan dasar Bahan Bakar Minyak ramah lingkungan
9. Bahan dasar pembuat kertas
10. Bahan dasar pembuat pupuk organic
11. Kaya akan nutrisi esensial, seperti enzim, asam nukleat, asam amino, mineral, trace elements dan vitamin A, B, C, D, E dan K.

Selain memiliki banyak manfaat dan kegunaan, rumput laut hasil budidaya juga dapat diolah kembali menjadi bahan makanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Telah banyak hasil olahan rumput laut hasil budidaya yang diolah dan menjadi makanan, seperti dodol, es rumput laut, keripik, agar-agar, dan masih banyak lagi.



SUMBER : http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id

PENGARUH PAKAN IKAN TERHADAP KUALITAS PERAIRAN DANAU/WADUK PADA BUDIDAYA IKAN SISTEM KJA

Di beberapa danau/waduk, para pembudidaya ikan memanfaatkannya sebagai lahan budidaya ikan yang menggunakan sistem keramba atau Keramba Jaring Apung (KJA). Sifat perairan danau/waduk yang masih dianggap sebagai common property (milik bersama) dan open access (sifat terbuka) menyebabkan pertumbuhan KJA di berbagai tempat berkembang sangat pesat dan cenderung tidak terkontrol dan tak terkendali. Hal tersebut didukung dengan budidaya ikan berbasis pakan buatan (pelet) dimana aktivitas budidayanya menggunakan pemberian pakan hampir 70% dari proses produksinya.

Budidaya ikan berbasis pelet (budidaya intensif) merupakan kegiatan usaha yang efisien secara mikro tetapi inefisien secara makro, terutama apabila ditinjau dari segi dampaknya terhadap lingkungan. Pertumbuhan jumlah keramba yang terus meningkat yang berarti terus meningkatnya jumlah ikan yang dipelihara akan menghasilkan sejumlah limbah organik yang besar akibat pemberian pakan yang tidak efektif dan efisien.
Pada saat jumlahnya melampaui batas tertentu dapat mengakibatkan proses sedimentasi yang tiggi berupa penumpukan sisa pakan di dasar perairan, limbah tersebut akan menyebabkan penurunan kualitas perairan (pengurangan pasokan oksigen dan pencemaran air danau/waduk) yang pada akhirnya mempengaruhi hewan yang dipelihara. Sisa pakan dan metabolisme dari aktifitas pemeliharaan ikan dalam KJA serta limbah domestik yang berasal dari kegiatan pertanian maupun dari limbah rumah tangga menjadi penyebab utama menurunnya fungsi ekosistem danau yang berakhir pada terjadinya pencemaran danau, mulai dari eutrofikasi yang menyebabkan ledakan (blooming) fitoplankton dan gulma air seperti enceng gondok (Eichornia crassipes), upwelling dan lain-lain yang yang dapat mengakibatkan organisme perairan (terutama ikan-ikan budidaya) serta diakhiri dengan makin menebalnya lapisan anaerobik di badan air danau. Melihat akibat yang ditimbulkan dari pemberian pakan ikan budidaya ikan sistem KJA terhadap kualitas perairan di danau/waduk maka penulis tertarik akan hal tersebut. Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh pakan ikan terhadap kualitas perairan danau/waduk pada budidaya ikan sistem KJA.

A. Pembahasan

Pertumbuhan jumlah KJA yang dibudidayakan di danau/waduk secara intensif yang terus meningkat yang berarti terus meningkatnya jumlah ikan yang dipelihara akan menghasilkan limbah organik (kotoran ikan dan sisa pakan yang tidak termakan) yang akan merangsang produktivitas perairan dan mempengaruhi karakteristik biotik dan abiotik perairan (Krismono, 1992). Budidaya ikan dalam KJA secara intensif merupakan usaha perikanan yang dapat dikembangkan dengan pemberian pakan komersil (pelet). Semakin banyak KJA yang beroperasi akan semakin banyak limbah yang masuk ke perairan. Limbah tersebut berasal dari pemberian pakan yang berlebihan yang akan menimbulkan dampak lanjut ke perairan berupa kotoran dan sisa pakan.

