Jumat, 30 Desember 2011

FEKUNDITAS IKAN

Pengetahuan mengenai fekunditas merupakan salah satu aspek yang memegang peranan penting dalam biologi perikanan. Fekunditas ikan telah dipelajari bukan saja merupakan salah satu aspek dari natural history, tetapi sebenarnya ada hubungannya dengan studi dinamika populasi, sifat-sifat rasial, produksi dan persoalan stok-rekruitmen (Bagenal, 1978).

Dari fekunditas secara tidak langsung kita dapat menaksir jumlah anak ikan yang akan dihasilkan dan akan menentukan pula jumlah ikan dalam kelas umur yang bersangkutan. Dalam hubungan ini tentu ada faktor-faktor lain yang memegang peranan penting dan sangat erat hubungannya dengan strategi reprodusi dalam rangka mempertahankan kehadiran spesies itu di alam.

Selain itu, fekunditas merupakan suatu subyek yang dapat menyesuaikan dengan bermacam-macam kondisi terutama dengan respons terhadap makanan. Jumlah telur yang dikeluarkan merupakan satu mata rantai penghubung antara satu generasi dengan generasi berikutnya, tetapi secara umum tidak ada hubungan yang jelas antara fekunditas dengan jumlah telur yang dihasilkan.


Macam-macam fekunditas

Telah banyak usaha-usaha untuk menerangkan dan membuat definisi mengenai fekunditas. Mungkin definisi yang paling dekat dengan kebenarannya adalah seperti apa yang terdapat pada ikan Salmon (Onchorynchus sp). Ikan ini selama hidupnya hanya satu kali memijah dan kemudian mati.

Semua telur-telur yang akan dikeluarkan pada waktu pemijahan itulah yang dimaksud dengan fekunditas. Tetapi karena spesies ikan yang ada itu bermacam-macam dengan sifatnya masing-masing, maka beberapa peneliti berdasarkan kepada definisi yang umum tadi lebih mengembangkan lagi definisi fekunditas sehubungan dengan aspek-aspek yang ditelitinya. Misalnya kesulitan yang timbul dalam menentukan fekunditas itu ialah komposisi telur yang heterogen, tingkat kematangan gonad yang tidak seragam dari populasi ikan termaksud, waktu pemijahan yang berbeda dan lain-lainnya. Bagenal (1978) membedakan antara fekunditas yaitu jumlah telur matang yang akan dikeluarkan dengan fertilitas yaitu jumlah telur matang yang dikeluarkan oleh induk.

Menurut Nikolsky (1963) jumlah telur yang terdapat dalam ovari ikan dinamakan fekunditas individu, fekunditas mutlak atau fekunditas total. Dalam hal ini memperhitungkan telur yang ukurannya berlain-lainan. Oleh karena itu dalam memperhitungkannya harus diikutsertakan semua ukuran telur dan masing-masing harus mendapatkan kesempatan yang sama. Konsekuensinya harus mengambil telur dari beberapa bagian ovari (kalau bukan dengan metoda numerikal). Kalau ada telur yang jelas kelihatan ukurannya berlainan dalam daerah yang berlainan dengan perlakuan yang sama harus dihitung terpisah. Tetapi pada tahun 1969, Nikolsky selanjutnya menyatakan bahwa fekunditas individu adalah jumlah telur dari generasi tahun itu yang akan dikeluarkan tahun itu pula.

