Selasa, 29 Maret 2011

Revitalisasi Tambak Garam Segera

JAKARTA - Pemerintah daerah (pemda) diminta memulai program revitalisasi tambak garam. Pasalnya, dari total 34 ribu hektare, hanya separo yang berproduksi. Padahal untuk mencukupi kebutuhan garam di dalam negeri, dibutuhkan lahan tambak seluas 50 hektare. "Kita minta pemda (bupati sampai camat) memberikan rekomendasi revitalisasi tambaknya. Kita siapkan anggaran dari Dana Alokasi Khusus (DAK) dan sebagian dari APBN-P sebesar 10 miliar rupiah bagi daerah yang mau mengembangkan tambak," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad di Jakarta, Selasa (18/5).

Selain menyediakan anggaran, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjanjikan bantuan peralatanproduksi untuk menggairahkan kembali produksi garam nasional. Data KKPmenunjukkan total kebutuhan garam di dalam negeri 2,8 juta ton dengan komposisi 1,7 juta ton untuk konsumsi dan 1,15 juta ton untuk kebutuhan produksi. Dari angka tersebut, kemampuan produksi di dalam negeri 1,26 juta ton danimportasi 1,6 juta ton.

"Angka impor masih besar, maka perlu dibatasi. Tata niagu is a juga perlu diubah. Kita juga sudah mengambil alih PT Garam yang selama ini lesu darah dan suka impor," ungkap dia.Untuk mencapai target swasembada garam pada 2012, KKP menyiapkan sejumlah langkah, di antaranya memperbaiki kelembagaan, infrastruktur (dengan menggandeng Pekerjaan Umum), perbaikan regulasi, dan tata niaga garam. "Kalau produksi dalam negeri dimaksimalkan dan beryodium, maka kebutuhan garam konsumsi 1,7 juta ton bisa terpenuhi 2012," papar dia.

Saat ini, sentra produksi garam berlokasi di Pantai Utara Jawa, Madura, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi.
Direktur PT Garam Slamet Untung Irridenta menyatakan, sampai saat ini, harga garam masih sangat murah dan tidak manusiawi, (ika di tingkat collecting point (pengepul) harganya 400 rupiah per kilogram, harga di petani hanya 90 rupiah per kilogram.

Meski menyebut harga garam dalam negeri murah, PT Garam justru masih melakukan impor dari Australia karena harganya lebih murah. Selain itu, PT Garam berdalih lebih memilih impor karena tidak memiliki kewajiban untuk menyerap garam produksi petambak tradisional. "Importir bukan monopoli kita karena trader dan pengguna masih melirik impor karena harganya tidak berbeda jauh," imbuh dia.


sumber: http://bataviase.co.id