Kegiatan budidaya ikan sistem KJA yang dikelola secara intensif membawa konsekuensi penggunaan pakan yang besar yang bagaimanapun efisiensinya rasio pemberian pakan, tidak seluruh pakan yang diberikan akan termanfaatkan oleh ikan-ikan peliharaan dan akan jatuh ke dasar perairan. Pakan ikan merupakan penyumbang bahan organik tertinggi di danau/waduk (80%) dalam menghasilkan dampak lingkungan (Garno, 2000). Jumlah pakan yang tidak dikonsumsi atau terbuang di dasar perairan oleh ikan sekitar 20–50%. Berbagai pendapat mengenai jumlah pakan yang terurai di danau /waduk:
1. Bahwa sisa pakan dalam bentuk kotoran ikan yang jatuh ke perairan sekitar 50% dari pakan yang diberikan.
2. Pemberian pakan dengan sistem pompa memberi sumbangan berupa pakan yang terbuang sekitar 20-30% untuk setiap unit KJA dengan ukuran 7 x 7 x 3 m3.
3. 30% dari jumlah pakan yang diberikan tertinggal sebagai pakan yang tidak dikonsumsi dan 25-30% dari pakan yang dikonsumsi akan diekskresikan.
4. Limbah pakan yang terbuang ke perairan yang diperkirakan sekitar 30–40%.
5. Jumlah pakan pada sistem KJA yang diberikan per hari mencapai 3,3% bobot ikan dan dari jumlah pakan yang diberikan tersebut ada bagian yang tidak dikonsumsi mencapai 20–25% dari pakan yang dikonsumsi tersebut akan diekskresikan ke lingkungan.
6. Pakan yang diberikan pada ikan hanya 70% yang dimakan oleh ikan dan sisanya sebanyak 30% akan lepas ke badan perairan danau sebagai bahan pencemar atau limbah.

Umumnya di danau/waduk, pemberian pakan adalah dengan sistem pompa yaitu pemberian pakan sebanyak-banyaknya (Kartamihardja, 1995 dalam Nastiti et al., 2001) akibatnya terjadi pemberian pakan berlebih (over feeding). Pemberian pakan yang dilakukan secara adbilitum (terus menerus hingga ikan betul-betul kenyang) menyebabkan banyak pakan yang terbuang (inefisiensi pakan) dan terakumulasi di dasar perairan. Sisa pakan yang tidak termakan dan ekskresi yang terbuang pada akhirnya akan diuraikan olej jasad-jasad pengurai yang memerlukan oksigen. Dalam kondisi anaerob penguraian akan berjalan dengan baik, namun dari proses anaerobik ini dihasilkan berbagai gas beracun yang dapat mencemari perairan danau/waduk. Disamping hal tersebut, sisa pakan dan buangan padat ikan akan terurai melalui proses dekomposisi membentuk senyawa organik dan anorganik, beberapa diantaranya senyawa nitrogen (NH3, NO2, NO3) dan fosfor (PO4) (Juaningsih, 1997). Senyawa-senyawa nitrogen (N) dan fosfor (P) diperlukan oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Di perairan fitoplankton merupakan produsen primer yang mempengaruhi kelimpahan organisme. Sisa-sisa pakan dan kotoran ikan dari KJA berperan sebagai pupuk yang dapat menyuburkan perairan danau/waduk. Apabila dalam keadaan hipertropik berakibat pertumbuhan yang tidak terkendali (blooming) plankton jenis tertentu.

Kotoran ikan dapat menimbulkan deposisi yang meningkat di dasar perairan, selanjutnya mengakibatkan penurunan kadar oksigen di bagian dasar. Menurut Lukman (2006) menjelaskan bahwa pasokan oksigen dalam pengelolaan KJA adalah untuk respirasi biota, pembusukan feses ikan dan pembusukan sisa pakan ikan. Menurutnya untuk setiap gram organik (limbah budidaya ikan) diperlukan 1,42 gram oksigen. Konsentrasi oksigen yang tersedia berpengaruh secara langsung pada kehidupan akuatik khususnya respirasi aerobik, pertumbuhan dan reproduksi. Konsentrasi oksigen terlarut di perairan juga menentukan kapasitas perairan untuk menerima beban bahan organik tanpa menyebabkan gangguan atau mematikan organisme hidup (Umaly and Cuvin, 1988). Sumber oksigen di perairan berasal dari: difusi atmosfir, fotosintesis,angin, dan susupan oksigen terlarut. Sedangkan penggunaan oksigen terlarut di lapisan perairan (Simarmata, 2007):
1. Lapisan permukaan perairan terdapat (a) proses pembentukan biomassa dalam karamba dan kotoran (ekskresi & feses) serta sisa pakan; (b) proses pembentukan, melalui fotosintesa, memanfaatkan unsur hara menjadi biomassa fitopankton+oksigen.
2. Lapisan tengah terjadi proses mineralisasi sisa pakan/ kotoran ; membebaskan unsur hara. N, P, K, Si dengan memanfaatkan oksigen (DO), akibatnya cadangan DO berkurang, diindikasikan dengan adanya ODR (Oxygen Depletion Rate) atau HODR (Hypolimnion Oxygen Depletion Rate).
3. Lapisan bawah atau dasar perairan, menampung akumulasi sisa pakan/kotoran ikan serta produk dekomposisi sisa pakan seperti: CO2, H2S, NH3, CH4 pada kondisi anaerob. Peningkatan unsur hara (N, P, Si) tersebut potensial menunjang perkembangan fitoplankton (bloom), yang di dominasi oleh kelompok cyanophyceae Mycrocytis sp. Perkembangan fitoplankton tersebut akhirnya mengganggu keseimbangan DO di perairan.