Sumber : M. Ichsan Effendie
budidaya ikan

Cupang Angkat Ekonomi Masyarakat Kota Kediri

Ikan cupang termasuk komoditas ikan hias yang sudah berkembang sejak lama. Potensi pengembangan budidaya ikan cupang cukup terbuka. Sentra-sentra budidaya ikan cupang baik sebagai ikan hias ataupun ikan aduan bermunculan. Salah satu sentra budidaya ikan cupang yang telah dikenal adalah Kota Kediri. Sebagai wilayah kota yang merupakan salah satu Pemerintah Kota yang ada di wilayah propinsi Jawa Timur, Kota Kediri terletak di wilayah selatan bagian barat Jawa Timur. Kota Kediri dijadikan wilayah pengembangan kawasan lereng Wilis, dan sekaligus sebagai pusat pengembangan regional eks Wilayah Pembantu Gubernur Wilayah III Kediri yang mempunyai pengaruh timbal balik dengan daerah sekitarnya.Secara geografis , Kota Kediri terletak di antara 111,05 derajat-112,03 derajat Bujur Timur dan 7,45 derajat-7,55 derajat Lintang Selatan dengan luas 63,404 Km2. Dari aspek topografi, Kota Kediri terletak pada ketinggian rata-rata 67 m diatas permukaan laut, dengan tingkat kemiringan 0-40% Struktur wilayah Kota Kediri terbelah menjadi 2 bagian oleh sungai Brantas, yaitu sebelah timur dan barat sungai. Wilayah dataran rendah terletak di bagian timur sungai, meliputi Kec. Kota dan kec. Pesantren, sedangkan dataran tinggi terletak pada bagian barat sungai yaitu Kec. Mojoroto yang mana di bagian barat sungai ini merupakan lahan kurang subur yang sebagian masuk kawasan lereng Gunung Klotok (472 m) dan Gunung Maskumambang (300 m) sedang dibagian timur sungai merupakan lahan yang relatif subur dengan relief tanah yang datar. Dikaki Gunung Klotok terdapat situs sejarah berupa Goa Selomangleng, goa ini merupakan pesanggrahan Dewi Kilisuci putri Raja Airlangga dari Kerajaan Kahuripan. selain itu terdapat relief kisah Patih Butho Locoyo, yang setia mendampingi Dewi Kilisuci dan simbol Butho Locoyo ini menjadi Lambang Kota kediri.

Wilayah Kota Kediri, secara administratif terbagi menjadi 3 wilayah kecamatan, yaitu :
1. Kecamatan Kota, dengan luas wilayah 14,900 Km2 terdiri dari 17 Kelurahan
2. Kecamatan Pesantren, dengan luas wilayah 23,903 Km2 tediri dari 15 Kelurahan
3. Kecamatan Mojoroto, dengan luas wilayah 24,601 Km2 tediri dari 14 Kelurahan

Sentra budidaya ikan cupang di Kota kediri terletak Kecamatan Pesantren tepatnya di empat kelurahan yaitu Kelurahan Ketami, Kelurahan Jamsaren, Kelurahan Pesantren dan Kelurahan Tempurejo. Total pembudidaya yang melakukan kegiatan budidaya ikan cupang sebanyak 145 orang dengan luasan lahan yang diusahan sebesar 34,8 ha.

Produksi ikan cupang dari Kota Kediri setiap tahunnya setidaknya ada sebanyak 43 juta ekor dengan wilayah pendistribusian yakni Tulungagung, Nganjuk, Kediri, Blitar, Surabaya, dan Jakarta. Kota Kediri walaupun daerahnya perkotaan, namun potensi budidaya ikanterdiri dari ikan hias dan ikan konsumsi. Kedua kegiatan budidaya sangat berkembang di sini. Selain itu, usaha perikanan lainnya juga cukup berkembang di Koata Kediri. Banyak kolam-kolam ikan maupun pengolah hasil perikanan utamanya pengolahan bekicot terdapat di Kota Kediri. Untuk usaha budidaya ikan, intensifikasi pemanfaatan lahan dan pemilihan komoditas perikanan yang dikembangkan serta konsistensi dan kesinambungan program menjadi rencana dan merupakan strategi dalam usaha mengembangkan sector perikanan budidaya di Kota Kediri.

Ikan cupang sendiri telah menjadi penopang kehidupan bagi warga Kediri. Bagi warga Kediri, ikan cupang bukan sekadar hobi atau bisnis sampingan. Budidaya ikan cupang ini telah menjadi bisnis inti keluarga, tempat mereka mencari nafkah. Rata-rata setiap rumah memiliki lebih dari dua kolam ikan, bahkan sampai 10 kolam. Kegiatan usaha dibagi dua, yakni pembenihan dan pembesaran.

