Senin, 02 Agustus 2010

Pola Budidaya Udang Dibenahi

Pola budidaya udang vaname mulai diperbaiki untuk mengatasi serangan penyakit udang. Langkah yang ditempuh di antaranya mengurangi kepadatan tebar benih udang (benur) dari 200 ekor per meter persegi menjadi maksimum 100 ekor per m2.

Direktur Produksi Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Iskandar Isma-nadji kepada pers di Jakarta, Kamis (8/7), mengemukakan, upaya pengurangan padat penebaran benur sudah disepakati dengan asosiasi petambak udang intensif yang tergabung dalam Shrimp Club Indonesia (SCT)."Pengurangan padat tebar benur dalam tambak diharapkan menekan serangan penyakit," ujar Iskandar.

Upaya lain yang dilakukan adalah menerapkan teknik penyaringan ganda dalam pengelolaan air tambak. Sisa air tambak udang dipakai sementara untuk budidaya ikan nila dan mujair sebelum dimanfaatkan kembali untuk budidaya udang.Lendir ikan nila dan mujair, ujar Iskandar, diperkirakan mampu mematikan virus udang. Sejak tahun 2009, serangan virusudang vaname yang marak meliputi virus myo {infectious myo necrosis virus) dan bintik putih (white spot syndrome virus).Uji coba budidaya nila di tambak udang, antara lain, mulai diterapkan di Jawa Timur (Banyuwangi dan Situbondo). Nila itu ditebar di tambak dengan kepadatan benih nila berkisar 10-25 ekor per meter persegi.

Revitalisasi tersendat

Sementara itu, program revitalisasi tambak udang telantar seluas 1.000 hektar (ha) yang dicanangkan pemerintah hingga kini belum bisa terlaksana. Program" itu sedang diuji coba di Jawa Timur.Iskandar mengungkapkan, hingga kini revitalisasi tambak terganjal akses permodalan. Bank Jatim, yang diharapkan memberikan kredit, nyatanya sulit menyalurkan pinjaman ke petambak dengan alasan tidak ada penjaminan.

"Kepercayaan bank terhadap petambak udang, khususnya skala kecil, masih sulit. Padahal, petambak ini yang seharusnya dibantu," ujar Iskandar.Ia menambahkan, pemerintah tidak memiliki alokasi anggaranuntuk memberikan jaminan kredit revitalisasi. Sementara itu, perusahaan dan eksportir mitra petambak juga masih sulit diharapkan untuk memberikan jaminan kredit petambak ke perbankan. (LKT)




Sumber : Kompas 09 Juli 2010