Bahan organik dan nutrien yang berasal dari luar dan dari kegiatan budidaya KJA akan mempengaruhi ketersediaan oksigen dan daya dukung perairan. Daya dukung perairan yaitu kemampuan perairan dalam menerima, mengencerkan dan mengasimilasi beban tanpa menyebabkan perubahan kualitas air atau pencemaran. Cadangan oksigen di perairan danau/waduk sangat terbatas. Apabila beban melampaui ketersediaan cadangan oksigen, akan terjadi deplesi, lalu defisit dan menyebabkan pencemaran. Pada akhirnya pemberian pakan ikan yang berlebihan pada buddiaya ikan sistem KJA menjadi penyebab utama menurunnya fungsi ekosistem danau yang berakhir pada terjadinya pencemaran danau, mulai dari eutrofikasi yang menyebabkan ledakan (blooming) fitoplankton dan gulma air seperti enceng gondok (Eichornia crassipes), upwelling dan lain-lain yang yang dapat mengakibatkan kematian pada organisme perairan (terutama ikan-ikan budidaya) serta diakhiri dengan makin menebalnya lapisan anaerobik di badan air danau.

B. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Pertumbuhan jumlah KJA yang dibudidayakan di danau/waduk secara intensif yang terus meningkat akan menghasilkan sejumlah limbah organik (terutama yang mengandung unsur nitrogen dan fosfor) yang besar akibat pemberian pakan yang tidak efektif dan efisien sehingga terjadi sisa pakan yang menumpuk di dasar perairan. Limbah organik pada budidaya ikan sistem KJA menjadi penyebab utama menurunnya fungsi ekosistem danau yang berakhir pada terjadinya pencemaran danau (eutrofikasi, upwelling dan lain-lain) yang dapat mengakibatkan kematian pada organisme perairan (terutama ikan-ikan budidaya) serta diakhiri dengan makin menebalnya lapisan anaerobik di badan air danau.
2. Saran
1. Perlunya pengaturan musim tanam, pengendalian jumlah KJA dan padat tebar ikan di KJA dikurangi atau ikan budidaya diganti dengan jenis yang lebih toleran terhadap konsentrasi DO yang rendah seperti ikan patin, lele, dan betutu.
2. Perlu disosialisasikan tentang cara pemberian pakan yang sesuai dengan ketentuan yaitu 3% dari berat badan ikan yang dibudidayakan dan diberikan tiga kali sehari yang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah sisa pakan yang masuk perairan
3. Perlu disosialisasikan KJA yang ramah lingkungan yaitu KJA ganda dan konstruksi KJA dengan pelampung polystyrene foam.

Senin, 04 April 2011

Food Habits

Ikan juga memiliki kebiasaan makan. Setiap ikan punya kebiasaan makan yang berbeda-beda (dikenal dengan istilah food habits). Berdasarkan hal tersebut di atas, jenis-jenis ikan dapat dibedakan menjadi :

1. Berdasarkan tempat atau lokasi makan :
.pemakan di dasar perairan
.pemakan di lapisan tengah
.pemakan di permukaan
.pemakan penempel

2. Berdasarkan waktu makan :
.diurnal : siang hari, seperti ikan nila, ikan mas, ikan kerapu, ikan bandeng, dll
.noktural : malam hari , seperti lele, udang air tawar, udang air laut

3. Berdasarkan jenis makanan :
.karnivora : pemakan daging, seperti ikan lele, gabus, kakap
.herbivora :pemakan tumbuhan, seperti ikan gurami, tawes
.omnivora : pemakan hewan dan tumbuhan, seperti ikan mas, nila
.dendritus : pemakan sampah, seperti ikan belanak
pemakan plankton, seperti ikan sepat

Jenis makanan ikan selain dapat diamati pada saat ikan makan juga dapat dilihat dari panjang ususnya. Ikan dengan panjang usus 3-7x panjang badannya merupakan herbivora. Ikan dengan panjang usus sama dengan panjang badannya adalah karnivora.