Rata-rata perputaran uang dari bisnis ikan cupang mencapai Rp 20 juta per hari di kota ini. Uang itu berasal dari bisnis benih ikan, pembesaran ikan, pakan ikan, dan pengepakan. Pembudidaya ikan cupang di Kediri tidak pernah kesulitan memasarkan ikan cupang. Pesanan selalu datang dari berbagai kota, seperto Solo dan Semarang, Surabaya, Malang, serta Jakarta.

Ada empat jenis ikan cupang yang dibudidayakan di Kediri, yakni cupang plakat, cupang serit, cupang cagak atau double tile, dan cupang halfmoon. Ikan cupang yang paling banyak diminati adalah cupang halfmoon karena cantik dan jago berkelahi.

Ikan cupang laku dijual jika sudah berusia enam pekan. Saat penjualan, harga ikan menjadi Rp 800 sampai Rp 10.000 per ekor, tergantung pada jenis dan kualitasnya. Bahkan bila kualitasnya bagus harga dapat mencapai Rp 500.000 per ekor. Seorang petani pemula di kota ini, yang hanya memiliki satu kolam, bisa meraup untung bersih Rp 1 juta per minggu. Dalam sebulan, pendapatannya bisa mencapai Rp 4 juta.

Cupang yang memiliki nama ilmiah Betta sp. adalah ikan air tawar yang habitat asalnya adalah beberapa negara di Asia Tenggara, antara lain Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Vietnam. Ikan ini mempunyai bentuk dan karakter yang unik dan cenderung agresif dalam mempertahankan wilayahnya. Di kalangan penggemar, ikan cupang umumnya terbagi atas tiga golongan, yaitu cupang hias, cupang aduan, dan cupang liar.

Cara pemeliharaan ikan cupang tidaklah rumit. Tidak perlu menggunakan filter air, cukup wadah dan pemberian pakan yang teratur. Yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan ikan cupang adalah kebersihan air dan pemberian pakan yang teratur. Pembudidaya kota Kediri telah membuktikan bahwa budidaya ikan cupang tidak rumit dan mampu menjadi salah satu penghasilan yang menopang perekonomian.

Berikut ini secara singkat cara membudidaya/memelihara ikan cupang, yaitu :
Ikan cupang sebetulnya bisa dipelihara di manapun, namun sebaiknya untuk budidaya, menggunakan bak semen minimal 1 x 2 meter atau akuarium ukuran 100 x 40 x 50 cm. Sebagai wadah perkawinan ikan cupang, kita bisa menggunakan media yang lebih kecil seperti baskom, akuarium kecil dan ember.

Pemijahan
1. Bak pemijahan atau akuarium dibersihkan dulu untuk menghindari jamur
2. Masukkan air setinggi 15 – 18 cm pada akuarium dan 25 cm apabila menggunakan bak semen
3. Masukkan tanaman air (enceng gondok)
4. Induk yang telah dipilih dimasukkan ke dalam tempat pemijahan tersebut dengan perbandingan 1 : 1
5. Induk jantan akan membuat sarang busa diantara daun-daun enceng gondok
6. Induk betina akan mengeluarkan telurnya setelah induk jantan membuat sarang dan diikuti induk jantan mengeluarkan sperma
7. Telur-telur akan menempel dan melekat pada busa yang berwarna putih
8. Telur yang dibuahi oleh sperma jantan akan menetas dalam waktu kurang dari 24 jam, pada suhu 240C
9. Benih yang telah menetas akan berdiam diri di tempat semula dan setelah 3 hari benih tersebut akan bergerak mencari makan
10. Pindahkan induk jantan dan betina pada saat telur menetas