Pakan ikan terdiri dari 2 macam, yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami diperoleh dari alam atau diberikan sebagai tambahan setelah sengaja dibudidayakan. Pakan alami lebih sesuai diberikan pada ikan muda (benih), sedangkan pakan buatan lebih sesuai untuk ikan dewasa.

Selain kedua jenis pakan tersebut, ada juga yang disebut sebagai pakan alternatif. Pakan ini berasal dari limbah peternakan, pemindangan, ikan runcah, bahkan hama tanaman. Pakan alternatif tidak dapat diberikan langsung begitu saja. Ayam mati/bangkai harus dibuang bulunya dan direbus sebelum diberikan pada lele (lokal atau dumbo) Karena lele tidak suka bulu ayam. Lele aja ga suka makan bulu ayam apalagi manusia. Ikan runcah,bekicot dan keong mas yang merupakan hama padi dapat dipakai untuk pakan lele dengan memisahkan tulang dan dagingnya (ikan juga ga suka tulang /cangkang). Limbah pemindangan yang berupa kepala, ekor, sirip maupun isi perut dapat diberikan langsung ataupun dicampur dengan dedak halus dan direbus setengah matang.

Ikan runcah merupakan hasil tangkapan dari laut yang tidak layak dikonsumsi manusia. Ika runcah ukuran kecil dan sedikit duri/tulang dapat diberikan langsung. Bila ikan runcah banyak duri/tulang sebaiknya direbus setengah matang agar mudah memisahkan daging dan tulang.


reference : http://balivetman.wordpress.com

FEKUNDITAS IKAN

Pengetahuan mengenai fekunditas merupakan salah satu aspek yang memegang peranan penting dalam biologi perikanan. Fekunditas ikan telah dipelajari bukan saja merupakan salah satu aspek dari natural history, tetapi sebenarnya ada hubungannya dengan studi dinamika populasi, sifat-sifat rasial, produksi dan persoalan stok-rekruitmen (Bagenal, 1978).

Dari fekunditas secara tidak langsung kita dapat menaksir jumlah anak ikan yang akan dihasilkan dan akan menentukan pula jumlah ikan dalam kelas umur yang bersangkutan. Dalam hubungan ini tentu ada faktor-faktor lain yang memegang peranan penting dan sangat erat hubungannya dengan strategi reprodusi dalam rangka mempertahankan kehadiran spesies itu di alam.

Selain itu, fekunditas merupakan suatu subyek yang dapat menyesuaikan dengan bermacam-macam kondisi terutama dengan respons terhadap makanan. Jumlah telur yang dikeluarkan merupakan satu mata rantai penghubung antara satu generasi dengan generasi berikutnya, tetapi secara umum tidak ada hubungan yang jelas antara fekunditas dengan jumlah telur yang dihasilkan.


Macam-macam fekunditas

Telah banyak usaha-usaha untuk menerangkan dan membuat definisi mengenai fekunditas. Mungkin definisi yang paling dekat dengan kebenarannya adalah seperti apa yang terdapat pada ikan Salmon (Onchorynchus sp). Ikan ini selama hidupnya hanya satu kali memijah dan kemudian mati.

Semua telur-telur yang akan dikeluarkan pada waktu pemijahan itulah yang dimaksud dengan fekunditas. Tetapi karena spesies ikan yang ada itu bermacam-macam dengan sifatnya masing-masing, maka beberapa peneliti berdasarkan kepada definisi yang umum tadi lebih mengembangkan lagi definisi fekunditas sehubungan dengan aspek-aspek yang ditelitinya. Misalnya kesulitan yang timbul dalam menentukan fekunditas itu ialah komposisi telur yang heterogen, tingkat kematangan gonad yang tidak seragam dari populasi ikan termaksud, waktu pemijahan yang berbeda dan lain-lainnya. Bagenal (1978) membedakan antara fekunditas yaitu jumlah telur matang yang akan dikeluarkan dengan fertilitas yaitu jumlah telur matang yang dikeluarkan oleh induk.