Pembesaran Anak
1.Siapkan akuarium atau bak semen yang terlebih dahulu telah dibersihkan, isi air dan endapkan selama sehari semalam
2. Masukkan tanaman eceng gondok yang agak rimbun sebagai peneduh dan tempat berlindungnya ikan
3. Pindahkan benih yang telah berumur 1 minggu ke dalam akuarium atau bak semen yang lebih besar
4. Pemindahan dilakukan pada pagi hari di saat suhu masih rendah, dengan cara mengikutsertakan sebagian air dari wadah sebelumnya
5. Berikan makanan berupa infusoria atau air hijau yang dapat diperoleh dari air permukaan kolam
6. Makanan lanjutan berupa rotifera dan disusul dengan kutu air dan cacing sutera
7. Penggantian air dilakukan seminggu sekali dengan membuang 1/3 bagian air lama. Penggantian air dilakukan dengan menyiphon air lama memakai selang air dan menggantinya dengan air yang telah diendapkan sehari semalam
8. Pemindahan kedua dilakukan setelah benih berumur sebulan.


sumber : http://www.perikanan-budidaya.kkp.go.id

Minggu, 18 Desember 2011

ANALISIS PAKAN UDANG analisis kimia karbohidrat

ANALISIS PAKAN

Ada beberapa aspek yang dapat digunakan untuk analisis pakan udang, yaitu : secara Kimia, Fisika dan Biologi.

A. ANALISIS KIMIA
1. Analisis Karbohidrat
Analisis karbohidrat dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif, yaitu berdasarkan sifat-sifat sakarida dan reaksi kimia yang spesifik.

a. Analisis Kualitatif
Karbohidrat biladireaksikan denganlarutan naftol dalam alkohol, kemudian ditambahkan H2SO4 pekat secara hati-hati, pada batas cairannya akan terbentuk furfural berwama ungu. Reaksi ini dikenal dengan reaksi Molisch yang merupakan reaksi umum dari karbohidrat.
Beberapa cara yang lain untuk analisis karbohidrat adalah dengan berbagai macam pengujian, seperti :

- Uji Antron
0,2 ml larutan contoh di dalam tabung reaksi ditambahkan larutan antron (0,2 % dalam H2SO4 pekat). Timbulnya wama hijau atau hijau kebiru-biruan menandakan adanya karbohidrat dalam larutan contoh. Uji ini sangat sensitif sehingga dapat memberikan hasil positifjika dilakukan pada kertas saring yang mengandung selulosa. Uji ini dikembangkan untuk uji kuantitatif secara colorimetric bagi glkogen, inulin dan gula dalam darah.

- Uji Bartoed
Pereaksinya terdiri dari Cupri asetat dan asam asetat. Ke dalam 5 ml pereaksi dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml contoh kemudian tabung reaksi ditempatkan dalam air mendidih selama 1 menit Endapan berwarna merah oranye menunjukkan adanya monosakharida dalam contoh.

- Benedict
Pereaksinya terdiri atas Cuprisulfat, natrium sitrat dan natrium karbonat. Ke dalam 5 ml pereaksi dalam tabung reaksi ditambahkan 8 tetes larutan contoh, kemudian tabung reaksi ditempatkan dalam air mendidih selama 5 menit. Timbulnya endapan wama hijau kuning atau merah oranye menunjukkan adanya gula pereduksi dalam contoh.


- Uji Orsinol Bial – HCl
Ke dalam 5 ml pereaksi ditambahkan 2 - 3 ml larutan contoh kemudian dipanaskan sampai timbul gelembung-gelembung gas ke permukaan larutan. Timbulnya endapan dan larutan berwarna hijau menandakan adanya pentosa dalam contoh.

- Uji Hayati
Pereaksinya terdiri dari garam Rochelle atau kalium natrium tartrat, gliserol dan cuprisulfat. Uji dan tanda-tanda dilakukan sama seperti uji benedict.

- Uji lodium
Larutan contoh diasamkan dengan HCl. Sementara itu dibuat larutan lodium dalam larutan KI. Larutan contoh sebanyak 1 tetes ditambahkan ke dalam larutan lodium. Timbulnya wama biru menunjukkan adanya pati dalam contoh. sedangkan wama merah menunjukkan adanya glikogen atau eritrodekstrin.

- Uji Seliwanoff
Pereaksi dibuat sebelum uji dimulai, dengan mencarnryrkan 3,5 ml resorsinol 0,5 % dengan 12 ml HCl pekat, kemudian diericerkan. Menjadi 35 ml dengan air suling uji, dilakukan dengan menambahkan 1 ml larutan contoh ke dalam 5 ml pereaksi. Kemudian ditempatkan dalam air mendidih selama 10 menit. Wama merah cherry menunjukkan adanya fruktosa dalam contoh.

- Uji Tauber
Sebanyak dua tetes larutan contoh, ditambahkan ke dalam 1 ml larutan benzidina, didihkan dan dinginkan cepat-cepat. Timbulnya warna ungu menunjukkan adanya pentosa dalam contoh.

b. Analisis Kuantitatif
Analisis ini menggunakan polarimeter, yaitu dengan memasukkan larutan gula ke dalam tabung polariskop yang tertentu panjangnya, kemudian dilihat sudut putarannya. Hal ini dilakukan karena karbohidrat mempunyai sifat dapat memutarbidang cahaya terpolarisasi ke kanan (+) dan ke kin (-) dan setiap gula mempunyaisudut putaran khas yang berbeda-beda. Misalnya sukrosa + 66,6 % dan glukosa + 90 %. Sifat inilah yang digunakan untuk analisis kuantitatif.


sumber:
Ir. Sri Umiyati Sumeru
Dra. Suzy Anna

ANALISIS PAKAN. Analisis Protein

Analisis Protein
a. Analisis Kuantitatif
- Cara Kjeldahl
Cara ini digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan pakan secara tidak langsung, yaitu mengalikan hasil analisis dengan angka konversi 6,25 akan diperoleh nilai protein dalam bahan pakan. Angka 6,25 berasal dari konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16 % nitrogen. Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: mula-mula bahan didektrusi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksikhlorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator. Cara Kjeldahl umumnya dapat dibedakan atas dua cara yaitu cara makro dan semi makro. Cara makro Kjeldahl digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar contoh 1 - 3 gr, sedangkan semi makro Kjeldahl dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari bahan yang homogen. Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk ikatan N - N dan N - O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah yang besar.

- Cara Dumas
Prinsip cara ini ialah bahan pakan contoh dibakar dalam atmosfir CO2, dan dalam lingkungan yang mengandung cupri oksida. Semua atom karbon dan hidrogen akan diubah menjadi CO2 dan uap air, semua gas dialirkan ke dalam larutan NaOH dan dilakukan pengeringan gas. Semua gas terabsorpsi kecuali gas nitrogen, gas ini kemudian dianalisis dan diukur.

b. Analisis Kualitatif
Analisis ini dapat dilakukan secara biologis maupun kimia.

- Cara biologis :
Dilakukan dengan menggunakan hewan percobaan. Beberapa pengujian yang biasa dikerjakan dengan menggunakan cara ini yaitu :
- PER (Protein Efficiency Ratio)
- NPU (Net Protein Utilization)
- N Dp Cal (Net Dietary Protein Calories)

Nilai Biologis :
Nilai biologis merupakan harga atau jumlah fraksi nitrogen yang masuk ke dalam tubuh dan dimanfaatkan dalam proses pertumbuhan.

Daya Cerna :
Daya cerna adalah jumlah fraksi nitrogen dari bahan pakan yang dapat diserap untuk pertumbuhan.
Keseimbangan Nitrogen :
Adalah suatu analisis yang sering dilakukan untuk mengetahui keseimbangan nitrogen yang masuk dan nitrogen yang keluar dari tubuh.