Menurut Nikolsky (1963) jumlah telur yang terdapat dalam ovari ikan dinamakan fekunditas individu, fekunditas mutlak atau fekunditas total. Dalam hal ini memperhitungkan telur yang ukurannya berlain-lainan. Oleh karena itu dalam memperhitungkannya harus diikutsertakan semua ukuran telur dan masing-masing harus mendapatkan kesempatan yang sama. Konsekuensinya harus mengambil telur dari beberapa bagian ovari (kalau bukan dengan metoda numerikal). Kalau ada telur yang jelas kelihatan ukurannya berlainan dalam daerah yang berlainan dengan perlakuan yang sama harus dihitung terpisah. Tetapi pada tahun 1969, Nikolsky selanjutnya menyatakan bahwa fekunditas individu adalah jumlah telur dari generasi tahun itu yang akan dikeluarkan tahun itu pula.


sumber: http://hobiikan.blogspot.com

Lobster Hilang dari Perairan NTT

Lobster atau udang karang hilang dari perairan Nusa Tenggara Timur. Pengeboman tak terkendali dan karakteristik Laut Sawu tidak mendorong pergerakan ikan-ikan di perairan itu secara leluasa.

Konsentrasi perairan Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah Laut Sawu, sebagian wilayah Laut Flores, dan sebagian lagi Laut Timor. Namun, Laut Sawu memiliki karakter berbeda, mirip samudra. Laut itu langsung curang dengan jebakan-jebakan yang berpeluang bagi ikan bertelur, tetapi tidak mendorong ikan bermigrasi secara leluasa.

Kepala Bidang Perikanan Tangkap dan Pengawasan Sumber Daya Alam Dinas Kelautan dan Perikanan NTT Untung Sunardi di Kupang, Sabtu (3/4/2011) mengatakan, tidak semua ikan harus diolah, juga tidak semua ikan harus dikirim ke luar NTT. Ada jenis ikan tertentu sebagai konsumsi utama masyarakat, tetapi juga ada sejumlah jenis ikan yang tidak diminati konsumen.

"Ikan cakalang, kerapu, tembang, dan tuna yang cukup banyak di perairan NTT tidak diminati konsumen. Kalau dikeringkan, nilai ekonomis makin rendah. Selama masih segar nilai ekonomisnya tinggi. Ikan-ikan seperti ini harus dikirim ke luar NTT untuk diproses atau diekspor karena nilainya lebih tinggi," kata Untung.

Ikan cakalang, kakap, dan tuna sering ditemukan di laut dengan berat sampai 10 kg per ekor. Nelayan jarang menangkap ikan jenis ini karena masyarakat tidak suka mengonsumsi.

Masyarakat NTT lebih suka mengonsumsi ikan kembung berukuran kecil dan udang air payau. Meski ikan jenis ini dinilai mahal, dengan harga sampai Rp 20.000 per kg, paling disukai karena rasa gurih dan tidak banyak duri (tulang).

Menurut Untung, ikan-ikan di perairan NTT, khususnya Laut Sawu, suatu ketika bisa punah akibat penangkapan dan perburuan yang tak terkendali. Pengetahuan masyarakat mengenai kondisi Laut Sawu dengan kehidupan biota di dalamnya sangat minim.

Ikan lobster dan karapu, misalnya, saat ini semakin sulit ditemukan. Bahkan, lobster sama sekali tidak ada. Tahun 1980-an perairan NTT terkenal dengan lobster, dikirim sampai ke Australia. Karena pengeboman di sejumlah tempat, terumbu karang menjadi rusak dan lobster pun punah.

"Berbeda dengan perairan di Laut Banda dan Laut Arafura, dengan potensi ikan sangat besar dari berbagai jenis. Struktur dasar laut itu memberi kesempatan kepada ikan-ikan bermigrasi. Di sana ikan-ikan, termasuk lobster, pun turut bermigrasi, baik yang masuk dari luar maupun keluar," kata Untung.

Ketua Perhimpunan Nelayan Bolok, Kupang, La Udin Umar mengatakan, masyarakat NTT pada umumnya suka mengonsumsi ikan jenis kecil, seperti kembung, udang, dan kakap kecil. Ikan cakalang, kakap, hiu, dan pari dengan berat di atas 5 kg sering tidak laku di pasar atau membusuk.

"Jika ikan dengan berat di atas 3 kg ditangkap, langsung ditawarkan ke restaurant atau nelayan harus memotong ikan itu agar bisa diminati pembeli di pasar. Daya beli masyarakat memang rendah, selain masyarakat sangat selektif mengonsumsi ikan," kata Umar.

Ia mengakui, pesanan lobster dari sejumlah restauran di Kupang tidak dapat terlayani karena sulit didapat. Hanya udang budidaya air payau. Persediaan udang pun terbatas sehingga harga di pasar sampai Rp 60.000 per kg.

Kebijakan pemerintah melakukan konservasi terhadap Laut Sawu sangat tepat, tetapi harus lebih efektif dengan melibatkan masyarakat pesisir. Jika masyarakat sendiri dilibatkan, pengeboman ikan secara ilegal tetap terawasi.


sumber: kompas.com