Skor Asam Amino (Amino Acid Score) :
Mutu protein dapat diukur dengan menentukan jumlah asam amino pembatas dan membandingkannya dengan asam amino sejenis. Beberapa cara yang bisa dilakukan yaitu :
- Cara kromatografi kolom
- Cara HPLC (High Performance Liquid Chromatography)
- Cara Mikrobiologis
- Cara Spektrofotometrik
- Cara Kromatografi pertukaran ion
- Cara Kromatografi gas-cairan
- Cara Kromatografi lapisan tipis (TLC)


sumber:
Ir. Sri Umiyati Sumeru
Dra. Suzy Anna

PEMANFAATAN TAMBAK MARGINAL MENJADI LAHAN GARAM

Sejauh mata memandang, di beberapa bagian pesisir pantai Kabupaten Banyuwangi tergeletak begitu saja hamparan tambak sebagai petakan-petakan dengan tanggul yang rusak disana-sini dan dasar yang kering pecah-pecah. Sunyi, tak ada aktivitas, meski beberapa petakan terisi air. Yang ada hanya pantulan terik matahari yang memedihkan mata. Tak sedikit pun menyisakan tanda kebesaran bahwa dari lahan itu, asal kejayaan Indonesia sebagai penghasil utama udang windu dunia di era 80-an. Tambak – tambak udang tersebut mulai “tidur” setelah serangan beberapa penyakit yang menyerang udang windu beberapa Windu yang lalu.

Banyuwangi merupakan Kabupaten dengan wilayah terluas di Jawa Timur dengan luas wilayah 5.782,50 km2 dan berbatasan dengan Kabupaten Jember, Bondowoso, Situbondo dan Propinsi Bali. Kabupaten yang masuk dalam kawasan Industri perikanan ini memiliki panjang pesisir pantai 175,8 km dengan potensi tambak udang 1361 Hektar . Banyuwangi merupakan salah satu sentra tambak udang nasional. Namun dalam beberapa dekade ini setelah beberapa tahun udang windu mati suri, maka tergantikan oleh udang vannamei yang konon ceritanya lebih resistant terhadap berbagai penyakit daripada udang windu. Dengan demikian udang vannamei di harapkan dapat menggantikan posisi udang windu. Kejayaan udang vannamei mulai meroket pada tahun 2000an. Namun popularitas udang vannamei juga mulai mengalami penurunan. Berbagai macam hal juga mulai membuat para petambak udang vannamei di Banyuwangi mulai gulung tikar, mulai dari harga jual udang yang tidak menentu sampai penyakit yang mulai menyerang udang vannamei sehingga menyebabkan beberapa tambak di Kabupaten Banyuwangi mulai mangkrak. Pada awal tahun 2011, berdasarkan data yang ada pada Dinas Perikanan dan Kelautan Banyuwangi dari jumlah total luas tambak yang mencapai 1361 Hektar, hampir 50 persennya terserang penyaki seperti White Spot, Mio dan Taura Syndrome Virus. Penyakit tersebut hampir merata menyerang tambak dibeberapa kecamatan yang ada di Banyuwangi, dan yang paling besar menyerang tambak tradisioanal.

Di kawasan Banyuwangi bagian utara, mulai dari Desa Bajulmati hingga Wongsorejo, mulai 2 tahun terakhir ini hampir 60% tambak yang ada tidak berproduksi. Sedangkan bagian pesisir timur mulai dari daerah Bulusan sampai Muncar Banyuwangi sekitar 30% tambak udang baik yang tradisional maupun intensif tidak berproduksi karena alasan penyakit, cuaca dan sebagainya. Tambak-tambak tersebut dibiarkan tergeletak begitu saja oleh pemiliknya. Miris memang, lahan yang awalnya dapat menghasilkan rupiah sampai ratusan juta per petaknya tersebut saat ini terlihat seperti hamparan dengan ladang rumput yang mengering. Sebenarnya apabila lahan – lahan tambak marginal tersebut di manfaatkan untuk produksi kelautan dan perikanan lainnya dengan biaya yang lebih minim akan memberikan hasil yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.

Beberapa alternative pemanfaatan lahan tambak marginal dengan biaya dan resiko yang minim tersebut yaitu digunakan sebagai lahan untuk budidaya ikan bandeng dan sebagai lahan untuk produksi garam. Salah satu alternative yang paling potensial untuk di realisasikan yaitu dengan menjadikan tambak-tambak marginal tersebut dijadikan lahan garam. Hasil daripada produksi garam ini memang tidak sepopuler budidaya udang. Namun resiko memproduksi garam di tambak marginal ini lebih minim daripada usaha budidaya udang. Selain itu siklus produksi pembuatan garam hanya membutuhkan waktu selama 20 – 30 hari. Salah satu alasan mengapa tambak yang mangkrak tersebut dapat dijadikan lahan tambak garam karena produksi garam nasional tahun ini belum dapat memenuhi kebutuhan garam untuk konsumsi sebanyak 1,8 juta ton, sedangkan untuk kebutuhan garam industry sebanyak 2 juta ton. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, tahun ini sebagian kebutuhan garam nasional dipenuhi dengan cara impor dari Australia dan India yang tentunya membutuhkan biaya produksi lebih mahal daripada produski dalam negeri. Dengan demikian harga garam di tangan konsumen akan lebih mahal.

Daerah Banyuwangi bagian utara mulai dari Desa Bajulmati hingga Wongsorejo dengan kondisi curah hujan yang cukup rendah dan waktu panas setiap tahunnya berkisar antara 6 – 8 bulan cukup menjanjikan untuk dijadikan lahan garam bagi tambak – tambak yang marginal tersebut. Kondisi cuaca di daerah tersebut juga berkisar antara 30 – 34o C cukup potensial untuk memproduksi garam yang memang membutuhkan kondisi cuaca yang cukup panas. Tambak – tambak marginal yang rata-rata menggunakan semen beton tersebut hanya memerlukan peralatan berupa pompa untuk memasukkan air laut ke dalam petakan, jumlah air yang dimasukkan juga sangat sedikit dibandingkan pada saat produksi udang. Dengan lantai dasar berupa beton ini dapat menghasilkan garam yang sangat bersih yang merupakan acuan sebagai garam kualitas KW1. Dalam kondisi normal setiap 1 hektar lahan tambak garam dapat menghasilkan minimal 35 – 60 ton garam. Bisa dibayangkan apabila di Kabupaten Banyuwangi dan sekitarnya terdapat lebih dari 500 hektar tambak udang yang mangkrak dapat digunakan untuk lahan tambak garam tentunya akan menambah kesejahteraan bagi pemiliknya dan dapat memenuhi kebutuhan garam nasional.

Memang garam ini belum ada barang substitusinya (pengganti) dan hanya dapat diproduksi dengan menggunakan air laut. Dengan demikian berbagai alternative untuk meningkatkan produksi garam nasional diantaranya yaitu teknologi intensifikasi produksi, penambahan modal bagi masyarakat pegaraman, perluasan lahan produksi baik dengan cara membuka lahan baru maupun memanfaatkan tambak udang yang mangkrak (marginal). Salah satu upaya dan langkah konkret yang perlu dilakukan dalam memanfaatkan tambak udang yang mangkrak yaitu dengan cara sosialiasi oleh instansi terkait seperti Balai Diklat Kelautan dan Perikanan setempat, Dinas kelautan dan Perikanan, penyuluh perikanan, Pemerintah Daerah serta pihak – pihak yang terkait lainnya. Langkah selanjutnya adalah penguatan kelembagaan dan penguatan modal bagi para stake holder dan pelaku pegaraman. Selain itu langkah yang tidak kalah penting yaitu jaminan harga dan stabilitas pasar bagi hasil garam yang akan di produksi.

Indonesia yang merupakan Negara dengan wilayah laut terluas di dunia ini tentunya sangat optimis untuk dapat swasembada garam dengan dukungan berbagai elemen.


sumber:
Dian Tugu Warsito T, S.St.Pi
Tim Publikasi BPPP Banyuwangi